Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Sejarah Islam
  5. Tokoh Islam

`Uqbah ibnu Nâfi`

`Uqbah ibnu Nâfi`

Bapaknya termasuk muslim generasi awal yang berjihad di jalan Allah. Sehingga tidaklah aneh jika 'Uqbah ibnu Nâfi` ibnu 'Abdil Qais Al-Fihriy tumbuh sebagai sosok yang mencintai jihad serta bercita-cita menjadi seorang pahlawan dan satria kota Mekah. Ia biasa mempelajari teknik perang tanding serta berlatih mengangkat senjata bersama para pemuda muslim lainnya. Semangat dan kecintaan `Uqbah kepada jihad semakin bertambah ketika ia mendengar kisah-kisah kepahlawanan yang telah ditampilkan oleh kaum muslimin saat berperang melawan musuh-musuh mereka. Kisah-kisah itu ia dengar dari mulut anak bibinya, `Amru Ibnul `Âsh.

Ketika menanjak remaja, `Uqbah sudah mahir melakukan perang tanding dan ahli dalam berbagai seni perang. Ia senantiasa menunggu kesempatan untuk tampil membela agama Allah. Dan kesempatan itu terbuka ketika Khalifah yang adil, Umar Ibnul Khaththâb menugaskan 'Amru Ibnul `Âsh membuka (menaklukkan) beberapa daerah di negeri Syam. `Amru Ibnul `Âsh menempatkan `Uqbah di garda depan pasukannya, walaupun saat itu usianya belum 20 tahun. Seperti perkiraan `Amru Ibnul `Âsh, `Uqbah ibnu Nâfi` mampu menampakkan keberanian dalam membelah barisan musuh. Ia pun lulus dengan gemilang dalam ujian pertamanya berjihad di jalan Allah.

Ketika 'Amru Ibnul `Âsh berhasil menaklukkan Mesir, `Uqbah ibnu Nâfi` menunjukkan prestasi yang luar biasa. Dengan kepiawaian teknik perangnya, ia berhasil membantu `Amru Ibnul `Âsh dalam menaklukkan pasukan Romawi. Semakin hari, kecintaan `Uqbah kepada jihad di jalan Allah semakin besar, begitu juga keinginannya untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, agar seluruh manusia merasakan keamanan, keadilan, dan kesejahteraan. `Uqbah ibnu Nâfi` terus berada dalam barisan prajurit Islam, tanpa berbeda dengan para anggota pasukan lainnya, meskipun ia memiliki ketangkasan dan keberanian tanpa batas dalam memerangi musuh. Sampai pada suatu ketika, `Amru Ibnul `Âsh menugaskannya untuk memimpin sebuah pasukan terbatas untuk menaklukkan Fezzan (lokasi yang berisi sekumpulan oase di padang sahara terbesar di Afrika Utara).

`Uqbah pun bertolak menuju Fezzan. Seluruh harapan dan cita-citanya tertumpah untuk memperoleh kemenangan atas musuh-musuhnya. Ketika `Uqbah sampai di negeri itu, terjadilah perang yang sengit antara pasukan Barbar dengan pasukan Islam. Dalam perang itu, `Uqbah menampakkan keberanian yang luar biasa, sehingga pasukan Barbar melarikan diri dan menyerah.

'Amru Ibnul `âsh kemudian berkeinginan untuk menaklukkan seluruh negeri Afrika. Tapi untuk tujuan itu, dibutuhkan banyak pasukan. 'Amru Ibnul `Âsh pun menulis surat kepada Khalifah Umar Ibnul Khaththâb—Semoga Allah meridhainya, untuk meminta izin merealisasikan niat itu. Namun Khalifah Umar menyarankan untuk menahan keinginan itu selama beberapa tahun sampai kaum muslimin di Mesir kuat, pemerintahannya kokoh, serta jumlah pasukan bertambah dan persenjataan mapan.

`Uqbah ibnu Nâfi`—Semoga Allah meridhainya—kemudian pindah ke Barqah (Cyrenaica) di Libya, atas perintah `Amru Ibnul `Âsh—Semoga Allah meridhainya, untuk mengajarkan Islam kepada kaum muslimin dan menyebarkannya di negeri itu. `Uqbah—Semoga Allah meridhainya—pun menetap di sana dengan niat tulus karena Allah untuk menyebarkan cahaya Islam, serta menguatkan syiar agama Allah ini di hati orang-orang yang datang hendak belajar bahasa Al-Quran. Di sana, ia berhasil mengislamkan banyak orang. Penduduk negeri itu mencintainya. `Uqbah pun sukses mengenal banyak hal tentang bangsa Barbar.

