Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Iman
  5. Takdir dan Ilmu Allah

Wafat Dalam Keadaan yang Diimpikan

 Wafat Dalam Keadaan yang Diimpikan

Sungguh banyak impian yang menghiasi pikiran kita siang dan malam. Impian tentang istri, pekerjaan, kedudukan sosial, harta, rumah, dan lain-lain. Akan tetapi, siapakah di antara kita yang pernah mencoba untuk merenungkan bagaimana akhir kehidupan yang diimpikannya. Tidak diragukan lagi, bahwa setiap orang mempunyai harapan dan impian yang berbeda untuk menghadapi detik-detik ktitis itu. Dan tidak diragukan juga bahwa perbedaan itu merupakan cerminan dari mimpi-mimpi hidup mereka secara keseluruhan. Sekarang, mari kita saksikan bagaimana mereka mengimpikan akhir dari kehidupan mereka:

· Ketika kematian menjemputnya, Abdullah ibnu Idris, seorang ahli ibadah yang zuhud dihadapkan kepada kesulitan yang sangat berat. Dikala nafasnya mulai tersengal-sengal, putrinya menangis. Ia pun lalu berkata kepada sang putri, "Wahai putriku, janganlah menangis! Aku telah menkhatamkan Al-Quran di rumah ini sebanyak 4000 kali. Semuanya adalah untuk menghadapi detik-detik terakhir ini."

· Tatkala `Âmir ibnu Abdullah Ibnuz Zubair dalam keadaan sakaratul maut, dan keluarganya duduk disekelilingnya seraya menangis, ia mendengar suara azan berkumandang pertanda masuknya waktu shalat maghrib. Saat itu, nafasnya sudah tersengal-sengal di tenggorokan, akhir kehidupannya sudah demikian dekat, dan kesulitan yang dihadapinya begitu berat. Namun saat mendengar suara azan, ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, "Bimbinglah tanganku…!!!"

Keluarganya berkata, "Kemana?"

Ia menjawab, "Ke masjid…"

"Dalam kondisimu yang seperti ini.?!" keluarganya Meminta kepastian.

Ia pun menjawab, "Subhânallâh…!! Aku mendengar seruan shalat, lalu mengapa aku tidak memenuhi seruan itu?! Bimbinglah tanganku!"

Mereka kemudian memapahnya, dan ia pun shalat satu rakaat bersama imam, kemudian wafat dalam keadaan sujud.

Iya, ia wafat dalam keadaan sujud.

· Di saat menghadapi sakaratul maut, Abdurrahman ibnul Aswad menangis. Kemudian ada yang bertanya kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis? Padahal engkau sangat taat beribadah, khusuk dalam shalat, zuhud, dan selalu berserah diri kepada Allah."

Ia menjawab, "Demi Allah, aku menangis karena merasa kurang taat melaksanakan shalat dan puasa." Kemudian ia terus membaca ayat-ayat Allah sampai meninggal dunia.

· Yazid Ar-Raqqâsyi ketika tengah menghadapi kematian juga menangis, seraya berkata kepada dirinya sendiri, "Wahai Yazid, Jika engkau meninggal dunia, siapakah yang akan menyalatkanmu, siapakah yang akan berpuasa untukmu, dan siapakah yang akan memohonkan ampunan untukmu?" Kemudian ia mengucapkan dua kalimat syahadat, lalu ia pun wafat.

· Simak pulalah kisah Harun Ar-Rasyid. Ketika dalam keadaan sakaratul maut, ia berteriak memanggil panglima dan penjaganya, "Kumpulkan semua pasukanku!" Lalu panglimanya membawa bala tentara lengkap dengan pedang dan perisai mereka yang jumlahnya hampir tidak terhitung. Semuanya berada di bawah kekuasaan Harun Ar-Rasyid. Dikala melihat bala tentaranya itu, Harun menangis seraya berkata, "Wahai Sang Raja yang tidak pernah musnah kekuasaan-Nya, rahmatilah hamba yang kekuasaannya pasti punah ini." Kemudian ia terus menangis sampai Malaikat Maut menjemputnya.

