Qanâ`ah Merupakan Inti Kekayaan

13/07/2023| IslamWeb

Apabila manusia merasa qanâ`ah dengan harta yang sedikit, niscaya tidak akan ada lagi manusia yang miskin. Apabila seorang hamba ridha dengan rezeki yang diberikan untuknya niscaya ia tidak akan butuh lagi kepada orang lain, dan ia pun akan menjadi mulia walaupun tidak banyak memiliki kekayaan dunia.

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—telah memandu umat beliau untuk bersifat qanâ`ah melalui sabda beliau, "Ridhailah apa yang telah dibagikan Allah untukmu, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling kaya." Bahkan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—sendiri berdoa kepada Allah, "Ya Allah, berilah aku sifat qanâ`ah terhadap semua rezeki yang Engkau anugerahkan, dan berilah keberkahan padanya, serta gantilah segala yang hilang dariku dengan kebaikan."

Orang yang bersifat qanâ`ah akan memiliki jiwa yang tenang, selalu bahagia dan tenteram, sebab ia tidak akan pernah melihat kepunyaan orang lain, tidak akan mendambakan apa yang tidak ia miliki, sehingga ia dicintai oleh Allah dan disayangi oleh manusia. Memang benar apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam: "Bersikap zuhudlah terhadap dunia pasti Allah akan mencintaimu, dan bersikap zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia niscaya engkau akan dicintai oleh manusia."

Sesungguhnya seorang hamba tidak akan mencapai derajat orang-orang yang bersyukur kecuali jika ia telah qanâ`ah dengan rezeki yang didapatnya, sebagaimana sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—kepada Abu Hurairah, "Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara', niscaya engkau akan menjadi hamba yang paling taat. Jadilah orang yang qanâ`ah, niscaya engkau akan menjadi hamba yang paling bersyukur, dan cintailah untuk manusia apa-apa yang engkau cintai untuk dirimu sendiri, niscaya engkau akan menjadi orang beriman."

Seorang hamba yang qanâ`ah pasti panda menjaga harga dirinya. Ia tidak akan menjual mukanya hanya karena meminta kenikmatan dunia yang pasti sirna. Merekalah yang dipuji oleh Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—di dalam firman-Nya (yang artinya): "(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah sehingga mereka tidak dapat (berusaha mencari nafkah) di muka bumi; orang yang tidak tahu pasti menyangka bahwa mereka orang kaya karena pandai memelihara diri dari minta-minta. engkau mengenal mereka dengan melihat sifat-sifat mereka, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." [QS. Al-Baqarah: 273]

Orang-orang seperti ini mendapat berita gembira dari manusia terbaik, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—dalam sabda beliau, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam lalu diberi rezeki yang cukup, dan Allah memberikan kepadanya sifat qanâ'ah (merasa cukup) atas rezeki yang ia terima."

Umar ibnul Khaththâb berkata, "Tamak adalah kemiskinan dan keputusasaan (tidak banyak berharap) adalah kaya. Karena orang yang tidak mengharapkan milik orang lain berarti tidak membutuhkan mereka."

Salah satu kisah menakjubkan tentang hal ini adalah sebuah riwayat yang disebutkan dalam kitab Ihyâ' 'Ulûmiddîn bahwa Al-Khalîl ibnu Ahmad Al-Farâhîdy menolak untuk menjadi pendidik anak gubernur daerah Ahwaz. Ia mengeluarkan sebuah roti kering dan menunjukkannya kepada utusan yang menawarkan pekerjaan itu kepadanya, seraya berkata, "Selama masih memiliki ini, aku tidak akan pernah membutuhkan Sulaiman (sang gubernur)."

Sungguh benar sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam, "Kaya yang sejati bukanlah kaya harta benda, tetapi kaya yang sejati adalah kaya jiwa."

Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang qanâ`ah dengan rezeki yang telah Engkau berikan, dan jadikanlah kami orang-orang yang paling ridha dengan pembagian-Mu untuk kami.

 

 

www.islamweb.net