Hari berlalu dan tahun pun berganti, `Uqbah terus melanjutkan jihadnya di jalan Allah. Pada tahun 40 H., Mu`âwiyah diangkat menjadi khalifah dan `Âmru Ibnul `Âsh kembali diangkat menjadi gubernur Mesir. `Amru Ibnul `Âsh kembali ingin melanjutkan penaklukan Afrika yang sudah dimulai di Barqah. Saat itu, ia memandang bahwa orang yang paling tepat untuk menjalankan misi ini adalah `Uqbah ibnu Nâfi`, karena ia pernah tinggal di tengah orang-orang Barbar selama beberapa tahun, sehingga sudah memiliki wawasan lebih banyak tentang kehidupan, adat, dan tradisi bangsa tersebut.

Ketika itu, `Uqbah terus berjihad dan menyebarkan Islam di tengah bangsa Barbar di Barqah. Sejak penduduknya memeluk Islam, simbol-simbol daerah Barqah sudah berubah. Mesjid tersebar di mana-mana. `Uqbah terus menjabat sebagai gubernur Barqah dan menyeru masyarakatnya kepada Islam, sampai datang kepadanya surat dari Khalifah memberitakan terpilihnya ia untuk memimpin pasukan penaklukan benua Afrika, dan pasukan dengan jumlah besar yang dikirim Khalifah sedang menuju ke arahnya. Beberapa saat kemudian, pasukan yang diutus oleh Mu`âwiyah sampai. Jumlahnya 10.000 orang prajurit. Pasukan ini sudah ditunggu oleh pasukan lain dari bangsa Barbar yang masuk Islam dan memiliki keislaman yang baik.

Bersama pasukan yang terdiri dari bangsa Arab dan Barbar itu, `Uqbah berangkat menaklukkan berbagai negeri. Ia memerangi kabilah-kabilah yang murtad dari Islam. Dalam berbagai peperangannya, ia tidak mau membunuh orang tua, anak-anak, dan wanita. Mereka bahkan ia perlakukan dengan baik seperti yang diajarkan Islam dalam etika perang. `Uqbah berhasil menguasai daerah Waddan, kemudian daerah Fezzan. Lalu ia bertolak menuju kota Khawar yang terletak di puncak gunung yang sangat tinggi. Pasukannya mengalami kesulitan mendaki gunung itu. Namun akhirnya mereka sampai juga di pagar batas kota tersebut. Penduduk negeri itu pun masuk ke dalam benteng mereka. Dan `Uqbah mengepung mereka dengan kuat.

Di sinilah terlihat kepiawaian `Uqbah dalam berperang. Ketika mengetahui sulitnya memasuki kota itu, ia memerintahkan pasukannya untuk mundur dan menjauh agar penduduk kota itu mengira bahwa pasukan kaum muslimin telah pergi, sehingga mereka membuka pintu kota mereka dengan aman. Mundurnya `Uqbah tiada lain merupakan sebuah siasat perang. Ia mengetahui bahwa terdapat jalan lain untuk memasuki kota itu. Ia pun menyusuri jalan itu bersama pasukannya. Namun ia terkejut, ternyata jalan itu belum pernah dilalui manusia sebelumnya, dan di sana tidak terdapat rerumputan dan air. Pasukan `Uqbah nyaris mati kehausan. Ia pun berdoa kepada Allah agar mengeluarkan mereka dari kesulitan itu. Sebelum selesai berdoa, `Uqbah melihat kudanya menghentakkan kaki untuk mencari air karena haus. Terjadilah sesuatu yang tidak pernah diperkirakan. Allah—Subhânahu wata`âlâ—mengabulkan doa `Uqbah, air muncul dari bawah kaki kudanya. `Uqbah dan pasukannya pun serta-merta bertakbir, lalu meminum air yang tawar itu. Setelah pasukannya minum dan puas, `Uqbah memerintahkan mereka untuk menggali 70 lobang di tempat itu, dengan harapan mendapatkan air. Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya, air memancar dari setiap lubang yang digali oleh kaum muslimin itu. Ketika masyarakat Barbar mendengar tentang kejadian itu, mereka berdatangan ke sana. Dan banyak dari mereka yang kemudian masuk Islam.

Kemudian `Uqbah bersama pasukannya berangkat dan memasuki kota Khawar di malam hari. Ketika kembali, `Uqbah berkeinginan membangun sebuah kota untuk dijadikan posko bagi kaum muslimin. Ia pun memilih sebuah tempat yang subur, penuh dengan pohon, serta berudara bersih di sana. Tempat itu bernama Qamuniyah. Di situ, ia membangun kota yang kemudian ia beri nama Qairawan. Ia lalu berkata kepada pasukannya, "Diamilah tempat ini dengan nama Allah."

