Menunaikan Sumpah; Antara Wajib dan Dianjurkan

22-4-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Apakah kita harus melaksanakan sesuatu yang diminta dari kita jika seseorang mengatakan kepada kita: 'Demi Allah! Engkau harus membawakan untuk saya ini dan ini', sementara Anda melihat bahwa orang itu suka bersumpah sampai pada perkara-perkara kecil dan pada hal-hal yang Anda lihat tidak baik untuk dilakukan?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Sesungguhnya menunaikan sumpah adalah hal yang dianjurkan. Dalam sebuah hadits shahîh diriwayatkan bahwa Al-Barra' ibnu `Âzib—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menyuruh kami melakukan tujuh hal dan melarang kami dari tujuh hal. Rasul menyuruh kami agar mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang dizalimi, menunaikan sumpah, menjawab salam, serta mendoakan orang bersin yang mengucapkan alhamdulillâh. Dan Rasul melarang kami dari wadah-wadah dari perak, cincin emas, sutra, brokat (sutra bersulam benang emas atau perak), qossiy (pakaian yang terbuat dari kain campuran sutra dan katun), dan istabraq (pakaian dengan sutra yang tebal)." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Ath-Thabrâni meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy`ari—Semoga Allah meridhainya, bahwa ia mendengar Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Terlaknatlah orang yang meminta dengan menyebut nama Allah. Dan terlaknatlah orang yang diminta dengan menyebut nama Allah namun ia tidak memberinya, selama ia tidak diminta untuk memutuskan hubungan." [HR. Ath-Thabrâni; Menurut Ibnu Hajar Al-Haitami: para perawi sanadnya adalah para perawi hadits shahîh, kecuali guru Ath-Thabrâni, tetapi ia tsiqah (bisa dipercaya) meskipun ada yang meragukan]

Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Jabir—Semoga Allah meridhainya, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tidak boleh diminta dengan menyebut nama Allah kecuali Surga." [HR. Abu Dâwûd]

Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Siapa yang memohon perlindungan dengan nama Allah maka lindungilah ia. Dan siapa yang meminta kepada kalian dengan nama Allah maka berilah ia." [HR. Ahmad dan Abû Dâwûd]

Jumhur (mayoritas) ulama memaknai perintah untuk menunaikan sumpah itu sebagai anjuran, begitu juga memenuhi permintaan orang yang meminta dengan menyebut nama Allah. Tetapi pemahaman secara eksplisit dari hadits Al-Barra' di atas menunjukkan kewajiban menunaikan sumpah. Tetapi disandingkannya ia dengan hal-hal yang disepakati sebagai sesuatu yang tidak wajib, seperti menjawab salam, menjadi indikator yang mengalihkannya dari hukum wajib tersebut.

Di antara yang juga menunjukkan ketidakwajibannya adalah bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallamtidak memenuhi sumpah Abu Bakar—Semoga Allah meridhainya. Hal itu disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas—Semoga Allah meridhainya, bahwa seorang lelaki datang menemui Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—lalu menceritakan sebuah mimpi kepada beliau. Kemudian ia meminta Abu Bakar—Semoga Allah meridhainya—untuk menakwilkan mimpi itu. Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—pun mengizinkan. Kemudian setelah itu, Abu Bakar—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Wahai Rasulullah, apakah aku benar atau salah?" Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—menjawab, "Sebagian benar, dan sebagian lagi salah." Abu Bakar pun berkata, "Demi Allah, wahai Rasulullah! Katakanlah kepadaku di mana kesalahanku." Rasulullah bersabda, "Janganlah engkau bersumpah!" [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Imam An-Nawawi berkata, "Hadits ini menjadi dalil bagi pendapat para ulama yang menyatakan bahwa menunaikan sumpah yang diperintahkan di dalam hadits-hadits shahîh hanya berlaku jika tidak terkandung di dalamnya kerusakan atau kesulitan yang nyata. Jika ada, maka kita tidak diperintahkan untuk menunaikannya." [Lihat: Syarh Shahîh Muslim]

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami—Semoga Allah merahmatinya—dalam kitab "Az-Zawâjir `Aniqtirâfil Kabâ'ir", dalam pembahasan dosa besar yang ke-138 dan 139, setelah menyebutkan hadits-hadits yang terkait masalah ini, mengatakan, "Tetapi para imam kita tidak memegang pendapat (haramnya tidak memberi orang yang meminta atas nama Allah) itu. Mereka menjadikan masing-masing dari kedua perkara itu (meminta dengan menyebut nama Allah dan tidak memberi orang yang meminta dengan cara itu) sebagai perbuatan makruh, dan tidak mengatakan haram, apalagi dosa besar. Hadits yang mengutuk orang yang tidak mau memberi peminta seperti itu bisa ditafsirkan berlaku pada peminta yang berada dalam kondisi terpaksa. Sehingga hikmah penyebutannya secara tekstual adalah bahwa keengganan memberinya dalam kondisi si peminta yang darurat itu ditambah lagi ia meminta atas nama Allah adalah lebih buruk dan lebih keji. Sementara hadits yang melaknat orang yang meminta atas nama Allah dapat ditafsirkan berlaku jika si peminta bersikukuh dan mengulang-ulang permintaannya atas nama Allah sehingga membuat kesal dan memudharatkan orang yang diminta. Ketika dua kondisi itulah, laknat berlaku kepada kedua orang tersebut."

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net