Sewa Menyewa yang Berakhir dengan Kepemilikan Tidak Diperbolehkan, Karena Mengandung Larangan-larangan Agama

18-4-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Masalah jual beli berbasis sewa untuk properti, apakah halal atau haram? Yaitu transaksi penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan. Di dalamnya, seorang penyewa membayar cicilan bulanan yang merupakan uang sewa. Kemudian setelah lunas harga total, tertulis di dalam transaksi bahwa properti tersebut menjadi milik penyewa bersamaan dengan berakhirnya angsuran terakhir. Di dalamnya juga terdapat syarat, yaitu dalam kondisi terlambat membayar salah satu cicilan, penyewa setelah jangka waktu tertentu harus membayar uang cicilan beserta bunganya berdasarkan waktu keterlambatan (denda).Poin terakhir, transaksi ini—transaksi penyewaan yang berakhir kepada penjualan—ditulis bersama pihak ketiga yang bukan merupakan pemilik properti, tetapi perusahaan-perusahaan yang melakukan pekerjaan tersebut—perusahaan-perusahaan tersebut membeli properti-properti dan menjualnya dengan cara seperti ini, yaitu membeli properti secara langsung dan menjualnya dengan cara kredit dengan penambahan harga. Untuk diketahui, bahwa properti tersebut akan digunakan sebagai masjid tempat menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk komunitas muslim di sini. Mohon jawaban yang jelas disertai dalil-dalil syar`inya. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan dalam bentuknya yang dikenal di kalangan para ekonom tidak diperbolehkan secara agama, karena mengandung larangan-larangan agama. Di antaranya adalah terdapat ketidakjelasan di dalamnya, seperti bahwa penyewa mungkin saja tidak mampu membayar cicilan terakhir yang sudah disepakati, sehingga ia pun kehilangan semua cicilan yang sudah dibayarnya. Karena barang yang menjadi objek transaksi, menurut kesepakatan, akan kembali kepada orang yang menyewakan, sehingga ia pun berhasil mendapatkan kompensasi dan barang yang menjadi objek kompensasi. Dan cicilan yang dibayarkan oleh penyewa bukanlah sebagai imbalan ia memanfaatkan rumah misalnya, karena cicilan itu biasanya jauh lebih besar daripada biaya sewa rumah yang sebenarnya.

Lembaga Fikih Islam, dalam fatwanya terkait masalah ini, menawarkan dua alternatif syar`i: Pertama, penjualan secara angsuran dengan mendapatkan jaminan-jaminan yang memadai. Kedua, transaksi penyewaan dengan si pemilik memberikan pilihan kepada penyewa, setelah menyelesaikan semua cicilan penyewaan dalam jangka waktu tertentu, salah satu dari hal-hal berikut:

-     Memperpanjang masa penyewaan;

-     Mengakhiri transaksi sewa menyewa dan mengembalikan barang yang disewakan kepada pemiliknya;

-     Atau membeli barang yang disewakan dengan harga pasar ketika selesai masa penyewaan.

Adapun pembelian yang tadi Anda sebutkan, yaitu dalam kondisi penyewa terlambat membayar salah satu cicilan, ia harus membayar denda atas keterlambatannya, maka syarat seperti ini jelas keharamannya, karena itu adalah riba murni.

Sedangkan poin terakhir, tidak ada masalah di dalamnya jika bentuknya adalah sebagai berikut: Perusahaan, institusi atau bank membeli properti dari pemiliknya, kemudian menyewakannya atau menjualnya dengan cara angsuran kepada pihak ketiga, dengan syarat hal tersebut tidak mengandung sedikitpun syarat-syarat yang diharamkan seperti syarat yang tadi Anda sebutkan sebelumnya.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net