Berbuka Puasa bagi Pilot, dan Apakah Boleh Membayar Fidyah Sebagai Ganti Qadhâ'?

2-4-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Seseorang bertanya bahwa pada suatu bulan Ramadhân, azan Maghrib dikumandangkan ketika ia sedang dalam perjalanan udara, dan ia sulit untuk berbuka puasa karena ia sering terbang, karena profesinya adalah sebagai pilot, sehingga ia pun berpuasa dalam perjalanan udaranya. Apakah ia boleh melakukan itu? Apakah ia juga boleh membayar fidyah sebagai ganti puasanya jika ia tidak berpuasa karena kesulitan yang disebutkan itu? Profesinya sebagai seorang pilot membuatnya harus terbang sekali dalam dua hari.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Allah—Subhânahu wata`âlâ—membolehkan seorang musafir untuk berbuka puasa, baik dalam perjalanan udara maupun perjalanan lainnya, baik selalu bepergian setiap saat seperti pilot dan nakhoda kapal maupun tidak. Siapa saja yang bepergian sejauh jarak yang membolehkan untuk meng-qasar shalat dalam perjalanan yang mubah, dibolehkan tidak berpuasa, dan ia wajib meng-qadhâ' puasa itu sebelum datang Ramadhân berikutnya. Jika ia menunda qadhâ' tanpa halangan, maka di samping qadhâ', ia juga wajib membayar kafarat keterlambatan, yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang terlambat ia qadhâ'. Ia tidak boleh memberi makan orang miskin (fidyah) sebagai ganti puasa, karena Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan barang siapa menderita sakit atau sedang berada dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." [QS. Al-Baqarah: 185]

Namun perlu diingatkan bahwa kebolehan berbuka puasa untuk musafir disyaratkan dengan tidak terjadinya perkara-perkara yang memutuskan hukum safar (perjalanan). Dengan demikian, saudara penanya kiranya dapat mengetahui apa yang harus ia lakukan pada dua hari di saat ia tidak bepergian (tidak menerbangkan pesawat).

Apabila seorang musafir memilih untuk berpuasa maka itu diperbolehkan, bahkan itu lebih baik jika perjalanannya tidak menyulitkan dirinya. Jika perjalanan itu menyebabkan kesulitan dan keletihan maka tidak berpuasa adalah lebih baik.

Orang yang sedang dalam perjalanan udara tidak boleh berbuka sebelum matahari terbenam, walaupun matahari telah terbenam menurut penglihatan orang yang berada di darat, karena matahari terbenam lebih dahulu bagi orang yang ada di darat dibandingkan orang yang sedang di udara.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net