Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Ringkasan Ajaran Islam

Kezaliman dan Konspirasi Jahat;

Kezaliman dan Konspirasi Jahat;

Bismillah. Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga, para shahabat, dan para pengikut beliau.

Sunnatullah (hukum dan ketentuan Allah) tidak mengenal pilih kasih atau pun basa-basi. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "…dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah." [QS. Al-Ahzâb: 62];

· "…dan engkau tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu." [QS. Fâthir: 43]

Syariat tidak akan pernah membedakan antara dua hal yang sama, dan tidak akan pernah membedakan antara dua perkara yang berbeda. Kehancuran para pembuat makar, pelaku kezaliman, dan pelaku pelanggaran hanyalah masalah waktu. Karena waktu adalah bagian dari pengobatan. Hal-hal yang konstan dan menjadi standar tidak boleh tergoyang.

Muhammad ibnu Ka'ab Al-Qurzahi berkata, "Ada tiga hal yang jika dimiliki oleh seseorang niscaya akan menjadi bencana bagi dirinya, yaitu: (Pertama), makar (konspirasi jahat), karena Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): 'Rencana yang jahat (makar) itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.' [QS. Fâthir: 43]. (Kedua), kezaliman, karena Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): 'Sesungguhnya (bahaya) kezaliman kalian akan menimpa diri kalian sendiri.' [QS. Yûnus: 23]."

Penyebab Kehancuran

Sifat-sifat di atas termasuk beberapa penyebab kehancuran bagi pemiliknya. Karena sebab dan akibat selalu memiliki hubungan yang sangat erat. Prolog dan hasil akhir selalu bertalian. Pekerjaan Anda adalah faktor yang mendatangkan upah bagi Anda. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Barang siapa mengerjakan kebajikan, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhan kalian-lah kalian dikembalikan." [QS. Al-Jâtsiyah: 15];

· "Jika kalian berbuat baik (berarti) kalian berbuat baik untuk diri kalian sendiri. Dan jika kalian berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk diri kalian sendiri," [QS. Al-Isrâ': 7]

Di dalam hadits dinyatakan: "Dan lakukanlah apa yang engkau kehendaki, karena sesungguhnya engkau akan memperoleh balasannya."

Ada juga hadits (Qudsi) yang shahih menyebutkan: "Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya itu adalah amal-amal perbuatan kalian yang Aku himpun dan Aku berikan utuh kepada kalian. Maka siapa yang mendapati kebaikan (menemukan catatan amalnya baik), hendaknya ia memuji Allah, dan siapa yang mendapati sebaliknya, janganlah sekali-kali ia menyesali kecuali dirinya sendiri."

Seorang lelaki suatu ketika mendatangi seorang ulama seraya berkata, "Sesungguhnya Bani Fulan telah berkomplot dan menyatukan tangan mereka untuk melawanku." Sang ulama menjawab dengan mengutip firman Allah (yang artinya): "Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka." [QS. Al-Fath: 10]. Lelaki itu kembali berkata, "Sesungguhnya mereka mempunyai rencana jahat." Sang ulama menjawab dengan mengutip firman Allah (yang artinya): "Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri." [QS. Fâthir: 43]. Lelaki itu berkata lagi, "Mereka merupakan kelompok yang sangat banyak." Sang ulama menjawab dengan mengutip firman Allah (yang artinya): "Betapa banyak kelompok kecil bisa mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah." [QS. Al-Baqarah: 249]

Makar Orang-orang Kafir Menghancurkan Diri Mereka Sendiri

Ketika Anda ingin selamat dari orang-orang kafir dan para pendurhaka, percayalah sepenuhnya bahwa makar, kezaliman, dan pelanggaran mereka akan menghancurkan diri mereka sendiri secara dahsyat. Karena pada kenyataannya, mereka sebenarnya sudah menghancurkan diri mereka sendiri sebelum senjata Anda sampai kepada mereka. Akibat buruk dari karakter dan perilaku-perilaku jelek yang mereka miliki itu tidak akan kembali kecuali kepada diri mereka sendiri, bukan orang lain. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya (mereka). Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya." [QS. Âli `Imrân: 54];

· "Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka (sebenarnya) tidak memperdaya melainkan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya." [QS. Al-An`âm: 123]

