Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Puasa

Keajaiban Puasa

Keajaiban Puasa

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)." [QS. Al-Baqarah: 256]. Ayat toleransi ajaran Islam ini terletak setelah ayat yang paling agung di dalam Al-Quran, yaitu Ayat Kursi. Hal itu tidak lain—wallâhu a`lam—adalah untuk menjelaskan bahwa Agama yang mulia ini tidak memerlukan cara paksaan untuk meraih kemenangan atas semua agama, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya. Dan penggunaan cara pemaksanaan adalah bukti suatu kelemahan. Allah—Subhânahu wata`âlâ—adalah Dzat Yang Maha Sempurna secara mutlak, sebagaimana disebutkan dalam Ayat Kursi. Sangat mudah bagi Allah untuk menjadikan Agama ini terlihat berkilau dengan menarik dan menyentuh hati manusia, serta menundukan jiwa mereka kepada keagungan Hujjah-Nya.

Artinya, jangan kalian memaksa manusia untuk memeluknya, tetapi cukup singkapkan pembatas yang menghalangi manusia untuk melihat cahayanya yang terang benderang itu, niscaya kilauan cahayanya akan menyilaukan mata dan menawan hati mereka.

Seorang muallaf menuturkan kepada saya kisah keislamannya, yang ternyata disebabkan oleh Ramadhan. Ia sangat takjub melihat kaum muslimin di daerah tempat tinggalnya. Tentang bagaimana mereka menengadahkan pandangan ke langit saat bulan Sya`ban berlalu, seolah sedang menunggu isyarat dari Sang Pencipta semesta dari atas langit sana untuk melakukan sesuatu setelahnya. Ketika mereka melihat hilal, mereka sangat gembira, seakan-akan mereka diberi berita yang sangat menggembirakan. Ia berkata, "Saat itu, saya tidak mengira bahwa sebab kegembiraan mereka itu adalah karena mereka akan segera mengekang syahwat-syahwat mereka sepanjang siang bulan Ramadhan. Syahwat-syahwat yang menyebabkan anak manusia saling membunuh. Syahwat penyulut peperangan yang membinasakan jutaan jiwa manusia. Mereka gembira karena akan bermunajat di hadapan Tuhan mereka di waktu malam."

Ia melanjutkan, "Fenomena itu menarik hati saya, dan berhasil menguasai jiwa saya. Sehingga saya pun ikut berpuasa bersama mereka, meskipun saya tidak tahu apa itu Islam, dan saya pun belum mengucapkan Dua Kalimat Syahadat. Saya hanya menahan diri dari makan dan minum, serta tidak melakukan hubungan intim dengan istri saya ketika para muslimin telah pergi untuk menunaikan shalat Subuh. Saya juga ikut berbuka puasa ketika saya mendengar azan Maghrib berkumandang, serta turut serta menunaikan shalat Tarawih bersama mereka di malam hari. Saya melakukan apa yang mereka lakukan; berdiri, rukuk, dan sujud, tetapi tidak mengucapkan apa pun dalam shalat saya. Saya merasakan ketenangan hati yang luar biasa, kedamaian yang tidak pernah saya rasakan sebelum ini. Sampai kemudian saat memasuki pertengahan bulan Ramadhan, imam mesjid memperhatikan saya, karena saya dirasa sebagai orang asing dalam jemaah mesjid itu. Kemudian beliau bertanya kepada saya tentang apa yang terjadi. Beliau sangat terkejut saat mendengar cerita saya, sehingga beliau mengumpulkan seluruh jemaah untuk turut mendengar kisah saya. Saat mereka mendengar kisah saya, mereka pun mengajarkan kepada saya tentang Islam. Saya kemudian mengucapkan Dua Kalimat Syahadat, dan mereka pun bertakbir! Mereka berkata, 'Anda telah mendapatkan hidayah melalui perantara bulan Ramadhan'. Mereka pun menamakan saya Ramadhan!"

