Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Puasa

Allah Mengambulkan Doa Para Hamba

Allah Mengambulkan Doa Para Hamba

Oleh: Yahya Al-Bulini

Bukanlah sebuah hal yang kebetulan ketika ayat (yang artinya): "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku…" [QS. Al-Baqarah: 186] terletak di tengah ayat-ayat yang berbicara tentang puasa dalam surat Al-Baqarah, untuk menarik perhatian seluruh Umat tentang kedudukan, urgensi, dan keistimewaan doa pada bulan Ramadhan.

Umat Islam memenangi sebagian besar peperangan yang dilaluinya pada bulan Ramadhan. Karena pada saat itu, umat Islam menghadapi dua perang besar, perang internal bersama dirinya dan perang eksternal melawan musuhnya. Hasil perang eksternalnya melawan musuh selalu ditentukan oleh perang internalnya bersama dirinya. Ketika umat, dalam hal ini setiap individunya, berhasil mengalahkan syahwat, kecintaan terhadap dunia, dan kelemahan kemauan, maka ia akan menang melawan musuh eksternalnya, dengan izin Allah. Perang melawan musuh bagi mereka akan menjadi mudah dan remeh, tidak memakan waktu lama, dan tidak terlalu bergantung kepada kekuatan materil. Sebaliknya, ketika kemauan Umat ini lemah dan ia kalah dalam memerangi bisikan syahwat, maka ia akan selalu kalah menghadapi musuh luarnya, bahkan walaupun ia memiliki bekal dan persenjataan yang lebih banyak.

Untuk dapat menggapai kemenangan, seorang mukmin tentu harus memiliki senjata dalam setiap peperangan yang dihadapinya. Dan senjata paling penting dan paling ampuh yang harus dimilikinya—di samping persenjataan materil—adalah hubungan yang kuat dengan Tuhan, serta memperbanyak zikir dan doa kepada-Nya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kalian dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung." [QS. Al-Anfâl: 45]

Doa adalah pernyataan dan ikrar penghambaan, penyerahan diri, serta pengakuan akan kehinaan dan kefakiran diri seorang hamba kepada Penciptanya Yang Mahaperkasa. Oleh sebab itu, doa merupakan inti dan hakikat ibadah itu sendiri. Karena itu, setelah menyebutkan perintah untuk berdoa, Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—melanjutkan dengan firman-Nya tentang ibadah dalam ayat (yang artinya): "Dan Tuhanmu berfirman (yang artinya): 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahanam dalam keadaan hina dina'." [QS. Ghâfir: 60]

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, manusia paling banyak beribadah dan paling mengenal Allah, pada malam perang Badar terus berdoa, memohon dengan sepenuh hati, menangis dan mengadu, serta menampakkan kebutuhan beliau kepada Tuhan. Beliau berdiri begitu lama sembari mengangkat tangan, sampai sorban beliau terjatuh dari pundak beliau.

Dalam sebuah hadits shahîh disebutkan bahwa Umar ibnul Khaththâb—Semoga Allah meridhainya—menceritakan, "Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—pun menghadap ke Kiblat, lalu bermunajat kepada Allah: 'Ya Allah, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan padaku. Ya Allah, seandainya segolongan umat Islam ini musnah, niscaya Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi'. Beliau terus berdoa kepada Allah dengan mengangkat tangan dan menghadap Kiblat, sampai sorban beliau jatuh dari bahu beliau. Abu Bakar lalu mendatangi beliau dan mengambil sorban itu, lalu meletakkannya di bahu beliau. Abu Bakar berdiri di belakang beliau, seraya berkata, 'Wahai Nabi Allah, cukuplah doa Anda kepada Tuhan Anda. Dia pasti akan memenuhi apa yang telah Dia janjikan kepada Anda'." [HR. Muslim]

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—juga pernah berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya mereka kelaparan, maka berilah mereka makan. Sesungguhnya mereka tidak memiliki pakaian, maka berilah mereka pakaian."

Dengan karunia Allah, kemenangan berhasil diraih oleh umat Islam, ketika mereka berhasil memenangi peperangan internal bersama diri mereka, yang pertama dengan menggunakan senjata yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu doa.

Artikel Terkait