Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Shalat

Keutamaan Berjalan ke Masjid dan Memakmurkannya 2

Keutamaan Berjalan ke Masjid dan Memakmurkannya 2

Tetangga yang Mulia

Ada banyak hadits dan atsar diriwayatkan dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan para sahabat yang mulia tentang motivasi untuk selalu berada di masjid dan mendatanginya, juga tentang agungnya pahala yang disiapkan untuk itu. Di antaranya adalah sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam: "Sesungguhnya Allah kelak akan berseru pada hari Kiamat: 'Di manakah tetanggaku? Di manakah tetanggaku?' Lalu para Malaikat berkata: 'Wahai Tuhan kami, siapakah yang pantas menjadi tetangga-Mu?' Allah berfirman (yang artinya): 'Di manakah orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid?'." [HR. Abû Nu`aim; Menurut Al-Albâni: hasan]

Tempat yang Paling Dicintai Allah

Hadits lain diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tempat yang paling dicintai oleh Allah dalam sebuah perkampungan adalah masjid-masjidnya, dan tempat yang paling dibenci oleh Allah di sana adalah pasar-pasarnya." [HR. Muslim]

Keutamaan Shalat Berjamaah

Sebuah hadits diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas`ud—Semoga Allah meridhainya, bahwa ia berkata, "Siapa yang berkehendak untuk menjumpai Allah besok (pada hari Kiamat) sebagai seorang muslim, hendaklah ia menjaga shalat wajib yang lima ini di mana pun ia mendengar panggilannya (azan). Karena sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada Nabi kalian sunnah-sunnah petunjuk, dan sesungguhnya semua shalat itu termasuk sunnah-sunnah petunjuk. Kalau seandainya kalian mengerjakan shalat di rumah-rumah kalian sebagaimana shalatnya orang yang tidak hadir (shalat berjamaah) ini, padahal ia berada di rumahnya, berarti kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Dan sekiranya kalian meninggalkan sunnah-sunnah nabi kalian, niscaya kalian akan tersesat. Tidaklah seseorang bersuci dengan baik (di rumahnya), kemudian menuju salah satu masjid yang ada, melainkan Allah akan menulis kebaikan (pahala) baginya untuk setiap langkah kakinya, dan dengannya pula Allah mengangkat derajatnya dan menghapus kesalahannya. Aku dahulu melihat betapa di kalangan kami (para sahabat) tidak ada seseorang pun yang tidak hadir shalat berjamaah melainkan orang munafik yang sudah jelas kemunafikannya. Bahkan ada di antara kami yang harus dipapah di antara dua orang hingga didirikan di dalam saf (barisan) shalat." [HR. Muslim]

Dalam tiga hadits di atas disebutkan keutamaan berdekatan dengan masjid dan sering mendatanginya. Sebagaimana juga disebutkan bahwa itu merupakan syi`ar orang-orang shalih dan akan memposisikan pelakunya pada kedudukan yang mulia di sisi Allah—Subhânahu wata`âlâ. Keengganan datang ke masjid dan mengabaikan shalat atau menundanya akan menyebabkan kemalangan, kesempitan rezeki, kelelahan fisik, dan buruknya akhlak. Kebaikan dari itu, kebiasaan mendatangi masjid akan memberikan hasil sebaliknya. Karena balasan selalu sesuai dengan jenis perbuatan.

Keutamaam Memakmurkan Masjid

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman(yang artinya): "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual-beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. " [QS. An-Nûr: 36-38]

Dalam sebuah hadits shahîh yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah Allah—Subhânahu wata`âlâ—dengan membaca Al-Quran dan mempelajarinya, kecuali akan diturunkan kepada mereka ketenangan, rahmat Allah meliputi mereka, para Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut mereka di depan (Malaikat-malaikat) yang ada di sisi-Nya." [HR. Muslim]

