Keluar dari Shalat karena Alasan yang Syar`i Tidak Makruh

19-9-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Saya mengetahui bahwa Umar ibnul Khaththâb ditikam saat beliau tengah melaksanakan shalat Subuh sebagai imam. Ketika beliau ditikam, salah seorang shahabat maju menggantikan beliau untuk mengimami jemaah. Pertanyaan saya adalah, ketika para shahabat tidak memutus shalat untuk melindungi beliau, apakah itu menunjukkan bahwa keluar dari shalat adalah makruh?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Memutus shalat dengan alasan yang syar`i adalah boleh. Seperti memutus shalat untuk membunuh ular dan sejenisnya (karena memang ada perintah untuk membunuh binatang seperti itu), atau karena takut kehilangan harta yang berharga, atau untuk menolong orang yang meminta pertolongan, atau untuk memperingatkan orang yang tidur/lengah saat ada ular dan sejenis yang mengancam keselamatannya, berdasarkan sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Bunuhlah dua binatang yang hitam ketika shalat, yaitu ular dan kalajengking." [HR. Ahmad dan Abû Dâwûd], atau hal-hal lain yang kemaslahatannya lebih penting dari mudarat batalnya shalat.

Karenanya, tidak makruh keluar dari shalat karena salah satu dari alasan-alasan tersebut. Dan tidak diragukan lagi, bahwa keluarnya para shahabat dari shalat untuk melindungi imam dan pemimpin mereka termasuk kemaslahatan yang membolehkan keluar dari shalat. Itulah yang dilakukan oleh para shahabat yang mulia—Semoga Allah meridhai mereka. Karena sebagian mereka ketika itu keluar dari shalat untuk menangkap si pelaku. Ketika sudah merasa pasti tertangkap, si pelaku langsung bunuh diri, sebagaimana diceritakan dari sejarah. Sementara para shahabat yang lain tetap melanjutkan shalat, karena menangkap si pembunuh memang tidak perlu membuat semua mereka keluar dari shalat. Dan pada kenyataannya, banyak dari mereka yang ternyata tidak mengetahui dan tidak menyadari apa yang terjadi kecuali setelah selesai shalat. Terutama orang-orang yang tidak berada di saf-saf depan. Ketika mereka mendengar Abdurrahman ibnu `Auf melanjutkan sisa shalat sebagai imam bersama mereka, mereka mengira bahwa Umar—Semoga Allah meridhainya—mengalami sesuatu yang biasa dalam shalat, seperti batal wudhuk. Perlu diingat juga, bahwa peristiwa itu terjadi pada shalat Subuh. Itu berarti bahwa penglihatan masih belum jelas, disebabkan gelap dan kurangnya penerangan.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net