Hukum Berbicara untuk Kemaslahatan Shalat

19-9-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Saya seorang imam mesjid. Pernah terjadi, saya melakukan kesalahan pada waktu shalat Isya. Saya duduk pada rakaat ketiga untuk Tahiyat Akhir. Salah seorang makmum lantas mengingatkan saya dengan mengucapkan subhânallâh. Saya mengira bahwa saya lupa sujud yang kedua, sehingga saya pun kemudian sujud. Si makmum lalu berkata, 'Kurang satu rakaat!'. Lalu saya berdiri mengerjakan rakaat yang keempat dan kemudian melakukan Sujud Sahwi sebelum salam. Apa hukum shalat saya dan orang-orang yang ada di belakang saya? Jazâkumullâhu khairan.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Menambah satu perbuatan yang termasuk jenis shalat karena lupa, bisa ditambal dengan Sujud Sahwi, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas`ûd—Semoga Allah meridhainya, ia berkata, "Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah melakukan shalat Zuhur lima rakaat. Para shahabat pun bertanya, 'Apakah shalat ditambah?' Nabi bertanya, 'Apa itu?' Para shahabat menjawab, 'Anda shalat lima rakaat'. Mendengar itu, Nabi lalu melipat kedua kaki beliau dan sujud dua kali." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Adapun ucapan si makmum yang mengatakan: 'Kurang satu rakaat', jika ia mengatakan itu karena tidak tahu hukum berbicara ketika shalat, atau karena ia lupa, maka itu tidak mempengaruhi sahnya shalat, selama perkataan itu sedikit. Sebuah hadits diriwayatkan dari Mu`âwiyah ibnul Hakam As-Salmi, ia berkata, "Pada suatu saat, ketika aku sedang shalat bersama Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, tiba-tiba seorang laki-laki bersin. Aku pun mengucapkan, yarhamukallâh (semoga Allah merahmatimu). Orang-orang lalu melemparkan pandangan mereka ke arahku. Aku berkata, 'Hey, ada apa kalian melihatku?' Mereka lalu menepukkan tangan mereka ke paha mereka. Ketika aku melihat mereka, mereka berusaha membuat aku diam. Tetapi aku sudah diam. Ketika Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—selesai shalat, demi ayah dan ibuku, aku tidak pernah melihat seorang guru sebelum dan sesudah beliau yang lebih bagus pengajarannya dari beliau. Demi Allah, beliau tidak membenciku, tidak memukulku, dan tidak mencelaku. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya shalat ini tidak patut di dalamnya ada sedikit pun perkataan manusia. Sesungguhnya ia adalah (berisi) tasbih, takbir, dan bacaan Al-Quran'." [HR. Muslim, Ahmad, Abû Dâwûd, dan An-Nasâ'i]. Artinya, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—tidak menyuruh Mu`âwiyah untuk mengulangi shalatnya.

Yang diperintahkan bagi orang yang mengalami sesuatu di dalam shalat adalah bertasbih. Jika imam tidak paham maksud tasbihnya itu, maka menurut pendapat yang kuat di antara berbagai pendapat ulama, ia boleh berbicara dengan kata-kata yang dapat memperbaiki shalat, dengan syarat perkataan itu tidak banyak dalam standar kebiasaan.

Dalil atas tidak batalnya shalat karena perkataan yang mengandung kemaslahatan shalat adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, "Bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah menyelesaikan shalat setelah dua rakaat (padahal semestinya empat rakaat). Ketika itu, Dzul Yadain berkata kepada beliau, 'Apakah Anda meng-qashar shalat, ataukah Anda lupa, wahai Rasulullah?' Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pun berkata, 'Benarkah (yang dikatakan)Dzul Yadain?' Para shahabat menjawab, 'Ya, benar'. Mendengar itu, beliau lalu berdiri menambah dua rakaat berikutnya, kemudian mengucapkan salam. Setelah itu, beliau bertakbir, lalu sujud seperti sujud beliau biasa atau lebih lama, kemudian bangun kembali." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Berdasarkan ini, berarti shalat Anda sah, karena Anda menambah satu perbuatan yang termasuk jenis shalat, yaitu sujud, dan menambalnya dengan Sujud Sahwi. Shalat para makmum juga sah, dan Anda semua tidak perlu mengulanginya.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net