Keutamaan Menyegerakan Shalat

Bersegera mengerjakan shalat berjamaah di masjid menyimpan pahala yang begitu agung, di antaranya: orang yang duduk di masjid untuk menunggu didirikannya shalat sudah dihitung berada di dalam shalat. Artinya, ia mendapat pahala shalat selama shalat masih menahan dirinya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya—disebutkan bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—ketika mengakhirkan shalat Isya kemudian keluar (dari rumah) dan mengerjakan shalat bersama para sahabat, beliau bersabda, "Kalian (terhitung) sudah berada di dalam shalat selama kalian menunggu shalat." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Para Malaikat mendoakan seorang muslim selama ia berdiam menunggu didirikannya shalat. Sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Malaikat mendoakan salah seorang di antara kalian selama ia berada di tempat shalatnya dan selama ia belum berhadats: 'Ya Allah, ampuni ia, ya Allah, kasihilah ia." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Duduknya seseorang di dalam masjid setelah mengerjakan shalat untuk menunggu shalat berikutnya juga memiliki keutamaan yang agung dan pahala yang begitu besar, di antaranya:

- Ia tetap (dihitung) berada di dalam shalat, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas: "Salah seorang dari kalian masih (dihitung) berada di dalam shalat selama shalat masih menahannya, dan tidak ada yang menghalanginya untuk kembali kepada keluarganya kecuali shalat." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

- Berdiam di masjid termasuk jenis amalan ribâth (berjaga-jaga) di jalan Allah. Sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Maukah kalian aku tunjukkan amalan yang dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?" Para sahabat menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Menyempurnakan wudhu pada kondisi yang sangat sulit (dingin), memperbanyak langkah ke masjid, menunggu shalat setelah shalat, itulah ribâth (berjaga-jaga di jalan Allah)." [HR. Muslim]

- Malaikat bersalawat kepadanya. Sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Orang yang menunggu shalat setelah shalat (sebelumnya) sama seperti penunggang kuda yang berlari dengan kudanya di jalan Allah. Malaikat mendoakannya selama ia belum berhadats atau bangkit dari tempatnya. Ia berada dalam ribâth terbesar." [HR. Ahmad; menurut Al-Albâni: hasan]

- Ia menjadi sebab dihapuskannya dosa-dosa dan diangkatnya derajat. Dalam sebuah hadits disebutkan: "Kaffarat (penghapus dosa-dosa) itu adalah: melangkahkan kaki untuk mengerjakan shalat berjamaah, duduk di dalam masjid setelah shalat, menyempurnakan wudhu dalam keadaan yang sangat sulit (dingin)." [HR. At-Tirmidzi; Menurut Al-Albâni: shahîh]

Dalam hadits lain, `Atha' ibnus Sâ'ib—Semoga Allah merahmatinya—berkata: Suatu ketika, aku datang kepada Abu Abdirrahman As-Sulami, dan ketika itu, ia telah selesai mengerjakan shalat Subuh dan duduk di tempatnya. Aku berkata kepadanya, "Kalau engkau beranjak ke tempat tidur Anda, tentu lebih nyaman." Ia pun berkata, "Aku mendengar Ali—Semoga Allah meridhainya—berkata bahwa ia mendengar Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, 'Siapa yang mengerjakan shalat Fajar (Subuh) kemudian duduk di tempat shalatnya maka para Malaikat mendoakannya. Doa para Malaikat untuknya adalah: Ya Allah, ampunilah ia, ya Allah, kasihilah ia)'." [HR. Ahmad]

Ibnu Rajab berkata, "Sebab mengapa berada di masjid menghapus dosa-dosa adalah karena amalan ini mengandung amalan mujahadah (perjuangan) melawan nafsu dan menahan diri dari hawa nafsu, sebab jiwa selalu cenderung untuk berjalan di muka bumi mencari harta, duduk dan bercakap-cakap dengan orang lain, bersenang-senang di rumah yang nyaman, tempat-tempat hiburan, dan sebagainya. Orang yang menahan dirinya di mejid untuk melakukan amal ketaatan ibarat orang yang berjaga-jaga di jalan Allah dan melawan kehendak hawa nafsunya. Dan ini merupakan jenis kesabaran dan jihad yang paling utama."

Artikel Terkait