Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Haji dan Umrah

Haji Mabrûr

Haji Mabrûr

Al-Bukhâri dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia berkata, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa Sallam—bersabda, "Umrah ke Umrah berikutnya adalah kaffârah (penghapus dosa) bagi dosa yang ada di antara keduanya, dan Maji mabrûr tidak memiliki balasan selain Surga."

Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan: "Umrah ke Umrah berikutnya dapat menghapuskan (dosa) di antara keduanya, dan Haji mabrûr tidak memiliki balasan selain Surga."

Pemilik kitab-kitab Sunan selain Abu Dâwûd juga meriwayatkan: "Ikutsertakanlah Haji dan Umrah (dengan Haji dan Umrah berikutnya), kerena keduanya dapat menghapus kemiskinan dan dosa, sebagaimana kîr menghilangkan kotoran besi dan emas." Kîr adalah alat peniup api yang digunakan oleh tukang besi, seperti hadits berbunyi: "Kota Madinah bagaikan kîr, menghilangkan kotorannya dan membuat wewangiannya." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Kandungan Hadits

Para ulama mengatakan, Haji mabrûr adalah Haji yang tidak dicampuri dosa apapun. Pendapat lain mengatakan Haji mabrûr adalah Haji yang diterima. Mereka mengatakan, di antara tanda-tanda diterimanya Haji, hamba tersebut menjadi lebih baik dari sebelumnya setelah pulang dari Haji dan tidak lagi membiasakan bermaksiat. Berdasarkan pendapat ini, kata mabrûr diambil dari kata birr, dan birr adalah nama bagi seluruh kebaikan. Bisa juga mabrûr bermakna sesuatu yang sungguh-sungguh dan ikhlas dilakukan karena Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ.

Al-Qurthubi berkata, "Tafsiran-tafsiran makna mabrûr ini berdekatan, yaitu bahwa Haji mabrûr aalah Haji yang hukum-huumnya dilaksanakan seutuhnya, dan dilakukan secara sempurna sesuai dengan yang dituntut dari seorang mukallaf."

Terdapat dalam riwayat Ahmad dan ulama hadits lainnya, diriwayatkan secara marfû` (sanad yang bersambung kepada Rasulullah) dari Jâbir—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa Sallam—bersabda: "Haji mabrûr tidak ada balasannya selain Surga." Rasulullah ditanya, "Seperti apakah mabrûr Haji itu? Beliau menjawab, "Memberi makan dan menyebarkan salam." Dalam hadits ini terdapat makna dari Haji mabrûr tersebut.

Sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa Sallam: "Umrah ke Umrah adalah kaffârah (penghapus dosa) bagi dosa yang ada di antara keduanya." Hadits ini menunjukkan keutamaan Umrah dan dianjurkan untuk memperbanyak melakukannya, dan bahwa Umrah akan menjadi penghapus bagi dosa-dosa yang dikerjakan di antara dua Umrah.

Mayoritas ulama berdalil dengan hadits ini atas dianjurkannya melakukan umrah berkali-kali. Berdasarkan hal ini mereka berkata: sepanjang tahun adalah waktu untuk berumrah, sehingga sah untuk dilakukan kapan saja, kecuali bagi orang yang sedang melakukan ibadah Haji. Maka tidak sah ia melakukannya sampai ia selesai melakukan Haji.

Selain itu sebagian ulama berpendapat bahwa Umrah wajib hukumnya bagi setiap mukallaf sekali seumur hidup, seperti Haji. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbâs, Thâwûs, `Athâ', Ibnul Musayyib, Sa`îd Ibnu Jubair, Ahmad, Dâwûd dan ulama yang lainnya. Sementara Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa Umrah hukumnya sunnah dan tidak wajib.

Sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa Sallam: "Umrah ke Umrah dapat menghapus (dosa) di antara keduanya." Dosa-dosa yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil, bukan dosa besar, sebagaimana sabda beliau: "Jumat ke Jumat adalah kaffârah bagi dosa di antara keduanya selama ia tidak melakukan dosa besar." [HR. Ibnu Mâjah]

Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bâri berkata, "Sebgaian ulama mempermasalahkan bahwa Umrah adalah kaffârah bagi dosa (kecil), padahal menghindari dosa besar itu sendiri merupakan kaffârah bagi dosa (kecil), lantas dosa apakah yang akan di-kaffârahkah oleh Umrah? Jawabannya, penghapusan dosa karena Umrah terikat oleh zamannya, sedangkan penghapusan dosa (kecil) karena meninggalkan (dosa besar) mencakup seluruh umur hamba, sehingga dari sisi ini keduannya menjadi berbeda."

Sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa Sallam, "…Kerena keduanya (Haji dan Umrah) dapat menghapus kemiskinan dan dosa…" Mengikutsertakan Haji dan Umrah dengan Haji dan Umrah berikutnya merupakan salah satu penyebab menjadi kaya. Walaupun seseorang mengeluarkan banyak hartanya untuk Haji dan Umrahnya, hanya saja Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—akan menggantinya dengan yang lebih baik dari apa yang ia keluarkan untuk ketaatan yang ia lakukan itu. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):: "Dan apapun kabaikan yang kalian infakkan, pasti Allah akan menggantinya dan Dialah sebaik-baik pemberi rezeki." [QS. Saba': 39]

Kita menutup artikel ini dengan sebuah riwayat dari Ibnu Abbâs—Semoga Allah meridhainya—bahwa suatu ketika ia memandang kepada rombongan yang baru kembali dari Haji. Lalu ia berkata, "Seandainya mereka yang kembali dari Haji itu mengetahui keutamaan setelah ampunan yang mereka raih, niscaya mereka akan bergantung kepadanya—(tidak mau beramal lantaran besarnya ampunan dan keutamaan yang mereka raih), tetapi hal itu adalah agar mereka kembali beramal."

Riwayat di atas menunjukkan bahwasanya diwajibkan bagi jamaah Haji untuk tidak bergantung kepada amal ibadah dan ketaatan dalam ibadah Hajinya, tetapi ia harus tetap istiqamah dan komitmen melakukan ketaatan dan ibadah sampai ia bertemu dengan Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ. Allah berfirman (yang artinya):: "Sembahlah Tuhanmu sampai ajal menjemputmu." [QS. Al-Hijr: 99]

Artikel Terkait