Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. ADAB ISLAM
  4. Adab Kepada Diri Sendiri

`Iffah; Tonggak Kehormatan dan Kesucian Masyarakat

`Iffah; Tonggak Kehormatan dan Kesucian Masyarakat

Dahulu, musuh Umat ini pernah mengatakan: "Piala dan wanita adalah dua senjata yang lebih ampuh menghancurkan umat Muhammad dibandingkan seribu meriam. Karena itu, tenggelamkanlah mereka dalam cinta materi dan syahwat."

Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallamtelah memperingatkan umat beliau tentang bahaya fitnah wanita dalam sabda beliau: "Tidak ada fitnah yang paling berbahaya terhadap kaum laki-laki sepeninggalku melebihi wanita."

Metode Al-Quran dalam mengantisipasi godaan yang satu ini demikian indah. Ajaran Islam berusaha memberikan solusi dengan menutup rapat semua pintu-pintu yang mungkin mengantarkan pemeluknya kepada keburukan sehingga terjatuh ke dalam maksiat atau fitnah wanita.

Islam mengharamkan perbuatan zina, lalu menutup semua jalan yang mengantarkan kepadanya. Dan salah satu cara yang dipakai oleh Islam untuk melindungi pemeluknya—baik secara pribadi maupun masyarakat—dari bahaya zina adalah dengan memotivasi mereka agar selalu menjaga `iffah dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji.

Maksud dari `iffah di sini adalah mencegah diri dari hal-hal yang diharamkan dalam masalah ini, yaitu fitnah wanita. 'Iffah merupakan akhlak terpuji yang akan mengantarkan pemiliknya kepada kebaikan dunia dan Akhirat.

Ibnul Qayyim—semoga Allah merahmatinya—mengatakan, "Dalam 'iffah itu ada kenikmatan yang lebih dahsyat daripada melampiaskan birahi. Akan tetapi kenikmatan itu harus didahului oleh kepedihan mengekang nafsu, baru setelah itu akan diikuti oleh kenikmatan. Adapun melampiaskan nafsu, ia adalah sebaliknya (kesenangan yang membuahkan kepedihan)."

Menundukkan Pandangan Adalah Bagian dari `Iffah.

Mata yang diberikan kebebasan memandang hal-hal yang diharamkan Allah adalah salah satu penyebab utama terjerumusnya manusia ke dalam maksiat. Karena itu, Allah memerintahkan kepada kita untuk menundukkan pandangan, sebagaimana diabadikan dalam firman-Nya (yang artinya): "Katakanlah kepada kaum laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." [QS. An-Nûr: 30]

Ketika NabiShallallâhu `alaihi wasallamditanya tentang pandnagan yang tidak disengaja, beliau menjawab, "Cepat palingkan pandanganmu." Karena orang yang menjaga pandangannya pasti akan terjaga kemaluannya.

Hijab Muslimah Adalah `Iffah dan Lambang Kesucian

Ayat-ayat yang menyeru kaum muslimah untuk berhijab pada hakikatnya mengajak dan memotivasi mereka untuk bersikap `iffah. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka." [QS. Al-Ahzâb: 53];

· "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu." [QS. Al-Ahzâb: 59]

Begitulah, sesungguhnya hijab wanita muslimah, selain merupakan benteng pelindung diri mereka, juga merupakan salah satu sarana untuk menyebarkan `iffah dalam masyarakat.

Menjaga Kemaluan Adalah Jalan Menuju Surga

Ketika menggambarkan orang-orang mukmin yang beruntung dan menjadi penghuni Surga, AllahSubhânahu wa Ta`âlâberfirman (yang artinya): "Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulkan kepada mereka) dan janji mereka, dan orang-orang yang memelihara shalat mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) akan mewarisi surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya." [QS. Al-Mu'minûn: 5-11]

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda:

· "Ada tujuh golongan yang kelak dinaungi oleh Allah dalam naungannya. (di antaranya adalah): laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita cantik dan berkedudukan tinggi, tetapi ia mengatakan, 'Aku takut kepada Allah'."

· "Barang siapa yang dapat menjamin kepadaku (untuk selalu menjaga) apa yang terletak di antara kedua kakinya dan apa yang terletak di antara dua jenggotnya aku akan menjamin bahwa ia akan mendapatkan Surga."

`Iffah Menyelamatkan Pemiliknya dari Kebinasaan

Dalam hadits yang bercerita tentang tiga laki-laki yang terjebak di dalam sebuah gua disebutkan bahwa mereka berdoa kepada Allah dengan menyebut amal-amal shalih yang pernah mereka kerjakan. Salah seorang di antara mereka berdoa dengan menyebut usahanya menjaga kehormatan diri dan meninggalkan zina, padahal ia mempunyai peluang untuk melakukan itu. Melalui doa itu, Allah pun kemudian menyelamatkan mereka dari kebinasaan.

Segera Menikah

Di antara faktor pembantu dalam menjaga `iffah adalah pernikahan. Karena itu, Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—sangat memotivasi umat beliau untuk bersegera menikah dan tidak menunda-nundanya. Beliau bersabda, "Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang sudah memiliki kesanggupan, hendaklah ia menikah. Karena itu lebih memungkinkan untuk menjaga pandangan dan menjaga kemaluan."

Bahkan melalui lisan Nabi-Nya, Allah telah menjanjikan pertolongan untuk orang yang menikah karena menjaga `iffah-nya. Hal itu disebutkan oleh Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—dalam sabda beliau, "Tiga golongan yang sudah menjadi kewajiban bagi Allah untuk menolong mereka; yaitu (salah satunya) orang yang menikah untuk menjaga 'iffah (kehormatan)-nya."

