Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Sejarah Islam
  5. Tempat

Shafa dan Marwa

Shafa dan Marwa

Shafa dan Marwa adalah dua bukit yang telah diketahui di Masjidil Haram. Bukit Shafa menyambung dengan gunung Abu Qubais dan bukit Marwa bersambung dengan gunung Qu`aiqi`ân. Akan tetapi bukit Shafa dan Marwa tersebut kemudian dipisahkan dari kedua gunung tersebut setelah dilakukan perluasan yang memasukkan Shafa dan Marwa ke dalam Masjidil Haram, setelah sebelumnya berada di luar Masjid.

Jarak antara Shafa dan Marwa kurang lebih 400 meter. Di tengah-tengah tempat Sa`i tersebut terdapat dua pilar hijau yang berjarak 55 meter. Kedua pilar hijau ini berfungsi untuk memberitahukan orang yang Sa`i untuk memulai dan berhenti lari-lari kecil. Tempat ini adalah tempat berlarinya Sayyidah Hâjar—`Alaihassalâm—ketika mencari air, sehingga kemudian disyariatkanlah bagi kaum laki-laki untuk berlari-lari kecil di sana dan tidak untuk kaum perempuan, sebagai wujud kasih sayang Syariat terhadap mereka.

Sa`i antara Shafa dan Marwa termasuk salah satu rukun Haji dan Umrah. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah [tempat beribadah kepada Allah]. Maka barang siapa yang beribadah Haji ke Baitullah atau berumrah, tiadalah dosa baginya[1] mengerjakan Sa`i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui." [QS. Al-Baqarah: 158]

Nabi—Shallallâhu `alaihi wa Sallam—juga melakukan Sa`i di antara keduanya sebanyak tujuh kali ketika Haji Wadâ`, sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Shahîh Muslim, dari Jâbir—Semoga Allah meridhainya.

Di tempat Sa`i ini terdapat kisah yang sangat lama, akan tetapi Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—hendak mengabadikan syi'ar ini sampai hari Kiamat. Hal ini karena Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—memerintahkan nabinya Ibrâhîm—`Alaihissalâm—untuk menempatkan keluarganya (Hâjar dan putranya Ismâ`îl) di Mekah Al-Mukarramah. Sebuah tempat yang kering kerontang, tak ada air atau pepohonan. Namun Ibrâhîm tetap menjalankan titah Tuhannya dan menempatkan keturunannya seraya meninggalkan sedikit bekal dan air. Akan tetapi tidak lama setelah itu air pun habis. Sang bayi pun mulai menangis karena saking kehausan. Hat sang ibu pun membara melihat anaknya karena khawatir terhadap keselamatan anaknya. Ia pun segera pergi untuk mencari air, lalu naik ke puncak Shafa, moga-moga meneukan seseorang, tapi ia tak melihat seorang pun. Kemudian ia segera turun dari Shafa dan naik ke bukit Marwa. Ia terus menerus melakukan itu hingga tujuh kali, naik ke Shafa dan berlari ke Marwa. Ketika ia berada di Marwa ia melihat memandang iba ke arah putranya. Tiba-tiba ia melihat air memancar keluar dari bawah kaki putranya. Demikianlah Allah mengutus kehidupan kepada keluarga yang diberkahi ini, bahkan mengutus kehidupan di negeri yang diberkahi ini, dan ditempati oleh sebagian kabilah Arab.

Dan terbuktilah doa nabi Ibrâhîm—`Alaihissalâm: "Ya Tuhan kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." [QS. Ibrâhîm: 37]



[1] Ungkapan "tidak ada dosa" tersebut dikarenakan sebagian shahabat merasa keberatan mengerjakannya sa`i di situ, karena tempat itu bekas tempat berhala, dan karena di masa Jahiliyah, tempat itu juga digunakan sebagai tempat Sa`i. Untuk menghilangkan rasa keberatan itu Allah menurunkan ayat ini.

Artikel Terkait