Di antara keajaiban kekuasaan Allah di bulan Ramadhan adalah bahwa sekiranya semua filsuf dan para pemikir di seluruh dunia berkumpul untuk membuat seperenam penduduk bumi menjauhi syahwat, meninggalkan kenikmatan dunia, membiarkan perut mereka kosong, serta berkonsentrasi penuh kepada penyucian jiwa dari perkara-perkara duniawi dan memperbaiki akhlak, sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—dalam hadits: "Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan keji, maka Allah tidak membutuhkan (puasanya) saat ia meninggalkan makan dan minumnya." untuk satu hari saja, bukan satu bulan penuh, niscaya mereka akan mengaku tidak mampu melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Agama yang agung ini kepada para pemeluknya. Dalam tempo sebulan penuh dalam setahun, Ramadhan mengetepikan masalah perut dalam sejarah hidup manusia, untuk kemudian mengetengahkan urusan penyucian hati.

Oleh sebab itu pulalah barangkali—wallâhu a`lam—mengapa Allah menjadikan puasa hanya pada siang hari, tidak di malam hari, sehingga semuanya terlihat jelas oleh seluruh umat manusia. Tidak tersembunyi oleh gelapnya malam, tidak pula tersembunyi oleh rumah-rumah penduduk. Demi Allah, sesungguhnya ini adalah sebuah tanda kebesaran Allah yang begitu agung.

Saya juga mendengar satu kisah lain tentang keislaman seorang mualaf yang mirip dengan kisah di atas. Cerita ini dituturkan kepada saya oleh seorang wanita yang dahulunya tidak beragama Islam. Setiap kali datang bulan Ramadhan, ia selalu terdorong untuk menahan diri dari makan dan minum, serta menjauhkan diri dari suaminya. Ia selalu beralasan sakit jika suaminya berusaha mendekatinya pada siang hari.

Ia menuturkan, "Saya tidak sanggup makan dan minum sehingga saya mendengar kumandang azan dari mesjid-mesjid di kawasan rumah saya seiring terbenamnya matahari. Air mata mengalir dari kedua mata saya ketika mendapatkan selera makan saya sama sekali tidak ada sehingga saya mendengar azan Maghrib. Saya pun makan sembari menangis. Saat itu, saya berharap bisa menjadi seorang muslimah. Seandainya bukan karena rasa takut kepada suami, keluarga, dan kerabat dekat saya, tentu saya akan segera masuk Islam."

Kemudian wanita itu bertanya kepada saya apa yang harus ia lakukan? Saya berkata kepadanya, "Masuklah ke dalam Islam, dan ucapkanlah Dua Kalimat Syahadat, lalu sembunyikanlah keislaman Anda sehingga Allah membuka jalan keluar bagi Anda."

Tanyakanlah kepada para ulama yang berdakwah kepada orang-orang non-muslim, mereka akan menceritakan kepada Anda tentang berbagai kejaiban, betapa bulan Ramadhan merupakan bulan di mana orang berbondong-bondong masuk ke dalam Islam.

Di antara keajaiban lain dari bulan Ramadhan yang penuh berkah ini adalah bahwa Allah menjadikan kemenangan-kemenangan besar umat Islam terjadi di dalamnya. Fakta ini terjadi agar orang tidak mengatakan bahwa berpuasa dapat melemahkan fisik manusia, seperti yang dikatakan oleh mantan Presiden Tunisia, Burquibah, bahwa berpuasa dapat menghambat produktivitas! Sehingga ia mendesak Syaikh At-Thâhir ibnu `Asyûr untuk mengeluarkan fatwa bolehnya para pekerja untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan.

Di antara momentum keislaman yang diabadikan sejarah Tunisia kepada kita adalah ketika Syaikh At-Thâhir ibnu `Asyûr berbicara di radio negara tersebut. Beliau membaca firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." [QS. Al-Baqarah: 183], lalu beliau berkata, "Maha benar Allah, dan Burquibah-lah yang telah berdusta!" Beliau sukses memadamkan seruan Burquibah dengan dakwah kebenaran.