`Iffah Menjaga Masyarakat

Benar adanya, bahwa 'iffah akan menjaga masyarakat. Karena orang yang selalu berusaha menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan juga akan mendapatkan jaminan kesucian istrinya. Dalam hadits disebutkan: "Jagalah 'iffah (kehormatan) kalian, niscaya kehormatan istri kalian juga akan dijaga."

Coba bayangkan kondisi sebuah masyarakat bila semangat menjaga kesucian diri telah menyebar di tengah mereka. Mereka akan saling mengunjungi dan saling mencintai satu sama lain. Rasa aman pun akan terwujud, dan kesucian keturunan pun akan terjaga.

Sebaliknya, lihatlah apa yang terjadi pada masyarakat yang kurang menjaga kehormatan diri. Mereka hidup penuh dengan ketakutan, tanpa rasa aman. Percampuran nasab terjadi, zina dan selingkuh pun menyebar luas, karena perbuatan selalu dibalas dengan balasan serupa.

Para salafus shalih telah memberikan contoh terbaik dalam menjaga `iffah. Salah satunya terlihat dalam kisah `Ubaid ibnu `Umair—semoga Allah merahmatinya—bersama seorang wanita dari Mekah.

Abul Faraj Ibnul Jauzi menceritakan: "Di Mekah, ada seorang wanita cantik yang telah bersuami. Suatu hari, ia memperhatikan wajahnya di cemin seraya berkata kepada suaminya, 'Menurutmu, adakah orang yang tidak tergoda melihat wajahku ini?' Suaminya menjawab, 'Ada'. Istrinya bertanya, 'Siapa?'. Suaminya pun menjawab, 'Ubaid ibnu 'Umair'. Si istri berkata, 'Izinkanlah aku (untuk menemuinya), niscaya aku akan membuatnya tergoda'. Suaminya berkata, 'Aku izinkan'. Lalu datanglah perempuan itu menemui `Ubaid, seolah-olah ingin meminta fatwa. Ia menyendiri bersama `Ubaid di samping Masjidil Haram. Wanita itu lalu membuka wajahnya sehingga terlihat laksana cahaya rembulan. `Ubaid pun menegurnya, 'Wahai hamba Allah, tutuplah wajahmu'. Wanita itu menjawab, 'Aku tergoda olehmu (ingin melakukan maksiat denganmu)'. Mendengar itu, `Ubaid berkata, 'Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu. Jika engkau jujur kepadaku aku akan mempertimbangkan hasratmu'. Wanita itu berkata, 'Aku akan menjawab dengan jujur pertanyaan apa pun yang engkau ajukan kepadaku'. `Ubaid lalu bertanya, 'Apabila Malaikat Maut datang mencabut nyawamu saat ini, apakah engkau masih ingin aku memenuhi hasratmu itu?' Ia menjawab, 'Tentu tidak'. `Ubaid berkata, 'Engkau telah jujur. Jika engkau memasuki kuburmu saat ini, lalu engkau didudukkan untuk menjawab pertanyaan Malaikat, apakah engkau masih ingin aku penuhi hasratmu itu?' Wanita itu menjawab, 'Tentu tidak'. `Ubaid kembali berkata, 'Engkau telah jujur. Kemudian jika manusia diberikan buku catatan amal mereka di Akhirat dan engkau tidak tahu apakah engkau akan mengambil buku amalmu dengan tangan kanan atau tangan kirimu, apakah engkau masih menginginkan aku memenuhi hasratmu itu?' Wanita itu menjawab, 'Tentu tentu'. `Ubaid berkata lagi, 'Engkau telah berkata jujur. Lantas jika engkau meniti shirât (jembatan titian di atas Neraka) sementara engkau tidak tahu apakah engkau akan lolos atau tidak, apakah engkau masih ingin aku memenuhi hasratmu itu?' Wanita itu kembali menjawab, 'Tentu tidak. `Ubaid berkata lagi, 'Engkau telah berkata jujur. Lalu jika timbangan amal disiapkan sementara engkau tidak tahu apakah timbangan kebaikanmu ringan atau berat, apakah engkau masih ingin aku memenuhi hasratmu itu?' Wanita itu menjawab serupa, 'Tentu tidak'. Lalu `Ubaid berkata, 'Engkau telah berkata jujur. Takutlah kepada Allah, karena Dia telah memberimu berbagai nikmat dan telah berbuat baik kepadamu'. Wanita itu pun kemudian pulang menemui suaminya. Suaminya lalu bertanya, 'Apa yang telah engkau lakukan?' Istrinya menjawab, 'Engkau adalah pengangguran dan kita adalah pengangguran (pemalas)'. Setelah itu, ia pun menjadi wanita yang rajin beribadah, shalat, dan puasa. Sampai akhirnya suaminya berkata, 'Apa yang telah dilakukan oleh `Ubaid ibnu `Amru? Ia telah merusak istriku. Dulu ia selalu menjadi pengantin cantik bagiku setiap malam. Namun kini ia telah berubah menjadi rahib (ahli ibadah)'." [Raudhatul Muhibbîn: 340]

Pembaca yang aku cintai karena Allah, jika Anda ingin merasakan manisnya iman, merasakan hidup terpuji, penuh kemuliaan, dan terjaga kehormatan, maka jagalah `iffah Anda.

Artikel Terkait