Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Puasa

Kepada Para Pengunjung Masjidil Haram

Kepada Para Pengunjung Masjidil Haram

Dengan nama Allah kita memulai segala sesuatu, dan di atas sunnah Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—kita berjalan.

Bulan Ramadhan telah datang kembali bersama anugerah-anugerah kebaikan dan waktu-waktu yang penuh berkah. Bersamaan dengan datangnya hari-hari penuh berkah ini setiap tahunnya, hati orang-orang shalih pun semakin merindukan Baitullâh. Kerinduan hati itu begitu membara, karena dikabulkannya doa Al-Khalîl Ibrâhîm—Shallallâhu `alaihi wasallam: "Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka." Ditambah lagi dengan janji keagungan pahala umrah pada hari-hari yang diberkahi ini, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. Selain itu, terdapat pula hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan ber-iktikaf di tiga mesjid (Masjidil Haram, Masjid Nabawi di Madinah, dan Mesjid Al-Aqshâ).

Oleh karena itu semua, kita dapat melihat betapa Masjidil Haram dan Masjid Nabawi terlihat laksana dua bulan yang bersinar pada waktu-waktu seperti ini. Keduanya laksana purnama yang menghias langit pertama dunia, sehingga ada tiga purnama yang muncul, setelah sebelumnya hanya ada satu purnama sepanjang tahun. Selamat atas ketaatan yang Anda laksanakan, wahai orang-orang yang melakukan iktikaf di Baitullâh. Selamat dengan umrah yang Anda laksanakan, wahai umat Islam yang menunaikan umrah. Untuk Anda, saya ingin menyampaikan hadiah khusus berupa nasihat berbungkus cinta tulus karena Tuhan semesta alam.

· Saudaraku para jemaah umrah dan pelaku iktikaf di Baitullâh. Pertama, hendaklah Anda menghadirkan niat sebelum melakukan ketaatan, niat yang tulus ikhlas karena Allah—Subhânahu wata`âlâ, supaya amalan Anda tidak tertolak. Ketaatan yang Anda lakukan adalah untuk Allah, bukan untuk selain-Nya. Tidak untuk dikatakan sebagai seorang ahli ibadah, tidak untuk dikatakan sebagai seorang yang telah menunaikan umrah, bukan sebagai nazar untuk seorang wali atau nabi. Ia hanya boleh diperuntukkan kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—setulus-tulusnya, agar terwujud syarat pertama dari dua syarat diterimanya amal (yaitu ikhlas).

· Kemudian hendaklah Anda mempelajari hukum-hukum dan tata cara ibadah umrah, agar Anda menjalankan ibadah ini dengan benar. Dengan demikian, Anda telah mewujudkan syarat kedua diterimanya amal (yaitu sesuai dengan Syariat).

· Ketiga, ketahuilah bahwa Syetan tidak memasuki rumah yang sudah hancur, tetapi selalu berusaha merusak rumah-rumah yang permai. Inilah angan-angan tertingginya. Betapa mirisnya hati melihat beberapa pemandangan yang berulangkali terjadi setiap tahun, di mana pertengkaran terjadi di dalam Masjidil Haram akibat berdesak-desakan atau sebab-sebab lainnya. Karena itu, ingatlah, bahwa jika seseorang mencela atau mencaci Anda, katakanlah bahwa aku sedang berpuasa. Janganlah Anda membantu Syetan untuk menjerumuskan saudara Anda. Jadilah hamba Allah yang menjadi korbaan celaan, jangan menjadi hamba Allah yang mencela. Ingatlah bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda tentang orang yang berpuasa, "Jika seseorang mencela atau mencacinya hendaklah ia berkata: 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa'." Ketahuilah, wahai saudaraku, bahwa di dalam Islam, akhlak seseorang menunjukkan kualitas keberagamaannya. Jika akhlaknya baik berarti kualitas keberagamaannya juga baik, dan demikian sebaliknya. Umat Islam yang paling baik dan paling tinggi derajatnya adalah yang paling baik akhlaknya.

· Jagalah kebersihan Rumah Allah, dan ingatlah firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: 'Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang iktikaf, yang ruku, dan yang sujud." [QS. Al-Baqarah: 125]

Menjaga kebersihan tempat-tempat suci kita adalah ibadah, sebagaimana halnya kebersihan merupakan bukti apakah kita orang yang berperadaban atau tidak. Tentu masalahnya ada di tangan kita jika kita tidak mau peduli setelah mengetahui bahwa Tuhan kita telah memerintahkan kita untuk menyucikan Baitullâh. Syariat Agama kita tidak meninggalkan satu pintu kebaikan pun melainkan telah ditunjukkannya kepada kita. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Kami tidak mengabaikan sesuatu pun di dalam Kitab (Al-Quran)." [QS. Al-An`âm: 38]

· Jagalah waktu Anda, wahai saudaraku, karena umur kita adalah kumpulan detik-detik waktu. Kita tidak tahu apakah kita masih akan mendapatkan kesempatan-kesempatan agung ini sekali lagi atau tidak. Ingatlah, bahwa waktu Anda adalah modal Anda. Karena itu, janganlah Anda menyia-nyiakannya, atau menggunakannya untuk obrolan-obrolan yang tidak berfaedah. Lakukanlah segalanya secara wajar, berkatalah secara benar, katakanlah melalui perbuatan Anda: "Ya Allah, seluruh diriku adalah milik-Mu." Persis seperti yang diajarkan di dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam."

· Betapa indah persaudaraan dan rasa saling mencintai antara sesama kaum muslimin yang tampak dalam bentuk yang begitu sempurna pada musim-musim ketaatan seperti haji, umrah, dan iktikaf. Ketika Masjidil Haram penuh sesak oleh kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia, tidak ada perbedaan antara kulit putih dengan kulit hitam, antara orang Arab dengan non Arab. Semuanya berbuka puasa di atas satu meja makan, pada waktu yang sama. Semua saling mengulurkan tangan memberi bantuan kepada sesama sesuai kemampuan masing-masing. Sehingga masing-masing muslim demikian merasakan betapa kita tidak memiliki banyak kekurangan untuk mewujudkan persatuan yang kita dambakan. Andai saja kita menjadikan ini sebagai langkah awal persatuan kita dan titik tolak menuju kebaikan, karena awal hujan lebat adalah setitik air. Mengapa kita tidak memberikan kesempatan kepada diri kita? Alangkah indahnya bila kita melakukan itu.

Sebagai penutup, mari kita berdoa, wahai Tuhan kami, terimalah ibadah kami, karena Engkau Maha mendengar dan Maha Mengetahui. Ampunilah kami karena Engkau Maha menerima tobat dan Maha Penyayang. Alhamdulillâhirabbil `âlamîn.

Artikel Terkait