Ulama agung Tunisia ini juga memperlihatkan sikap yang hebat saat beliau mengeluarkan fatwa di zaman penjajahan Perancis, bahwa siapa pun rakyat Tunisia yang mengambil kewarganegaraan Perancis tidak boleh dikuburkan di pemakaman umat Islam. Siapa saja yang telah berkewarganegaraan Perancis yang ingin dimakamkan di pemakaman umat Islam harus melepaskan kewarganegaraan itu, harus bertobat dan mengucapkan Dua Kalimat Syahadat, serta membuang kewarganegaraan tersebut. Fatwa itu pun membuat murka orang-orang Perancis.

Dapat Anda bayangkan, seandainya Syaikh At-Thâhir hidup di tengah kita saat ini, tentu beliau akan dituduh sebagai teroris dan mengkafirkan orang lain.

Di antara keajaiban lain dari Ramadhan adalah tersebarnya amalan-amalan kebaikan di tengah manusia pada bulan ini. Oleh sebab itu, kita melihat betapa tradisi saling memberi dan berbuat kebajikan antara sesama di bulan mulia ini tidak ada bandingannya dengan bulan-bulan lain sepanjang tahun. Sehingga orang banyak menyebutnya sebagai Ramadhân Karîm (Ramadhan yang penuh kedermawanan). Karena menyebarnya fenomena saling memberi dan bermurah hati antar sesama manusia pada bulan ini.

Oleh sebab itulah—Wallâhu a`lam—disyariatkannya kegembiraan Hari Raya Idul Fitri selepas bulan mulia ini, disertai dengan kewajiban memberikan sedekah sebelum shalat `Id. Ini untuk mengajarkan kepada umat Islam bahwa kebahagiaan hakiki adalah saat kita berbagi dengan orang lain dan membuang segala keserakahan duniawi menuju kesucian spiritual.

Keajaiban lain yang dimiliki oleh Ramadhan adalah melatih kaum muslimin untuk mendakwahkan agama Islam. Sehingga kedekatan antara seorang muslim dengan ajaran Agamanya kembali terwujud. Sebab Ramadhan mampu merubah kelalaian menjadi perilaku pro-aktif yang demikian bermanfaat bagi kemanusiaan. Oleh karenanya, banyak Anda jumpai manusia yang tidak mau mendengarkan hal-hal tentang Islam kecuali di bulan Ramadhan. Ada banyak kisah yang menceritakan bagaimana seorang muslim berubah menjadi pendakwah tanpa ia sadari. Ketika orang-orang di sekelilingnya bertanya, 'Mengapa Anda tidak makan?' Ia akan menjawab: 'Saya tidak makan karena saat ini bulan Ramadhan dan saya sedang berpuasa'. Lalu orang-orang bertanya kepadanya mengenai puasa, dan ia pun memaparkan tentang ajaran Islam kepada mereka.

Terakhir, inilah Islam yang telah mempesona semesta alam dengan pencapaiannya yang sempurna pada bulan Ramadhan, ketika ia menghadang arus globalisasi materialisme yang merusak segala sesuatu dengan nilai-nilai materialisme, hawa nafsu, dan manfaat duniawi. Ramadhan berhasil menghantam balik semua itu dengan membawa nilai-nilai penyucian hati, perbaikan akhlak, dan melahirkan kebaikan untuk sesama. Sehingga dapat kita katakan kepada musuh-musuh Islam: beginilah kaum muslimin yang berusaha kalian kotori dengan sekuat tenaga. Lihatlah, betapa mereka mampu menangkis segala keserakahan dan konsep kapitalisme kalian yang kotor itu dengan ibadah puasa. Puasa ini mengajarkan kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui, yaitu konsep penyucian jiwa dengan kebaikan, ihsan, kasih sayang, dan iman.

Ya Allah, berilah kami bagian yang banyak dari berkah Ramadhan yang melimpah itu.

Artikel Terkait