Cara Menyelaraskan antara Rindu Bertemu Allah dengan Larangan Berharap Kematian

7-4-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Bagaimana cara menyelaraskan antara rindu bertemu Allah dengan larangan berharap kematian?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan shahabat beliau.

Dalam sebuah hadits shahîh disebutkan bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—telah melarang umatnya untuk berharap kematian karena suatu kesusahan yang dialaminya. Diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya—bahwasanya Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Janganlah salah seorang kalian mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Apabila memang harus melakukannya, maka hendaknya ia berdoa, 'Ya Allah, hidupkanlah aku bila kehidupan itu lebih baik bagiku dan wafatkanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Al-Hâfizh Ibnu Hajar mengatakan, "Hadits ini menunjukkan bahwa larangan berharap kematian tidak berlaku untuk (doa) yang bentuk kata-katanya seperti ini (yang terdapat dalam hadits). Berharap kematian dengan bentuk kata-kata yang selain itu dilarang karena mengandung arti penolakan dan penghinaan terhadap ketetapan Allah yang sudah pasti terjadi. Adapun doa yang kata-katanya seperti yang diperintah (dalam hadits tersebut), itu merupakan salah satu bentuk penyerahan dan penerimaan terhadap ketetapan Allah."

Di antara sebab larangan berharap kematian adalah karena panjang umur bagi seorang mukmin itu lebih baik baginya, sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—, "Tidaklah salah seorang dari kalian dimasukkan ke dalam surga karena amalannya." Para shahabat bertanya, "Dan tidak juga engkau, wahai Rasulallah?" Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menjawab, "Ya, tidak juga aku, hanya saja Allah telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku. Maka (beramalah dengan mengikuti) yang benar, dan mendekati yang sempurna, dan janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian. Bisa jadi ia ditakdirkan baik maka semoga bertambah kebaikannya, dan bisa jadi ia ditakdirkan buruk maka semoga ia bertaubat kepada Allah." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Walaupun seorang muslim dilarang mengharapkan kematian, namun ia dituntut untuk menanamkan di hatinya kerinduan bertemu Allah, mempersiapkan diri untuk hal itu, dan mengharapkan balasan, pahala, dan kemuliaan yang telah dijanjikan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Dan kemuliaan yang paling tinggi adalah melihat Allah—Subhânahu wata`âlâ—di akhirat kelak.

Kerinduan bertemu Allah menuntut kita untuk tidak bertopang kepada dunia, tidak merasa tenang dan ridha terhadapnya. Orang yang rindu berjumpa Allah, berharap masuk ke dalam kemuliaan dan karunia-Nya yang luas, dan menyelam ke dalam lautan pahala-Nya yang melimpah senantiasa menganggap dunia ini hanya sekedar halte persinggahan untuk mempersiapkan diri dan menyiapkan bekal guna menghadapi pertemuan yang dirindukannya itu. Dunia hanya dianggapnya sebagai tempat untuk memperbanyak bekal, dan mematangkan persiapannya tersebut. Dan di saat yang sama ia tidak berharap kematian. Walaupun kehidupan dunia ini ibarat penjara baginya, atau penghalang baginya untuk mencapai tujuan yang diharapkannya, namun ia tidak mengharapkan kematian. Karena dengan itu ia berharap dapat memperbanyak bekal dan mematangkan persiapannya, serta ridha terhadap ketetapan Allah—Subhânahu wata`âlâ—.

Dengan keterangan ini, maka jelaslah—wahai saudara penanya—bahwa menyelaraskan dua perkara tersebut adalah mungkin, dan tidak ada pertentangan antara keduanya, seperti lazimnya perintah-perintah lainnya yang bersumber dari Allah—Subhânahu wata`âlâ—, Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net