Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. ADAB ISLAM
  4. Adab Kepada Orang Lain

Tepat Janji; Akhlak Orang-orang Mulia

Tepat Janji; Akhlak Orang-orang Mulia

Tepat janji adalah salah satu akhlak mulia dan etika yang terpuji. Ia merupakan satu di antara sifat yang dimiliki oleh jiwa-jiwa agung, dan membuat pelakunya begitu terhormat di mata orang banyak, dipercaya oleh semua manusia. Sebuah ungkapan mengatakan: "Janji laksana wajah, dan menepatinya ibarat kecantikannya. Janji laksana awan, menepatinya ibarat hujannya."

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Dan tidak ada Agama bagi orang yang tidak menepati janji." [HR. Ahmad]. Benar, seorang muslim tidak akan pernah naik menapaki tangga-tangga keimanan kecuali bila ia selalu menepati janjinya.

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Hai orang-orang yang beriman, tepatilah janji-janji kalian." [QS. Al-Mâ'idah: 1];

· "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bila kalian mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan." [QS. Ash-Shaf: 2-3]

Tepat janji adalah salah satu sifat terpenting dalam fitrah kemanusiaan. Siapa yang tidak memiliki sifat ini berarti telah melenceng dari fitrah kemanusiaannya. Manusia selalu membutuhkan kerjasama, sementara kerjasama tidak akan pernah terwujud tanpa menjaga dan menepati janji. Karena bila tidak demikian, niscaya hati akan saling membenci, dan interaksi dalam hidup pun akan sirna.

Betapa luar biasa kesetiaan seorang Samaw`al memegang janjinya menjaga perisa-perisai mahal milik Imru` Al-Qais. Kisah mereka menunjukkan betapa kesetiaan memegang janji memiliki kedudukan demikian agung di tengah masyarakat Arab Jahiliah. Dan Islam datang untuk mengakui dan melestarikan itu. Tetapi anehnya, ia justru hanya sedikit dimiliki oleh manusia, sehingga Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji." [QS. Al-A`râf: 102]. Ia juga menjadi perumpamaan yang populer tentang barang yang langka, karena orang Arab biasa mengungkapkan: "Lebih langka daripada kesetiaan memegang janji."

Beberapa Macam Tepat Janji

Akhlak menepati janji ada beberapa macam. Bila dipandang dari objek yang dipenuhi (ditepati), ia terbagi kepada: menepati janji, memenuhi ikrar, dan menjaga akad kesepakatan. Bila dipandang dari sisi pihak kedua yang diberikan sikap itu oleh pelakunya, maka ia terbagi kepada: menepati janji dengan Allah, menepati janji dengan Rasulullah, dan menepati janji dengan sesama manusia. Dalam tulisan ini, kita hanya akan membicarakan tentang sikap tepat janji sengan sesama manusia.

Berbicara tepat janji dengan sesama manusia berarti berbicara tentang akhlak yang begitu sering dilanggar. Betapa banyak manusia yang memberikan janji tetapi kemudian memungkirinya. Berapa banyak orang yang membuat perjanjian dan ikrar tetapi kemudian mengkhianatinya. Padahal, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, penghulu manusia-manusia yang setia kepada janji, senantiasa menepati janji, bahkan bersama orang-orang kafir sekalipun. Ketika beliau kembali dari Thaif dalam kondisi sedih karena penolakan penduduk negeri itu terhadap dakwah beliau serta penganiayaan yang mereka lakukan terhadap diri beliau, beliau tidak mau masuk ke kota Mekah dalam kondisi yang sama dengan ketika beliau meninggalkannya. Beliau memilih untuk masuk ke dalam jaminan perlindungan salah seorang tokoh negeri itu. Adalah Al-Muth`im ibnu `Adiy yang menerima beliau untuk masuk ke dalam jaminannya. Al-Muth`im kemudian mengumpulkan anggota kabilahnya, serta memerintahkan mereka untuk memakai baju-baju perang dan memegang senjata-senjata mereka, lalu ia mengumumkan bahwa Muhammad berada dalam jaminan keselamatannya. Setelah itu, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—pun masuk ke Masjidil Haram, thawaf di sekeliling Ka`bah, dan melakukan shalat dua rakaat di sana. Tidak lama setelah itu, beliau hijrah dan mendirikan negara Islam di Madinah. Pada saat perang Badar, beliau berhasil mengalahkan kaum musyrikin dan menawan cukup banyak pasukan mereka. Ketika itu, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Kalau seandainya Al-Muth`im ibnu `Adiy masih hidup, kemudian ia meminta kepadaku untuk melepaskan mereka ini, niscaya akan aku lepaskan mereka semuanya." [HR. Al-Bukhâri]. Lihatlah bagaimana kesetiaan Rasulullah, bahkan kepada orang-orang musyrik sekalipun.

Apakah Anda mengenal Abul Bukhturi ibnu Hisyam? Ia adalah salah satu tokoh langka di kalangan kaum musyrikin yang berjuang menanggalkan kertas ikrar boikot yang zalim terhadap umat Islam di Mekah. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—kemudian tetap mengenang jasa baiknya itu. Ketika terjadi perang Badar, beliau bersabda, "Dan siapa yang bertemu dengan Abul Bukhturi ibnu Hisyam janganlah ia membunuhnya."

