Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Puasa

Tiga Puluh Hari di Surga

Tiga Puluh Hari di Surga

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Untuk-Nya segala pujian yang terbaik. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dzat yang memfirmankan kebenaran dan menunjukkan jalan hidayah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.

Orang-orang yang malang di dunia ini meninggalkan dunia tanpa pernah merasakan hal terindah yang ada di dalamnya. Dan jika para raja atau anak-anak raja mengetahui kenikmatan yang kita miliki, niscaya mereka akan memerangi kita dengan pedang untuk merebutnya.

Ada saat di mana seseorang mengalami waktu-waktu indah, sehingga ia berkata: Kalaulah penduduk Surga berada dalam kenikmatan yang kita rasakan, sungguh mereka dalam kehidupan yang sangat baik. Sungguh tidak ada kenikmatan hidup hakiki selain kenikmatan hidup di Akhirat. Dan Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):

o "Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." [QS. Ar-Semoga Allah meridhainya`d: 28];

o "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya ia akan mendapatkan penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." [QS. Thâhâ: 124];

o "Katakanlah: 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan." [QS. Yûnus: 58]

Saat kami berusaha menggerakkan hati manusia agar berinteraksi dengan Ramadhan dengan cara yang berbeda, serta memandangnya dengan pandangan yang berbeda, sehingga terwujud apa yang menjadi tujuan disyariatkannya puasa Ramadhan, saya tiba-tiba tertarik pada sebuah pikiran menakjubkan! Saya berpikir, apakah kebenaran membutuhkan keterangan sedemikian rupa? Adakah seorang manusia berakal yang tidak mengetahui itu? Adakah seorang manusia berakal yang perlu dikatakan padanya betapa indahnya ketaatan, betapa indahnya engkau hidup di dalam kebersamaan Allah, betapa nikmatnya zikir, dan betapa beruntungnya orang-orang yang taat?

Masih perlukah seorang manusia berakal untuk diingatkan bahwa tiada tempat yang damai untuk mengadu selain Allah, sementara ia hidup di zaman materialistis seperti sekarang, di mana gaya materialis begitu kuat menekan urat saraf manusia sehingga frustasi menjadi fenomena yang umum. Masihkah perlu ia diingatkan tentang itu, padahal dunia sendiri telah membuktikan kepada para pencarinya bahwa ia tidak pantas untuk dikejar, tidak akan menambah apa pun bagi penduduknya selain kegundahan, kegelisahan, dan kesedihan? Butuhkan seorang berakal untuk dikatakan kepadanya bahwa tidak ada harapan bagimu kecuali dalam ketaatan kepada Allah, dan tidak ada jalan keluar bagimu kecuali melalui tangan-Nya?

Para pemilik hobi menggila pada bola, musik, mode, atau sesuap makanan dan masa depan anaknya, apakah yang mereka petik? Apakah yang mereka panen? Ah, kalau saja para makhluk dunia merasakan manisnya jalan ini, niscaya mereka tidak akan pernah mundur, tidak akan pernah berbalik, bahkan walau harus dipotong-potong dengan gunting.

Kalaulah manusia merasakan manisnya shalat, niscaya mereka akan berkata sebagaimana perkataan salah seorang tokoh generasi salaf yang indah: "Tidak sekali pun masuk waktu shalat melainkan aku sangat rindu kepadanya (shalat)." Bahkan mungkin mereka akan mengucapkan apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah: "Rehatkanlah kami dengannya (shalat), wahai Bilâl." Atau mungkin mereka akan mengerti makna sabda Nabi: "Telah dijadikan kebahagiaanku di dalam shalat." Mungkin juga mereka akan berkata: "Aku ingin berdiri melakukan shalat sampai merasakan sakit."

Kalaulah kita merasakan nikmatnya rasa haus karena Allah, nikmatnya mengeluarkan harta yang paling kita cintai karena Allah, niscaya kita akan menjadi manusia yang berbeda, menjadi makhluk yang berbeda.

Karena itu, hendaklah tujuan dari puasa Ramadhan kita ini adalah untuk merasakan nikmatnya shalat, puasa, dan membaca Al-Quran. Merasakan manisnya kedekatan dengan Allah di saat sahur, manisnya meninggalkan gunjing, indahnya menahan pandangan, hebatnya menyembunyikan amarah, manisnya diam yang panjang dan zikir menyebut nama Allah.

Hendaknya Ramadhan kita jadikan sebagai upaya untuk merasakan sesuatu yang paling indah di dunia. Ya, orang-orang yang malang di dunia ini keluar meninggalkan dunia dengan tidak pernah merasakan hal terindah di dalamnya. Bayangkanlah wahai saudaraku yang terhormat, seorang laki-laki meninggal dunia pada umur tujuh puluh tahun dan pernah merasakan seluruh perhiasan dunia. Pernah merasakan lezatnya kedudukan, nikmatnya harta, manisnya keluarga, indahnya ketenaran, dan indahnya istri, tapi ia keluar dari dunia tanpa pernah menikmati lezatnya shalat walau hanya sekali. Bahkan tanpa pernah menikmati indahnya memahami untuk apa ia shalat. Ia keluar dari dunia tanpa pernah merasakan nikmatnya menangis karena takut kepada Allah. haula walâ quwwata illâ billâh.

Saya mengajak diri saya dan Anda semua pada bulan Ramadhan ini untuk berusaha mengubah beratnya beban ibadah menjadi kelezatan, menyulap susahnya melakukan ketaatan menjadi kenikmatan. Sehingga keinginan untuk menikmati Ramadhan menjadi keinginan yang meluap-luap.

Saya mengajak diri saya dan Anda semua untuk hidup pada hari-hari Ramadhan seolah-olah kita hidup tiga puluh hari di dalam Surga. Karena di dunia ini terdapat taman Surga, barang siapa yang tidak pernah memasukinya niscaya tidak akan dapat masuk ke taman Surga di Akhirat.

Artikel Terkait