Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Jalan Menuju Surga

Berbakti Kepada Orang Tua Adalah Jalan Menuju Surga

 Berbakti Kepada Orang Tua Adalah Jalan Menuju Surga

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua mereka. Perintah itu Allah sandingkan dengan perintah untuk menyembah dan tidak mempersekutukan-Nya, agar manusia dapat melihat betapa agung dan tingginya posisi berbakti kepada orang tua dalam Agama ini. Selain itu, Allah juga memerintahkan manusia untuk berterima kasih kepada kedua orang tua, seraya mengingatkan bahwa berterima kasih kepada mereka juga berarti berterima kasih (bersyukur) kepada-Nya.

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak kalian." [QS. An-Nisâ': 36]

Ibnu Abbas—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Maksudnya adalah memperlakukan mereka dengan baik disertai dengan kelembutan sikap. Dengan demikian, tidak boleh menjawab perkataan mereka dengan kasar, tidak boleh memandang mereka dengan mata tajam, dan tidak boleh mengangkat suara kepada mereka. Sebaliknya, seorang anak harus merendahkan diri di depan orang tuanya, laksana budak di depan tuannya."

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah engkau membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan, dan ucapkanlah: 'Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil'." [QS. Al-'Isrâ': 23-24]

Lihatlah, wahai pembaca yang budiman, bagaimana bahasa Al-Quran mengaitkan antara bakti kepada orang tua dengan penyembahan terhadap Allah, untuk memperlihatkan besarnya nilai bakti itu di sisi Allah. Dengan bahasa sendu dan ilustrasi tajam seperti ini, Al-Quran ingin membangkitkan semangat bakti dan kasih sayang di hati semua anak terhadap orang tua mereka. Betapa generasi tua inilah yang menjadi tempat anak menyerap segala madu, segenap keindahan, dan sepenuh perhatian. Dan saat mereka kini beranjak tua menuju akhir kehidupan, bila maut belum menjemput, mereka juga berhak untuk berbahagia.

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang." [QS. Al-'Isrâ': 24]. Sebuah ungkapan yang begitu transparan dan lembut, menyentuh relung-relung kalbu dan dinding-dinding perasaan. Ya, itulah kasih sayang; kelembutan dan kehalusan yang membuat seorang anak begitu tunduk, tidak mampu mengangkat kepala, tidak kuasa menolak perintah. Adakah balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula?

Lihatlah kedua orang tua Anda. Betapa banyak mereka harus mengorbankan keinginan demi Anda. Bila Anda tidak ada di hadapan mereka, mereka seakan berada dalam penjara. Kini, kehidupan mereka bersama Anda tinggal laksana sisa-sisa matahari di hari senja. Mereka telah mengasuh Anda begitu lama. Sekarang, asuhlah mereka sebentar saja, "dan ucapkanlah: 'Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil'."

Betapa sering malam-malam mereka lalui tanpa tidur sampai pagi, demi Anda. Mereka menimang-nimang Anda laksana perindu di negeri asing. Bila Anda sakit, mereka teteskan air mata yang tidak lagi kuasa mengalir. Mereka tidak ingin membaringkan Anda kecuali di telapak tangan dan pelukan mereka. Karena itu, "ucapkanlah: 'Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil'."

Mereka bersihkan kotoran Anda, dan mereka dambakan keabadian hidup Anda. Tapi bila Anda mendapatkan sedikit rasa sakit dari mereka, Anda segera mengeluh. Betapa sering mereka menyuapkan manisan ke mulut Anda, sementara mereka hanya menelan pahit. Karena itu, mari berikan bakti kepada mereka, jangan durhakai mereka. "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil."

Tidaklah Sama

Seorang laki-laki suatu ketika berkata kepada Umar ibnul Khaththâb, "Aku memiliki seorang ibu yang sudah tua. Setiap kali buang hajat, tidak ada yang menjadi sandarannya kecuali punggungku (aku selalu menggendongnya ke tempat buang hajat). Apakah aku sudah menunaikan haknya?" Umar menjawab, "Belum. Karena dahulu ia melakukan hal seperti itu sambil berharap engkau tetap ada. Dan engkau melakukan itu sembari berharap segera terlepas darinya."