Apakah Anda selalu mengenang orang-orang yang telah berbuat baik kepada Anda dalam hidup Anda? Apakah Anda selalu ingat jasa-jasa orang tua Anda? Apakah Anda juga selalu mengenang kebaikan guru Anda? Orang yang setia selalu ingat kebaikan orang lain dan tidak pernah melupakannya walaupun setelah puluhan tahun.

Kemudian, saya ingin bertanya kepada Anda, apakah Anda telah memaafkan orang yang berbuat jahat kepada Anda sekarang karena ia pernah berbuat baik kepada Anda di masa lampau?

Di sini, saya tuliskan untuk Anda kisah seorang laki-laki musyrik yang datang untuk berunding dengan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—sebelum perjanjian Hudaibiyah. Ia adalah `Urwah ibnu Mas`ud Ats-Tsaqafi yang kemudian hari memeluk Islam. Ia ketika itu berkata kepada Rasulullah, "Aku benar-benar melihat wajah-wajah dan orang-orang rendahan yang pasti akan lari meninggalkanmu." Mendengar itu, Berkatalah Abu Bakar, "Hisaplah kemaluan Latta! Apakah mungkin kami akan lari dan meninggalkan beliau?" `Urwah bertanya, "Siapa orang ini?" Mereka menjawab, "Abu Bakar." `Urwah lalu berkata, "Demi Yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau bukan karena engkau pernah berjasa kepadaku, pasti tidak aku biarkan engkau mengatakan itu, melainkan pasti aku balas."

Apakah Anda pernah membaca atau mendengar kisah ini? Apakah Anda merasa tersentak dengan kesetiaan seorang laki-laki musyrik ini? Apakah Anda pernah mencari sebab mengapa ia tidak mau membalas ucapan Abu Bakar—Semoga Allah meridhainya—itu?

Kemudian, apakah Anda sudah menepati janji apabila Anda mengikrarkannya? Jika jawabannya adalah sudah, bergembiralah mendengar sabda Nabi Anda—Shallallâhu `alaihi wasallam: "Jaminlah untukku enam perkara pada diri kalian, niscaya aku akan menjamin Surga untuk kalian, yaitu: Jujurlah apabila kalian berbicara, tepatilah bila kalian berjanji, tunaikanlah apabila kalian diberi amanah, peliharalah kemaluan kalian, tundukkanlah (jagalah) pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian (dari menyakiti orang lain)." [HR. Ahmad, Al-Hâkim; shahîh]

Tetapi jika jawabannya adalah sebaliknya, mulailah dari sekarang, sucikanlah diri Anda dari penyakit itu, karena ia merupakan salah satu karakter kemunafikan dalam perbuatan. Dan tentunya Anda tidaklah seperti itu. Perhatikanlah selalu sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: apabila berbicara ia bohong, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila dipercayai ia khianat." [HR. Al-Bukhâri]

Kini, apakah Anda sudah selalu menepati janji yang keluar dari mulut Anda? Menepati janji merupakan salah satu akhlak Islam yang paling agung. Apakah Anda tahu Kota Homs? Apakah Anda tahu bagaimana penduduknya masuk Islam? Pada waktu itu, umat Islam berhasil menaklukkan banyak negeri-negeri di daratan Syam, lalu mereka mengajak penduduk kota Homs yang ketika itu memeluk Kristen untuk memeluk Islam. Tapi mereka enggan menerima ajakan itu, dan hanya bersedia membayar jizyah. Sebagai kompensasi dari jizyah itu, umat Islam selalu konsisten melindungi dan membela mereka. Tetapi kemudian ternyata pasukan Romawi kembali menyusun pasukan untuk menyerang kaum muslimin. Sehingga pada suatu ketika, pasukan muslimin yang ada di kota Homs diminta untuk keluar dan bergabung dengan pasukan di daerah-daerah lain di Syam. Oleh karena itu, kaum muslimin berinisiatif untuk mengembalikan harta jizyah yang dibayar oleh penduduk Kristen di Homs. Para penduduk Homs itu pun heran, lalu bertanya kepada kaum muslimin, "Mengapa kalian mengembalikan harta jizyah ini?" Kaum muslimin menjawab bahwa mereka melakukan itu karena tidak lagi bisa melindungi penduduk Homs, sementara mereka mengambil jizyah itu dengan syarat harus melindungi penduduk Kristen di sana. Sehingga ketika mereka tidak lagi mampu memenuhi persyaratan tersebut, adalah sebuah kewajiban bagi mereka untuk mengembalikan harta para penduduk itu. Saat itulah penduduk Homs merasakan keagungan Agama ini, serta ketinggian akhlak para pemeluknya. Mereka pun kemudian memutuskan untuk memeluk Islam, dan pasukan kaum muslimin akhirnya tetap di sana melindungi penduduk Homs dari serangan bangsa Romawi.

Sudah bisakah Anda melihat betapa dahsyatnya efek yang ditimbulkan oleh sikap setia dan tepat janji ini?!!

Pembahasan tentang sikap setia dan tepat janji adalah pembahasan yang begitu panjang, tetapi saya khawatir akan membuat Anda jenuh. Semoga Allah menjadikan kita semua manusia-manusia yang setia kepada janji.

Artikel Terkait