· Lain lagi kisah Abdul Malik ibnu Marwan. Ketika berada dalam keadaan sakaratul maut, ia diselimuti oleh kesulitan, dan nafasnya pun terasa sempit. Lalu ia menyuruh untuk membuka jendela kamarnya. Saat itulah ia melihat tukang cuci yang sangat miskin di tempat kerjanya. Abdul Malik menangis seraya berkata, "Andaikan aku menjadi tukang cuci. Andaikan aku menjadi tukang kayu. Andaikan aku menjadi tukang angkat. Andaikan aku tidak dibebankan urusan kaum muslimin." Kemudian ia meninggal dunia.

Berikut ini beberapa kisah di zaman kita sekarang:

· Ada seorang pemuda Amerika asal Spanyol. Pada suatu hari, ia masuk ke salah satu mesjid di New York, tepatnya di kota Brooklyn, setelah shalat shubuh. Ia berkata kepada saudara-saudara kita di dalam mesjid itu, "Aku ingin masuk Islam."

Mereka bertanya, "Siapakah Anda?"

Ia menjawab, "Tunjukkan aku dan jangan tanya aku."

Kemudian ia pun mandi wajib, dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Lalu mereka mengajarkannya shalat, lantas ia shalat dengan begitu khusuknya, sehingga membuat semua orang di mesjid itu menjadi terkagum-kagum.

Pada hari ketiga, salah seorang berbicara dengannya secara pribadi, "Wahai saudaraku, demi Allah, bagaimanakah cerita Anda sebenarnya."

Ia menjawab, "Demi Allah, aku tumbuh dalam keluarga beragama Nasrani, sehingga hatiku terpaut mencintai Nabi Isa—Alaihis Salâm. Tapi tatkala aku melihat kondisi orang banyak, aku melihat bahwa mereka telah menyimpang dari akhlak Nabi Isa. Lalu aku berusaha mencari dan membaca tentang agama-agama lain, hingga aku diberikan hidayah oleh Allah untuk memeluk Islam. Pada malam hari sebelum aku masuk ke mesjid ini, aku tidur setelah berpikir panjang dan berusaha mencari kebenaran. Kemudian Nabi Isa datang di dalam mimpiku. Ia menunjuk ke arahku dengan telunjuknya seperti ini, seolah-olah mengarahkanku, seraya berkata, 'Jadilah engkau pengikut Muhammad!' Kemudian aku keluar mencari mesjid, lalu aku diarahkan oleh Allah untuk masuk ke mesjid ini."

Setelah cerita singkat ini, suara azan pun berkumandang pertanda masuknya waktu shalat Isya. Dan pemuda ini ikut shalat berjamaah dengan kaum muslimin di mesjid itu. Ketika ia sujud di rakaat pertama, imam pun berdiri, namun pemuda ini tidak ikut berdiri, tetapi tetap sujud kepada Allah. Lalu orang di sampingnya menggerakkan tubuhnya, lantas ia pun terjatuh, dan mereka mendapatinya telah berpulang ke haribaan Ilahi.

· Saudaraku, coba pula Anda perhatikan dengan seksama kisah berikut ini:

Seorang suami yang diselamatkan oleh Allah dari kecelakaan kapal "Salim Ekspres" bercerita tentang istrinya yang tenggelam ketika mereka pulang dari perjalanan haji. Ia berkata, "Ketika itu, semua orang berteriak, 'Kapal akan tenggelam…!' Lalu aku pun berkata kepada istriku, 'Mari kita keluar!' Ia menjawab, 'Demi Allah, aku tidak akan keluar sampai aku memakai seluruh hijab (pakaian penutup aurat)-ku'. Aku berkata kepadanya, 'Ini bukan waktu untuk memakai hijab!!! Keluarlah…!!! Kita akan tenggelam.!!!' Ia tetap menjawab, 'Demi Allah, aku tidak akan keluar kecuali dalam keadaan memakai semua hijab ku. Apabila aku mati, aku akan menemui Allah dalam ketaatan'. Lalu ia memakai pakaiannya, dan keluar bersamaku."