Benar! Demi Allah, andaikan anak menghabiskan semua usianya untuk melayani kedua orang tuanya, niscaya ia belum akan mampu menunaikan hak mereka. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Seorang anak tidak bisa membalas jasa-jasa orang tuanya, kecuali bila mendapatinya dalam status budak lalu ia memerdekakannya."

Hak Ibu Demikian Besar

Karena hak seorang ibu demikian besar, Islam mendorong umatnya untuk melebihkan bakti kepada ibu, serta lebih menjaga hak-haknya. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." [QS. Luqmân: 14]

Sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa pada suatu ketika, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, lalu bertanya, "Siapakah orang yang paling berhak untuk mendapatkan perlakuan yang baik dariku?" Beliau menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian siapa." Beliau kembali menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Barulah beliau menjawab, "Kemudian bapakmu." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Surga Ada di Bawah Telapak Kaki Orang Tua

Siapa pun yang diberikan nikmat oleh Allah dengan masih hidupnya kedua orang tuanya atau salah seorang dari mereka berarti sedang Allah bukakan pintu menuju Surga. Hal itu ditegaskan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—dalam sabda beliau, "Orang tua adalah pintu Surga yang paling pertengahan."

Dalam hadits lain, diceritakan bahwa suatu ketika, seorang laki-laki datang menemui Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—seraya berkata, "Wahai Rasulullah, aku ingin ikut berperang, dan aku datang untuk meminta pendapat Anda." Beliau bertanya, "Apakah engkau memiliki ibu?" Ia menjawab, "Iya." Beliau pun bersabda, "Rawatlah ia selalu, karena Surga ada di bawah kedua kakinya." [HR. Ahmad dan lain-lain]

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—juga bersabda, "Aku memasuki Surga dan mendengar bacaan (Al-Quran), lalu aku bertanya, 'Siapakah itu?' Lalu dijawab, 'Hâritsah ibnun Nu'mân'. Aku pun berkata, 'Seperti itulah bakti (kepada kedua orang tua), seperti itulah bakti (kepada kedua orang tua)'." Hâritsah ini adalah sosok yang sangat berbakti kepada ibunya.

Balasan Sesuai dengan Amalan yang Dilakukan

Sebagian orang tua mengeluh tentang perilaku kasar dan kedurhakaan anak-anak mereka. Hal yang mesti disadari sebenarnya adalah bahwa balasan biasanya sama dengan perbuatan yang dilakukan. Orang yang berbakti kepada orang tuanya niscaya kelak juga akan mendapatkan bakti dari anak-anaknya. Sebaliknya, orang yang mendurhakai orang tuanya juga pasti akan didurhakai oleh anak-anaknya. Karena itu, jika ingin anak-anak Anda berbakti kepada Anda, Anda harus berbakti kepada orang tua Anda. Karena Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Berbaktilah kepada orang tua kalian, niscaya anak-anak kalian juga akan berbakti kepada kalian."

Lihatlah misalnya Khalîlullah, Ibrahim—'Alihis Salam, begitu santun dan lembut dalam mendakwahi ayahnya. Saat sang bapak membalas kesantunan itu dengan sangat kasar, Ibrahim hanya mengatakan (yang artinya): "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu. Aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku." [QS. Maryam: 47]. Balasan yang ia terima di kemudian hari ternyata setara dengan apa yang ia lakukan itu. Allah mengaruniakan kepadanya seorang anak yang shalih, yaitu Nabi Ismail—'Alihis Salam. Ketika Ibrahim memberitahukan kepadanya bahwa Allah memerintahkan untuk menyembelihnya, ia berkata (yang artinya): "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu." [QS. Ash-Shâffât: 102]

Satu hal lain yang juga harus selalu diingat oleh para anak adalah bahwa mereka tidak akan pernah menemukan seorang makhluk pun yang lebih sayang kepada mereka daripada orang tua mereka, bahkan tidak juga istri, anak-anak, atau teman-teman mereka.

