Pengaruh Ibadah Haji

22/11/2021| IslamWeb

Segala puji bagi Allah yang telah menjelaskan di dalam Al-Quran dan Sunnah standar-standar kebaikan dan keburukan serta hukum halal dan haram. Segala puji bagi Allah yang menjadikan kedua pegangan hidup itu sebagai standar kehidupan sosial dan individu manusia, sekaligus hujjah bagi para nabi dan rasul-Nya. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat yang adil dan pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian." [QS. Al-Baqarah: 143]

Kita bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, pelindung bagi orang-orang yang bertakwa, Hakim Yang Mahabijaksana. Kita bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, teladan bagi kaum mukminin, serta penutup para nabi. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau, beserta keluarga, para shahabat, dan pengikut beliau sampai hari Kiamat.

Apa selanjutnya setelah selesai musim haji dan para jemaah haji telah kembali ke tanah air mereka? Bagaimana selanjutnya setelah berlalu hari-hari agung: sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan hari Arafah itu? Apa selanjutnya setelah hewan kurban disembelih demi menghidupkan sunnah nabi Ibrahim—`Alaihis salâm, sebagai contoh agung dalam kepasrahan diri kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ, walaupun sangat berat bagi diri dan bertentangan dengan naluri fitrah manusia, sekaligus teladan pengorbanan diri, anak, dan harta di jalan Allah tanpa ragu-ragu itu? Bagaimanakah realita individu dan masyarakat kita di zaman sekarang pasca ritual besar dan agung ini?! Apakah jemaah haji dan umat muslim yang tidak melaksanakan haji keluar dari hari-hari penuh berkah ini dengan jiwa yang baru, patuh, dan penuh nuansa tobat? Apakah setiap muslim mau melihat kembali setiap ruang kehidupannya untuk merancang gaya hidup yang diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya—Shallallâhu `alaihi wasallam?

Sesungguhnya salah satu tanda diterimanya suatu amal kebajikan adalah melaksanakan amal kebaikan setelahnya. Memperbaiki akhlak, tobat kepada Allah dan kembali kepada hukum-Nya di dalam Kitab dan sunnah adalah tanda paling besar turunnya taufik dan diterimanya amal ibadah. Barang siapa yang keluar dari musim yang agung ini, baik ia melaksanakan haji maupun tidak, membawa jiwa yang penuh keimanan, menyesali segala kelalaian dan hawa nafsunya, bertekad untuk kembali ke jalan Tuhannya, lalu menjaga shalat lima waktu berjemaah di mesjid, mengamalkan Al-Quran dan Sunnah, serta senantiasa berbekal untuk kelak bertemu dengan Tuhannya membawa hati yang bersih: "(Yaitu) di hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." [QS. Asy-Syu`arâ': 88-89], maka itu merupakan indikasi kuat bahwa amal ibadahnya diterima dan berhak meraih keberuntungan. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar." [QS. Al-Jumu`ah: 4]

Adapun orang yang keluar dari musim ini dengan jiwa yang kosong, hati yang keras, tetap menuruti hawa nafsu dan kelalaiannya, jauh dari rumah Allah dan Kitab-Nya, serta setia menyimak film-film, musik-musik, majalah-majalah kotor, dan media-media tidak bermoral lainnya, maka itu adalah tanda-tanda kerugian dan kebangkrutan, na'ûdzubillâhi min dzâlik.

Maka berusahalah wahai saudaraku, untuk keluar dari musim kebaikan ini dengan tobat yang tulus dan penyerahan diri yang ikhlas kepada Allah. Ketika maut menjemput, ketika Anda harus meninggalkan kehidupan ini, ketika tanah menimbun tubuh Anda di dalam lobang yang gelap dan asing, saat harta, jabatan, keluarga, dan teman-teman meninggalkan Anda, sehingga Anda pun tinggal sendirian bersama amal Anda menghadapi kegelapan kubur dengan berbagai pertanyaan di dalamnya, lalu Anda berdiri di hadapan Allah pada Hari Perhitungan dengan hati bergetar dan pandangan penuh ketundukan, ketika itu, apakah yang akan Anda katakan tentang amal dan perbuatan Anda?!!

Saudaraku, penuhilah seruan Pencipta dan Tuhan Anda. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhan kalian akan menutupi kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersamanya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: 'Wahai Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu." [QS. At-Tahrîm: 8]

Semoga Allah—Subhânahu wata`âlâ—memberikan taufik-Nya kepada kita untuk segera bertobat dengan tobat nasûha. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad beserta keluarga dan para shahabat beliau.

 

 

www.islamweb.net