Sang suami melanjutkan ceritanya, "Ketika semua orang telah tenggelam, ia bergantung kepadaku seraya berkata, 'Bersumpahlah dengan nama Allah, apakah engkau ridha kepadaku?' Aku ketika itu menangis. Ia kembali berujar, 'Apakah engkau ridha kepadaku?' Aku terus menangis, dan ia kembali berkata, 'Aku ingin mendengarnya'. Aku pun menjawab, 'Demi Allah, aku telah ridha kepadamu'. Ia kemudian menangis, seraya mengucapkan dua kalimat syahadat: 'Asyhadu allâ ilâha illallâh wa asyhadu anna muhammadar rasûlullâh'. Ia terus mengucapkan syahadat sampai akhirnya ia pun tenggelam. Aku menangis seraya berkata, 'Semoga Allah mengumpulkan kita di Akhirat di dalam Surga-Nya'."

· Simak pula kisah berikut ini…

Ada seorang lelaki yang selalu mengumandangkan azan selama 40 tahun demi mengharapkan ridha Allah semata. Sebelum wafat, ia menderita sakit keras sehingga hanya bisa berbaring di pembaringannya. Ia tidak sanggup lagi berbicara, sehingga ia tidak sanggup pergi ke mesjid. Ketika penyakitnya semakin parah, ia menangis dan orang-orang di sekitarnya melihat tanda-tanda kesedihan di wajahnya. Ia bergumam, seolah-olah sedang berbicara dengan dirinya sendiri, "Wahai Tuhan, aku telah mengumandangkan azan selama 40 tahun. Dan Engkau mengetahui bahwa aku hanya mengharapkan ridha-Mu. Namun aku tidak bisa lagi mengumandangkan azan di akhir hayatku."

Kemudian air mukanya berubah menjadi bahagia, dan ia terlihat tenteram. Anak-anaknya bersumpah menceritakan bahwa ketika waktu azan masuk, laki-laki itu berdiri di atas tempat tidurnya seraya menghadap kiblat, lalu mengumandangkan azan di kamarnya. Tatkala ia telah sampai di akhir kalimat azan "Lâ ilâha illallâh", ia terjatuh ke tempat tidurnya, lantas anaknya bersegera memegangnya, tapi ternyata ia telah berpulang ke rahmatullah.

· Perhatikanlah kisah terakhir ini juga.

Kisah guru kita yang mulia, Abdul Hamid Kisyk—Semoga Allah merahmatinya. Ia meninggal dunia pada hari yang paling dicintainya, yaitu hari Jumat. Pada hari itu, ia mandi, memakai pakaian putih, dan memakai wangi-wangian di badan dan pakaiannya, lalu shalat dua rakaat setelah wudhuk. Pada rakaat kedua, ia terjatuh. Lalu istri dan anak-anaknya bersegera memegangnya, tapi ternyata nyawanya telah kembali sisi Allah—Subhânahu wata`âlâ.

Sudah menjadi ketentuan Allah bahwa barang siapa yang hidup dalam suatu kondisi, niscaya akan mati dalam kondisi tersebut. Dan orang yang mati dalam suatu keadaan, niscaya akan dibangkitkan kelak dalam keadaan seperti itu juga.

Inilah kisah mereka. Apakah akan datang suatu hari, di mana kami akan menuliskan kisah Anda dengan bangga dan penuh kemuliaan?

[Sumber: Buku "Silsilatud Dâril Âkhirah", karya Syaikh Muhammad Hassân]

Artikel Terkait