Berbakti kepada Orang Tua Setelah Mereka Wafat

Bakti kepada orang tua tidak terbatas hanya ketika mereka hidup. Bakti tidak boleh berhenti dengan wafatnya mereka, bahkan kewajiban berbakti itu terus abadi bahkan setelah mereka wafat sekalipun, bagi orang yang mengharapkan kebaikan. Di antara bentuk bakti kepada orang tua setelah mereka wafat adalah sebagai berikut:

1. Memintakan ampun untuk mereka.

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Apabila anak Adam meninggal dunia terputuslah darinya amalnya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan (doa dari) anak shalih yang mendoakannya." [HR. Muslim]

Dalam hadits lain disebutkan: "Orang yang meninggal diangkat derajatnya setelah ia wafat, lalu ia berkata, 'Wahai Tuhan, apa yang membuat ini terjadi?' Kemudian dijawab, 'Anakmu memohonkan ampun untukmu'." [HR. Ahmad dan Al-Bukhâri dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad. Menurut Al-Bûshairi: Sanadnya shahîh. Menurut Al-Albâni: hasan]

2. Bersedekah untuk mereka.

Seorang laki-laki pernah berkata kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Ibuku telah meninggal dunia, apakah berguna baginya bila aku bersedekah atas namanya?" Beliau menjawab, "Iya (berguna)." Lalu ia berkata, "Aku memiliki sebuah kebun, dan sekarang aku persaksikan kepadamu bahwa aku menyedekahkan itu atas namanya."

Dlam hadits lain, Abu Sa'îd As-Sâ'idi menceritakan, "Pada saat kami duduk di dekat Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pada suatu ketika, tiba-tiba datang seorang laki-laki dari Bani Salamah berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa bakti yang bisa aku berikan kepada orang tuaku setelah mereka meninggal dunia?' Beliau menjawab, 'Masih, yaitu berdoa untuk mereka, memintakan ampun untuk mereka, menjalankan janji mereka setelah mereka meninggal, menyambungkan silaturahim yang tidak tersambungkan kecuali dengan keberadaan mereka, dan memuliakan teman-teman mereka'." [Menurut Al-Albâni: Dha'îf]

Imam Muslim dalam kitab Shahîh-nya meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Umar—Semoga Allah meridhainya, bahwa ketika ia pergi ke Mekah, ia membawa seekor keledai yang ia gunakan sebagai tempat istirahat bila ia merasa lelah menaiki unta. Ia juga membawa sehelai sorban yang ia gunakan untuk mengikat kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia sedang berada di atas keledai itu, datanglah seorang laki-laki badui, lalu Ibnu Umar berkata kepadanya, "Bukankah engkau anak si Fulan?" Orang itu menjawab, "Benar." Ibnu Umar pun memberikan kepadanya keledai itu seraya berkata, "Kendarailah ini." Ia juga memberikan sorbannya seraya berkata, "Ikatlah kepalamu dengannya." Melihat itu, beberapa sahabatnya berkata, "Semoga Allah mengampunimu, mengapa engkau berikan kepadanya keledai yang engkau gunakan untuk istirahat dan sorban yang engkau pakai untuk mengikat kepalamu itu?" Ibnu Umar menjawab, "Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya salah satu bentuk bakti yang paling baik adalah ketika seseorang menghubungkan silaturahim dengan keluarga orang yang disayangi oleh bapaknya'. Ayah laki-laki itu dahulu adalah orang yang disayangi oleh ayahku, Umar." [HR. Muslim]

Dalam hadits lain, Ibnu Abi Burdah menceritakan, "Setelah aku datang ke Madinah, datanglah kepadaku Abdullah ibnu Umar, lalu ia berkata, 'Tahukah engkau mengapa aku mendatangimu?' Aku menjawab, 'Tidak'. Ia berkata, 'Aku pernah mendengar Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, 'Barang siapa yang ingin menyambungkan hubungan dengan ayahnya di dalam kuburnya hendaklah ia menyambungkan hubungan dengan teman-teman ayahnya setelah kematiannya'. Dahulu, antara ayahku, Umar, dengan ayahmu terdapat hubungan persaudaraan dan kasih sayang, kini aku ingin menyambungkan itu'." [HR. Ibnu Hibbân. Menurut Al-Albâni: shahîh]

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk berbakti kepada orang tua kita.

Artikel Terkait