`Uqbah disibukkan dengan pembangunan kota Qairawan dari melakukan futûhât Islâmiyah (perluasan wilayah Islam). Muslimah ibnu Makhlad Al-Anshâri yang saat itu menjabat sebagai gubernur Mesir dan Maghrib meminta Khalifah Mu`âwiyah ibnu Abî Sufyân untuk memberhentikan `Uqbah dan menggantinya dengan Abû Muhâjir ibnu Dînar. benar saja, `Uqbah kemudian diberhentikan dari jabatan pemimpin pasukan.

Pada masa pemerintahan Yazîd ibnu Mu`âwiyah, `Uqbah kembali ditugaskan memimpin pasukan di Afrika. Pada saat itu, ia menetap selama beberapa hari di Qairawan untuk menyusun ulang pasukan, sehingga betul-betul siap untuk berperang. Kemudian ia bertolak menuju kota Zab (saat ini dikenal dengan nama Kostantine, di Aljazair), yang didiami oleh orang-orang Romawi dan Barbar. Pasukan Islam pun bertemu dengan pasukan musuh. `Uqbah kembali memperlihatkan keberanian yang tiada tara dalam pertempuran itu. Ia menebas musuh-musuhnya di medan tempur itu dengan gagah berani. Sementara itu, pasukan kaum muslimin juga berjuang mati-matian sehingga dengan izin Allah, mereka memperoleh kemenangan. `Uqbah ibnu Nâfi` istirahat selama beberapa hari, lalu memerintahkan pasukannya untuk bergerak ke Tangier, di Barat Jauh. Mereka berhasil memasuki daerah itu tanpa peperangan, karena rajanya, Julian, menyambut dan menghormati pasukan Islam serta menyetujui semua yang mereka inginkan.

`Uqbah terus berperang di jalan Allah, berpindah dari satu perang ke perang berikutnya, dari satu kemenangan ke kemenangan berikutnya, sampai ke pantai Samudera Atlantik. Ketika sampai di tepi samudera itu, ia turun dari kudanya, lalu menengadah ke langit seraya berkata, "Wahai Tuhan, kalau bukan karena samudera ini, niscaya hamba akan terus menjelajahi negeri-negeri yang ada untuk membela agama-Mu, serta memerangi orang yang mengingkari-Mu dan menyembah selain Engkau."

`Uqbah mengira bahwa bangsa Barbar akan menyerah dan mereka tidak punya persiapan untuk kembali berperang. Karena itu, ia pun menyuruh pasukannya untuk lebih dahulu kembali ke Qairawan, sementara ia tinggal bersama 300 orang prajurit di kota Tangier untuk menaklukkan beberapa kawasan yang dikuasai kerajaan Romawi. Ketika sebagian musuh dari bangsa Barbar mengetahui bahwa `Uqbah hanya ditemani oleh sedikit pasukannya, mereka merasa mendapat kesempatan untuk menyerang. Pasukan Barbar saat itu dipimpin oleh Kahinah, ratu pegunungan Aures, barisan pegunungan yang membentang di Aljazair. Panglima `Uqbah ibnu Nâfi` dikejutkan oleh kedatangan ribuan pasukan Barbar di daerah Tahuda. Ia langsung bangkit dengan kudanya mendahului prajuritnya untuk menebas musuh dengan pedangnya, sembari berharap memperoleh syahid di jalan Allah. Pasukan Barbar akhirnya berhasil mengepung `Uqbah dan pasukannya dari segala penjuru. Pada saat itu, semua pasukan Islam di sana memperoleh karunia syahid, termasuk `Uqbah—Semoga Allah merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas, sebagai balasan terhadap apa yang telah ia perbuat untuk Islam dan kaum muslimin.

Syahidnya `Uqbah ibnu Nâfi` di kota Tahuda (di negeri Zab) itu terjadi pada tahun 64 H. Ia menghadap Allah setelah mengarungi berbagai peperangan, serta merasakan nikmatnya kemenangan dan meninggikan panji Islam. Kematian `Uqbah ibnu Nâfi` memang merupakan sebuah kekalahan secara militer, namun itu juga merupakan kemenangan iman yang gilang gemilang. Orang-orang pun sibuk membicarakan kepahlawanan luar biasa sang ksatria, `Uqbah ibnu Nâfi`, yang telah menyampaikan risalah Agamanya hingga ke ujung bumi. Ia baru wafat sebagai syahid setelah sukses membawa panji agamanya menerobos jarak lebih dari 8000 km.

[Sumber: Ensiklopedia Keluarga Muslim]

Artikel Terkait