Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. ADAB ISLAM
  4. Adab Kepada Allah

Ya Allah..Aku Mencintai-Mu

Ya Allah..Aku Mencintai-Mu

Oleh: Hâni Hilmi

Bismillâhirrahmânirrahîm

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Saudara tercinta.

Apakah Anda pernah mencoba pada saat hati jernih dan di puncak kejujuran, dari lubuk hati Anda yang paling dalam Anda mengatakan, "Aku mencintai–Mu, wahai Tuhan-ku"? Anda mungkin menganggap hal ini sepele, atau Anda mungkin berkata, "Apa gunanya? Semua kita mencintai Allah". Sangat mudah untuk mengucapkannya. Tetapi jika Anda mengalami percobaan ini secara dekat, saya tidak yakin Anda akan mengatakan kalimat seperti itu. Karena hal yang paling mudah dalam hidup ini memang adalah mengaku (mengklaim). Tetapi apakah ucapan itu betul-betul keluar dari lubuk hati Anda? Apakah Anda mencintai Allah dengan segenap apa yang ada pada diri Anda? Apakah Anda mencintai Allah sehingga kecintaan itu menjadikan Anda tidak sempat mencintai apa pun selain-Nya?

Saya telah melakukan percobaan ini dengan beberapa orang teman. Saya meminta mereka selama satu minggu untuk menuliskan catatan mereka ketika berusaha memfokuskan hati untuk mengucapkan ungkapan itu tanpa dusta, sehingga tidak mengucapkan dengan lidah mereka apa yang tidak ada di hati mereka. Dan yang terjadi kemudian adalah sesuai dengan perkiraan saya. Mayoritas mereka tidak mampu mengucapkannya. Ada yang berkata, "Setiap kali aku berusaha untuk mengucapkanya, aku merasa bahwa aku berdusta, dan aku tidak sanggup mengucapkan kata-kata itu kecuali satu kali."

Benar, hal ini membutuhkan kejujuran, keikhlasan, dan keterbukaan. Kecintaan itu harus dibuktikan dengan kondisi dan amal.

'Abbâd ibnu Manshur berkata, "Sesungguhnya ada sekelompok orang di masa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—yang mengaku bahwa mereka mencintai Allah. Lalu Allah ingin menjadikan bukti ucapan mereka itu berupa amal perbuatan. Allah lalu berfirman (yang artinya): "Katakanlah, 'Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian'. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Âli `Imrân: 31]

Kaum Yahudi dan Nasrani mengklaim bahwa sesungguhnya mereka adalah anak-anak dan kekasih Allah. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan, 'Kami ini adalah anak-anak Allah dan para kekasih-Nya'." [QS. Al-Mâ`idah: 18]. Lalu Allah berkata kepada mereka (yang artinya): "Katakanlah: 'Maka mengapa Allah menyiksa kalian karena dosa-dosa kalian?'" (Kalian bukanlah anak-anak Allah dan para kekasih-Nya), tetapi kalian adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa yang Dia kehendaki." [QS. Al-Mâ`idah: 18].

Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa kecintaan itu memiliki tanda-tanda, di antaranya adalah bahwa seorang kekasih tidak akan menyiksa kekasihnya. Apabila tanda-tanda itu tidak terealisasi, berarti cinta itu hanyalah klaim yang bohong dan dusta.

Jika Anda benar-benar seorang pecinta sejati, tunjukkanlah buktinya. Mana dalil yang menunjukkan kebenaran cinta Anda kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ?

Bagaimana kita mengklaim bahwa kita mencintai Allah, sementara kita mendurhakai-Nya dengan melakukan dosa? Semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahan kita dan memaafkan dosa-dosa kita.

Mungkin Anda akan bertanya, "Apakah orang yang mencintai tidak pernah melakukan dosa/maksiat?" Jawabannya, tidak mesti seperti itu. Manusia bukanlah makhluk yang ma'shum (terpelihara) dari perbuatan dosa (maksiat), karena kita bukanlah nabi dan bukan pula Malaikat. Tetapi cinta kepada Allah menjadikan seorang hamba cepat bertobat dan kembali kepada Allah. Sehingga Anda melihatnya seolah-olah tidak pernah melakukan dosa.

Asy-Sya`bi berkata, "Apabila Allah mencintai seorang hamba, (ia jadikan) dosanya tidak memudharatkan-nya."

Abdurrahman ibnu Zaid ibnu Aslam berkata, "Sesungguhnya Allah begitu mencintai hamba-Nya. Kecintaan-Nya itu sampai membuat Dia berkata kepada hamba-Nya yang Dia cintai, 'Pergilah dan lakukanlah apa yang engkau inginkan, sesungguhnya Aku telah mengampunimu.'"

Artinya, Allah memberinya bimbingan untuk bertobat setiap kali muncul dosa dari dirinya. Dan Allah juga memberi taufik (bimbingan) kepadanya untuk melakukan amal-amal shalih yang menggugurkan kesalahan-kesalahan dan bekas maksiat itu. Kalau kecintaan itu tidak memiliki buah kecuali ini, sungguh itu pun sudah cukup.

Saudaraku seiman, apakah Anda benar-benar ingin mencintai dan dicintai oleh Allah? Apakah Anda berambisi untuk membuat cinta yang agung ini menempati hati Anda, sehingga Anda tidak pernah lagi merasakan dahaga cinta setelah itu? Apakah Anda siap mengerahkan semua yang sanggup Anda berikan untuk meraih kemuliaan yang agung ini? Apakah Anda menginginkan sebuah terapi hati karena sering terjerumus ke dalam dosa dan kemungkaran?

Apakah Anda pernah mengalami kegagalan cinta, sehingga meninggalkan efek psikologis yang buruk dalam diri Anda, sehingga Anda tidak tahu bagaimana melepaskan diri darinya?

Apakah Anda merasa tersiksa oleh keburukan dunia dan berbagai penyakitnya, serta berharap agar Allah menjaga dan memelihara Anda dari semua itu?

Apakah Anda ingin masuk Surga di dunia, sehingga Anda merasakan hakikat kebahagiaan ketika Anda merasakan kemanisan iman di dalam hati Anda?

Apabila kondisi Anda seperti ini, marilah bersama kami dalam perjalanan iman ini, di bawah naungan "cinta Allah". Semoga kita mampu menanamkan nilai yang mulia ini di dalam hati kita.

Ya Allah, kami memohon kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan kepada setiap perbuatan yang mendekatkan kami kepada cinta-Mu. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu keimanan yang menyentuh langsung hati kami semua, sehingga kami menyadari bahwa tidak ada yang menimpa kami kecuali apa yang telah ditakdirkan untuk kami. Dan jadikanlah kami ridha terhadap apa yang telah Engkau tentukan untuk kami.

Artikel Terkait