Makar Berbalik Mencelakakan Pelakunya

Al-Quran menceritakan kepada kita sebuah potret tentang makar kaum Tsamûd terhadap nabi mereka, Nabi Shalih—`Alaihis salâm. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan mereka merencanakan makar (tipu daya) dan Kami menyusun makar (pula), sedang mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah bagaimana akibat makar mereka, Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya." [QS. An-Naml: 50-51 ]

Dalam tafsir ayat ini, di antaranya disebutkan: "Mereka tidak menyadari para Malaikat yang Allah turunkan kepada Nabi Shalih—`Alaihis salâm—untuk menjaganya dari kaumnya ketika mereka masuk ke rumahnya untuk membunuhnya. Para Malaikat itu melempari setiap mereka dengan batu sehingga mereka semua terbunuh, dan selamatlah Nabi Shalih—`Alaihis salâm—dari makar mereka."

Ada juga yang mengatakan: "Mereka membuat makar dengan cara berpura-pura pergi melakukan perjalanan. Mereka keluar dari kampung mereka lalu bersembunyi di dalam sebuah gua, dan berencana kembali lagi pada malam hari untuk membunuh Nabi Shalih—`Alaihis salâm. Tapi Allah menjatuhkan sebuah batu besar menutupi mulut gua. Inilah makar Allah terhadap mereka."

Kaum musyrikin juga pernah melakukan makar terhadap Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya." [QS. Al-Anfâl: 30]

Allah telah menyelamatkan Nabi-Nya—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan beliau pun keluar dalam kondisi selamat dari hadapan mereka untuk hijrah ke Madinah. Allah membunuh para pendukung utama mereka pada Perang Badar, seperti Abu Jahal, 'Utbah ibnu Rabî'ah dan Syaibah ibnu Rabî'ah. Allah kemudian memasukkan Islam ke negeri mereka pada waktu Fathu Makkah (Penaklukkan Kota Mekah). Dan ketika Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—meninggal dunia, Allah telah menolong beliau dengan mengalahkan kaum musyrikin dan menguasai mereka. Allah telah mengangkat nama dan pengaruh beliau.

Begitu juga makar orang-orang munafik terhadap beliau. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur." [QS. Fâthir: 10]

Makar mereka ketika itu berakhir dengan kerusakan dan kebatilan. Kepalsuan mereka pun terlihat oleh orang-orang yang memiliki mata hati dan akal pikiran. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang menyembunyikan suatu rahasia kecuali akan Allah tampakkan rahasia itu pada raut wajah dan ucapannya. Dan tidaklah seseorang menyimpan suatu rahasia kecuali Allah akan membalikkan kepadanya akibat dari rahasia itu. Jika apa yang ia sembunyikan itu baik, maka baik pula balasannya. Namun jika buruk, maka balasannya pun akan buruk.

Makar kaum Yahudi dalam upaya membunuh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, serta persekongkolan mereka bersama kaum musyrikin untuk mencelakai beliau sangatlah banyak dan sudah sama-sama kita ketahui. Kenyataannya, Allah kemudian membunuh sebagian dari mereka dan mengusir sebagian yang lain dari tempat tinggal mereka. Allah memenangkan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam.

Saat kiamat sudah dekat, batu dan pohon akan berbicara kepada umat Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—dengan berseru, "Wahai orang Islam, wahai hamba Allah, ini ada seorang Yahudi di belakangku. Kemarilah dan bunuhlah ia!" Kecuali pohon Gharqad yang termasuk pohon kaum Yahudi. Saat itu, Allah pun akan membukakan Baitul Maqdis untuk umat Islam.

Karenanya, waspadalah terhadap makar jahat dan janganlah tersilaukan oleh pelakunya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Qais ibnu Sa'ad ibnu 'Ubâdah—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Seandainya aku tidak pernah mendengar Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, 'Makar dan penipuan itu (tempatnya) di Neraka', tentu aku sudah termasuk orang yang paling ahli membuat makar." [Menurut Al-Albâni: shahîh]

Arti Makar Allah

Tentu tidaklah samar bagi Anda, bahwa makar yang Allah sandarkan kepada diri-Nya tentu harus sesuai dengan apa yang layak bagi keagungan-Nya. Arti makar Allah adalah bahwa Allah memberikan balasan (hukuman) kepada orang-orang yang melakukan makar jahat terhadap para wali dan rasul-rasul-Nya. Makar mereka yang jahat pun harus berhadapan dengan makar (rencana) Allah yang baik. Tentu saja, makar mereka menjadi makar yang paling buruk, sementara makar Allah adalah rencana yang paling mulia. Karena makar Allah berupa keadilan dan balasan terhadap perbuatan manusia. Begitu juga, tipuan dari Allah maksudnya adalah balasan atas tipuan manusia terhadap para rasul dan wali-wali-Nya. Tiada yang lebih baik daripada makar dan tipuan Allah itu.

