Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Aqidah Islam

Faktor-faktor Penambah Iman; Mentadaburi Al-Quran

 Faktor-faktor Penambah Iman;  Mentadaburi Al-Quran

Dalam makalah sebelumnya, kami telah menyebutkan bahwa keimanan itu dapat bertambah dan berkurang. Bertambahnya keimanan seorang hamba disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang efektif mengangkat spirit keimanan jika dilakukan.

Di antara faktor-faktor terpenting yang dapat menambah keimanan seseorang adalah membaca Al-Quran dengan perenungan dan penghayatan. Al-Quran adalah kitab pemberi petunjuk. Ayat-ayat di dalamnya adalah cahaya penerang yang menuntun seorang hamba kepada jalan yang lurus. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus." [QS. Al-Isrâ': 9]

Dengan Al-Quran, seorang hamba mampu keluar dari kegelapan menuju cahaya terang benderang. Dalam sebuah ayat disebutkan (yang artinya): "Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." [QS. Al-Mâ'idah: 15-16]

Al-Quran adalah obat hati dari berbagai syubhat (keraguan) dan syahwat. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian, penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." [QS. Yûnus: 57];

· "Dan Kami turunkan dari Al-Quran itu sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." [QS. Al-Isrâ': 82];

· "Katakanlah, 'Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman." [QS. Fushshilat: 44]

Al-Quran adalah spirit yang menghidupkan hati dan jiwa. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Quran) itu dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." [QS. Asy-Syûrâ: 52]

Al-Quran adalah kitab yang diturunkan Allah—Subhânahu wata`âlâ—untuk menghidupkan hati yang sebelumnya mati dan memasukkannya ke dalam barisan orang-orang yang beriman dengan tulus. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan apakah orang yang sudah mati kemudian ia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya terang yang dengan itu ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan." [QS. Al-An`âm: 122]

Menghayati Al-Quran dapat menambah kekuatan iman, cahaya hati, dan nurani seorang hamba. Penghayatan terhadap Al-Quran akan membantu seseorang untuk lebih memahami Al-Quran serta mengamalkan isinya. Hal inilah yang selalu dilaksanakan oleh para ulama-ulama salaf. Imam Al-Hasan Al-Bashri—Semoga Allah merahmatinya—mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian memandang Al-Quran sebagai surat dari Tuhan mereka. Pada malam hari, mereka senantiasa mentadaburi (menghayati)-nya, kemudian mengamalkannya di siang hari."

Imam Al-Hasan Al-Bashri—Semoga Allah merahmatinya—bahkan menegur orang-orang yang hanya mementingkan sisi membaca Al-Quran, meskipun dengan hanya membacanya seseorang telah mendapatkan pahala. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa pembacaan Al-Quran yang bermanfaat bagi hati dan dapat menambah keimanan seseorang adalah pembacaan yang penuh penghayatan (tadabur) dan khusyuk. Oleh karena itu, Imam Al-Hasan Al-Bashri—Semoga Allah merahmatinya—mengatakan, "Hai anak Adam, bagaimana hatimu dapat menjadi lembut, sementara dalam membaca Al-Quran, perhatianmu hanya ingin segera sampai ke akhir surat."

Allah—Subhânahu wata`âlâ—mengajak kita untuk menghayati Al-Quran. Dia menjelaskan bahwa menghayati Al-Quran adalah salah satu target ajaran Islam yang paling agung. Hal itu tertuang dalam firman-firman-Nya berikut ini (yang artinya):

· "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." [QS. Shâd: 29];

· "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau sekiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." [QS. An-Nisâ': 82];

· "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran, ataukah hati mereka terkunci?" [QS. Muhammad: 24]

Para ulama dan orang-orang shalih telah sukses melaksanakan arahan rabbani ini, sehingga kita pun dapat melihat berbagai hal menakjubkan dalam diri mereka.

