Hukum Bila Seseorang Berkata kepada Istrinya yang Belum Digauli: Kalau Saya Menyentuhnya Maka Ia Haram untuk Saya

22-4-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Saya sudah melangsungkan akad nikah, tapi belum melakukan hubungan intim dengan suami. Tinggal 10 hari lagi menjelang resepsi pernikahan kami. Tapi terjadi pertengkaran hebat antara saya dengan suami saya. Ibu saya juga ikut serta dalam pertengkaran itu. Dan dalam kondisi marah besar, suami saya berkata kepada salah seorang teman saya, 'Saya akan melanjutkan (proses) pernikahan karena menghormati orang-orang yang ada, tetapi saya tidak akan menyentuhnya. Kalau saya menyentuhnya maka ia menjadi haram bagi saya.'Dua hari kemudian, kami berdamai dan ia menyentuh saya. Sekarang, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Apakah saya bisa melanjutkan pernikahan ataukah sumpah talak sudah dianggap jatuh. Jika memang sudah jatuh, apa yang harus saya lakukan sementara waktu sempit. Apakah ia bisa rujuk kepada saya secara lisan atau dengan akad nikah baru? Atau adakah kafarat sumpah? Apa kafaratnya?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Para ulama terlibat perbedaan pendapat yang kuat dalam masalah ini. Yakni masalah orang yang mengatakan kepada istrinya, 'Engkau haram untuk saya', atau 'Jika saya menyentuhmu, maka engkau menjadi haram bagi saya'.

Al-Qâdhi `Iyâdh meriwayatkan empat belas pendapat dalam masalah ini. Imam An-Nawawi mengutipnya dalam kitab "Syarh Shahîh Muslim".

Barangkali pendapat yang paling kuat—wallâhu a`lam—adalah: Jika ia tidak meniatkan apa-apa dalam ucapan itu maka ia harus membayar kafarat sumpah. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi`i.

Dalil kewajiban membayar kafarat adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia berkata, "Jika seorang lelaki mengharamkan istrinya untuk dirinya, maka itu adalah sumpah yang harus dibayar kafaratnya." Dan ia berkata, "Sungguh telah ada untuk kalian pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

1.    Tapi jika ia mengucapkan itu dengan niat talak, zihar, atau sumpah, maka hukumnya tergantung kepada apa yang ia niatkan. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi`i—Semoga Allah merahmatinya.

Imam Nawawi, dalam menjelaskan perkataan Ibnu Abbas di atas, berkata, "Para ulama berbeda pendapat dalam masalah jika seseorang berkata kepada istrinya, 'Engkau haram untukku'. Pendapat Imam Asy-Syafi`i adalah bahwa jika ia berniat mentalaknya maka itu adalah talak. Jika ia berniat zihar maka itu adalah zihar. Dan jika ia berniat mengharamkan diri si istri tanpa talak atau pun zihar, maka dengan ucapan yang sama, ia harus membayar kafarat sumpah. Tapi itu bukanlah sumpah.

Berdasarkan ini, jika suami Anda meniatkan talak dengan ucapannya itu, berarti jatuhlah talak satu. Karena hal ini terjadi sebelum adanya hubungan badan suami-istri, maka itu menjadi Talak Bâ'in. Dalam kasus seperti ini, seorang istri tidak bisa kembali kepada suaminya kecuali dengan akad baru dan mahar baru. Kecuali jika suami sudah pernah berduaan dengan si istri di tempat khusus suami-istri, maka hukumnya seperti sudah berhubungan badan, sehingga talak yang jatuh itu menjadi Talak Raj`i (bisa dirujuk kembali). Cara rujuknya adalah dengan perkataan atau perbuatan, tanpa memerlukan akad baru.

Jika suami Anda meniatkan zihar melalui ucapan itu, maka itu menjadi zihar. Ia harus membayar kafarat zihar, dan Anda tidak halal baginya sebelum ia membayar kafarat tersebut. Kafaratnya adalah memerdekakan seorang hamba sahaya. Jika tidak mendapatkannya, maka ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika ia tidak sanggup karena sudah tua atau sakit, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin.

Setiap kita hendaknya berhati-hati dan tidak mudah mengucapkan kata-kata yang bisa mengakhiri hubungan dengan istri.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net