Kezaliman Juga Bernasib Sama

Jika akibat dari makar jahat akan menimpa pelakunya sendiri, demikian pula halnya dengan kezaliman. Bahkan kezaliman merupakan kejahatan yang paling cepat mendapatkan hukuman. Ada ungkapan yang mengatakan: "Siapa yang menghunus pedang kezaliman, ia akan terbunuh olehnya." Lingkar malapetaka akan senantiasa mengitari pelaku kezaliman. Dan kezaliman akan senantiasa menghancurkan pelakunya.

Akibat dari kezaliman selalu menyakitkan. Siapa yang menggali sumur untuk mencelakakan saudaranya pasti ia sendiri yang akan jatuh ke dalamnya. Karena itu, tinggalkanlah kezaliman, karena ia memang perilaku yang harus dibuang jauh-jauh.

Ibnu Abbas—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Seandainya satu gunung berbuat zalim terhadap gunung yang lain, niscaya Allah—`Azza wajalla—akan membuat gunung yang zalim itu hancur sampai rata dengan tanah."

Ibnu Abbas juga berkata, "Seorang raja pernah mengucapkan kata berisi kezaliman ketika duduk di atas tempat tidurnya. Lalu Allah—`Azza wajalla—pun mengubah rupa/bentuknya. Tidak diketahui secara pasti, diubah menjadi rupa apa mukanya, lalatkah atau yang lain. Namun ia segera pergi, sehingga tidak dapat dilihat oleh orang lain."

Abdullah ibnu Mu'âwiyah Al-Hâsyimi berkata, "Ketika hampir meninggal dunia, Abdul Muthallib mengumpulkan anak-anaknya yang pada waktu itu berjumlah sepuluh orang. Ia lalu memberikan perintah dan larangan kepada mereka dengan berkata, 'Waspadalah kalian terhadap kezaliman! Demi Allah, Allah—`Azza wajalla—tidak menciptakan sesuatu yang lebih cepat hukumannya daripada kezaliman. Dan aku tidak melihat ada orang yang masih tetap dalam kezaliman kecuali saudara-saudara kalian dari Bani Abdi Syams'."

Ibnul Qayyim berkata, "Subhanallâh! Di dalam diri manusia ada kesombongan Iblis, kedengkian Qâbil, pembangkangan kaum 'Âd, kedurhakaan kaum Tsamûd, kelancangan Namrûd, kesewenang-wenangan Fir'aun, kezaliman Qârûn, keburukan Haman, nafsu Bal'âm, tipu daya Bani Israil yang melanggar larangan Allah di hari Sabtu, pemberontakan Al-Walîd, serta kebodohan Abu Jahal. Di dalam diri manusia juga ada sebagian tabiat binatang, yaitu kebakhilan burung gagak, kerakusan anjing, kebodohan burung merak, kehinaan kumbang, kedurhakaan biawak, dendam unta, terkaman macan tutul, sergapan singa, kefasikan tikus, kekejian ular, kesia-siaan kera, sifat suka mengumpulkan pada semut, tipu daya rubah, kelicikan kupu-kupu, dan tidurnya anjing hutan. Tetapi latihan dan usaha sungguh-sungguh dapat menghilangkan hal itu."