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—sendiri, ketika mendengar Ibnu Mas'ûd—Semoga Allah meridhainya—membaca surat An-Nisâ', air mata beliau bercucuran. Ayat itu berbunyi (yang artinya): "Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan engkau (wahai Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)." [QS. An-Nisâ': 41]. Mungkinkah beliau menangis tanpa penghayatan (tadabur)?

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—senantiasa mengajak umat beliau untuk menghayati dan memahami makna Al-Quran. Ketika turun firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka," [QS. Âli 'Imrân: 190-191], Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sungguh celaka bagi orang yang membacanya, namun tidak menghayatinya."

Di antara shahabat beliau bahkan ada yang shalat malam dengan membaca berulang-ulang satu ayat dengan penuh penghayatan, karena di dalamnya terkandung makna-makna menakjubkan atau janji dan ancaman Allah. Muhammad ibnu Ka'ab Al-Qurazhi berkata, "Membaca surat Az-Zalzalah dan Al-Qâri'ah semalam penuh sampai pagi dengan berulang-ulang dan penuh penghayatan adalah lebih aku sukai daripada membaca (banyak) ayat Al-Quran dengan cepat."

Ketika seorang hamba membaca Al-Quran dengan penghayatan, keimanannya akan bertambah dan ia pun akan mendapatkan manfaat yang luar biasa, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim—Semoga Allah merahmatinya—berikut ini:

"Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi kehidupan dunia dan Akhirat seorang hamba serta lebih mendekatkannya kepada keselamatan daripada menghayati Al-Quran, merenungi, dan memahami makna ayat-ayatnya. Dengan memahami makna ayat-ayat itu, seorang hamba dapat mengetahui rambu-rambu kebaikan dan keburukan dengan segala seluk-beluknya, jalan-jalannya, sebab-sebabnya, tujuan-tujuannya, dan hasil-hasilnya, serta kesudahan orang yang mengikutinya. Di tangannya akan diletakkan kunci-kunci kebahagiaan dan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Iman dalam hatinya akan menjadi kokoh. Dengan mentadaburi Al-Quran, seolah ia hidup bersama dengan umat-umat terdahulu. Kepadanya diperlihatkan kejadian-kejadian yang menimpa umat-umat terdahulu, ditunjukkan pelajaran-pelajaran yang bermanfaat, diperlihatkan keadilan dan karunia Allah, serta dikenalkan dengan Dzat, nama, sifat, dan kuasa Allah, serta hal-hal yang disukai dan dibenci oleh Allah. Ia juga akan ditunjukkan jalan menuju Allah, serta apa yang harus dikerjakannya setelah sampai di depan-Nya. Selain itu, ia juga akan diperlihatkan rintangan-rintangan dan penghalang-penghalang untuk sampai ke sana. Ayat-ayat Allah akan membuat orang yang mentadaburinya lebih mengenal hakikat jiwa dan sifat-sifatnya, serta hal-hal yang merusak amal dan cara memperbaikinya. Tadabbur juga mengenalkannya kepada jalan menuju Surga dan Neraka, amal-amal, kondisi, dan sifat-sifat penghuninya, tingkatan-tingkatan orang-orang yang mendapat kebahagiaan dan orang-orang yang mendapat siksa, macam-macam makhluk dan dalam hal apa saja mereka berkumpul, serta dalam hal apa saja mereka bercerai-berai. Secara garis besar, ayat-ayat Al-Quran yang ditadabburinya akan mengenalkannya kepada Tuhannya, kepada jalan menuju Tuhannya, dan kepada kemuliaan yang akan diraihnya ketika telah sampai kepada Tuhannya. Selain itu, ia juga akan mengetahui tiga hal sebaliknya, yaitu hakikat ajakan Syetan, jalan menuju Syetan, dan kehinaan serta siksa yang akan diterima orang yang menuruti ajakan Syetan."

Semoga Allah—Subhânahu wata`âlâ—menjadikan kita orang yang gemar mentadaburi Al-Quran. Semoga Allah senantiasa menambah keimanan kita.

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita, Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Artikel Terkait