Nash-nash yang Mencela Kezaliman

Ada banyak nash yang mencela kezaliman. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih." [QS. Asy-Syûrâ: 42]

Melampaui batas yang dimaksud dalam ayat ini adalah sikap sewenang-wenang terhadap orang lain. Ia juga berarti kesombongan, kezaliman, serta perilaku merusak dan maksiat. Ia termasuk salah satu dari lima perkara yang dilarang oleh syariat Islam. Kelima perkara itu disebutkan di dalam firman Allah (yang artinya): "Katakanlah (hai Muhammad), 'Tuhanku mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan membicarakan tentang Allah dengan apa yang tidak kalian ketahui'." [QS. Al-A`râf: 33]

Dan cukuplah bagi orang yang dizalimi adanya janji Allah untuk menolongnya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Demikianlah, dan barang siapa membalas secara seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita, kemudian ia dizalimi lagi, niscaya Allah akan menolongnya." [QS. Al-Hajj: 60]

Di dalam hadits dinyatakan: "Tidak ada dosa yang lebih patut untuk Allah segerakan bagi pelakunya hukuman di dunia di samping hukuman yang Dia siapkan di Akhirat daripada kezaliman dan memutuskan hubungan kekerabatan." [HR. Ahmad, Abû Dâwûd, dan At-Tirmîdzi. Menurut At-Tirmîdzi: hasan shahîh]

Dalam hadits lain, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—juga bersabda, "Tidak ada amal ketaatan yang lebih cepat diberikan imbalannya daripada menyambung hubungan silaturahim. Dan tidak ada kejahatan yang lebih cepat didatangkan hukumannya daripada kezaliman dan memutuskan silaturahim. Sementara sumpah palsu akan membuat rumah pelakunya kosong tanpa isi." [HR. Al-Baihaqi. Menurut Al-Albâni: shahîh]

Dan di dalam hadits lain juga disebutkan: "Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersifat rendah hati, sehingga seseorang tidak membanggakan diri dan berbuat zalim terhadap yang lain." [HR. Muslim]

Pelajaran dari Kisah Orang-orang Terdahulu

Perhatikanlah kisah-kisah para pelaku kezaliman, baik pada zaman dahulu maupun zaman sekarang. Anda akan mendapati kesesuaian antara fenomena alam semesta dengan ayat-ayat Allah dalam kitab suci-Nya.

Fir'aun misalnya. Ia berbuat kezaliman di muka bumi tanpa alasan yang benar, bahkan mengaku sebagai tuhan yang mencipta dan layak disembah. Ia berkata (sebagaimana tertera dalam firman Allah yang artinya): "Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawah (kekuasaan)-ku?" [QS. Az-Zukhruf: 51]

Ia kemudian mencoba mengejar Nabi Musa—`Alaihis salâmdan orang-orang Bani Israil yang beriman bersamanya. Ia mengikuti rombongan manusia-manusia beriman itu dengan membawa bala tentaranya secara zalim dan melampaui batas. Apa yang terjadi? Lautan kemudian menelannya, dan Allah alirkan air laut di atas kepalanya, sebagai balasan yang setimpal dari apa yang ia ucapkan sebelumnya. Orang-orang Mesir pun setelah itu melihatnya tidak lebih dari sekedar bangkai tubuh yang berbau busuk setelah sebelumnya mereka menyembahnya sebagai sekutu Allah. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya engkau menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu" [QS. Yûnus: 92]

Demikian juga, Al-Quran menceritakan kisah kezaliman Qarun. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, tetapi ia berlaku zalim terhadap mereka." [QS. Al-Qashash: 76]

Di antara nasihat yang diberikan oleh orang-orang kepada Qarun ketika itu adalah apa yang tertera dalam firman Allah (yang artinya): "Dan janganlah engkau berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." [QS. Al-Qashash: 77]

Namun Qarun tidak pernah mengindahkan nasihat itu. Allah—Subhânahu wata`âlâ—pun kemudian membinasakannya, sebagaimana tercantum dalam firman Allah (yang artinya): "Maka Kami benamkan ia (Qarun) beserta rumahnya ke dalam bumi." [QS. Al-Qashash: 76]

Sesungguhnya kezaliman umat-umat terdahulu terhadap para nabi dan rasul mengandung pesan dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Sungguh Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah mengazab mereka dengan azab-Nya yang maha dahsyat. Hari-hari terus berlalu membawa pergi kaum Nabi Nuh—`Alaihis salâm, kaum 'Âd, kaum Tsamud, dan banyak lagi kaum-kaum yang lain, untuk kemudian menyerahkan mereka kepada Tuhan mereka dan menghadapkan mereka kepada semua perbuatan mereka di dunia. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah engkau melihat seorang pun dari mereka atau (adakah) engkau dengar suara samar-samar mereka?" [QS. Maryam: 98]

Artikel Terkait