Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. ADAB ISLAM
  4. Adab Kepada Diri Sendiri

Fase Kesabaran

Fase Kesabaran

Allah—Subhânahu wata`âlâ—menyifati para wali dan kekasih-Nya dengan sifat ini. Allah juga memberikan pujian terbaik untuk pemilik sifat ini. Bahkan Allah menjamin akan memberikan imbalan luar biasa untuk pemiliknya. Tahukah Anda sifat apa itu? Apakah pula gerangan imbalan yang dijanjikan untuk pemiliknya itu?

Saya rasa Anda akan mengetahui sifat apa itu apabila saya berkata kepada Anda, "Allah—Subhânahu wata`âlâ—memberikan pahala untuk selain pemilik sifat ini dalam jumlah yang terbatas, namun khusus untuk pemilik sifat ini, Allah memberikan pahala yang tiada batas."

Ya, sifat itu adalah "sabar", wahai para pemuda. Sifat yang mewakili setengah dari iman. Karena iman terbagi kepada dua bagian: setengahnya "sabar" dan setengahnya lagi "syukur". Ketika semua orang mengaku mencintai Allah, Allah pun ingin menguji kebenaran cinta mereka melalu cobaan. Allah mewajibkan atas mereka ketaatan dan melarang mereka melakukan perbuatan hina dan mungkar. Allah juga mentakdirkan berbagai macam musibah untuk mereka, sehingga sebagian orang ada yang lulus dan sebagian yang lain gagal. Yang lulus itu adalah orang-orang yang bersabar. Mereka sabar dalam menaati Tuhan mereka, dan sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat. Ketika mereka berbuat maksiat, secepat kilat mereka kembali dan bertobat. Sehingga Allah menganugerahkan kepada mereka indahnya rasa ridha (lapang dada), serta menurunkan ketenangan dan ketenteraman ke dalam hati mereka. Merekalah orang-orang yang berbahagia. Betapa tidak, karena Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah memberikan pujian paling tinggi untuk orang-orang yang bersabar. Allah menjamin untuk mereka pahala yang paling besar. Allah menjadikan pahala orang-orang selain mereka terbatas, sementara pahala untuk mereka diberikan tanpa batas.

Adapun orang yang tidak bersabar, segala kegundahan dan kegelisahan akan mengelilinginya di saat kesulitan menghimpit. Betapa tidak, karena Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sesungguhnya pahala yang besar terdapat pada musibah yang besar. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia akan mengujinya. Barang siapa yang ridha (terhadap ujian itu) maka ia akan mendapatkan ridha (Allah), dan barang siapa yang murka maka ia akan mendapatkan murka (Allah) pula." Maka dari golongan yang manakah Anda?

Fase Kesabaran

Jika kita berbicara tentang fase pubertas, rasanya tidak ada masalah jika kita menyebutnya sebagai fase kesabaran. Karena para pemuda pada masa ini akan mengalami berbagai peralihan dan perubahan yang sangat banyak. Baik berkenaan dengan fisik, maupun mental dan perasaan. Hanya ada dua kemungkinan bagi seorang pemuda dalam menjalani fase ini: Pertama, ia dapat mengendalikan dan mengarahkan semua perubahan itu untuk diambil manfaatnya. Ia jadikan semua itu sebagai kekuatan besar yang mendorongnya menuju peningkatan, pembangunan diri, dan prestasi. Dengan demikian, gelombang perubahan ini pun berlalu dengan aman. Kedua, ia membiarkan perubahan itu dengan segala gejolaknya, sehingga menjadi angin badai yang tidak diinginkan oleh kapal mana pun di tengah samudera.

Di masa pubertas, remaja hidup dalam kondisi perubahan organ tubuh, perubahan pengetahuan, dan perubahan gejolak perasaan yang cepat dan berkelanjutan. Interaksinya dengan lingkungan luar yang mengelilinginya, terutama kawan-kawan dan sahabatnya, sering kali membuatnya terbawa arus kehidupan mereka, supaya tidak diasingkan di tengah komunitas teman-temannya. Seharusnya, jika teman-temannya berjalan ke arah yang salah, ia harus bersabar, supaya kakinya tidak terpeleset bersama mereka ke jalan kesengsaraan.

Selain itu, remaja juga sangat memerlukan ibadah dan sentuhan Agama. Banyak penelitian psikologis di lapangan menunjukkan kecenderungan seperti ini pada kaum remaja, baik laki-laki maupun perempuan di berbagai negara. Oleh karena itu, banyak juga kita lihat kaum remaja yang disibukan dengan berbagai macam ibadah dan ketaatan. Tetapi kita melihat terkadang ketekunan itu terputus begitu saja, dan itu biasanya disebabkan oleh faktor luar di sekelilingnya, seperti teman yang buruk, atau keluarga yang tidak mendukung dan tidak memperhatikan masalah ibadah. Oleh karena itu, sabar merupakan unsur yang harus dimilikinya. Ia harus menjadikan sabar sebagai karakter dirinya, demi memilih kehidupan yang abadi ketimbang kehidupan dunia yang sementara, dan demi mengharap anugerah Tuhannya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal." [QS. Asy-Syûrâ: 36]

Melalui catatan kecil ini kita, akan berbicara tentang dua pembagian sabar:

Pertama: Sabar dalam menjalankan perintah Allah

Derajat sabar yang paling tinggi adalah ketika seseorang bersabar dalam menaati Allah—Subhânahu wata`âlâ, dengan selalu menjalankan ibadah dalam bentuk sesempurna mungkin. Ketika muazin mengumandangkan azan, Anda berangkat ke rumah Allah menjalankan shalat fardhu berjemaah. Di tengah keluarga, Anda menjadi anak yang berbakti dan patuh kepada orang tua, selalu berusaha memenuhi perintah mereka, dan selalu membuat mereka bahagia.

Akan tetapi, apakah yang dapat membantu seseorang dalam bersabar menaati Tuhannya? Perkara paling penting dan paling pertama yang dapat membantunya untuk bersabar dalam menaati Tuhannya adalah menentukan tujuannya dalam kehidupan ini. Dan tidak ada tujuan yang boleh ia gariskan lebih rendah dari masuk ke dalam Surga. Maka tujuan paling minim seorang muslim adalah masuk Surga, karena apabila manusia terpeleset dalam penyeberang menuju Surga, tidak ada yang menantinya selain Neraka, na`ûdzubillah. Dan manusia tidak akan mampu menggapai tujuan mulia itu kecuali dengan kesabaran dalam menaati Allah—Subhânahu wata`âlâ. Karena anugerah Allah tidak akan diraih kecuali dengan ridha-Nya.

Jadi, apabila Anda melihat seorang pemuda konsisten menjalankan amal ibadah dengan sebaik-baiknya, ketahuilah bahwa ia mempunyai tujuan dan cita-cita yang ingin ia capai. Meletakkan tujuan (target) di depan mata merupakan faktor penolong bagi seseorang dalam mengarahkan kekuatannya untuk bersabar menaati Allah—Subhânahu wata`âlâ.

Ketika berbicara tentang sabar dalam ketaatan, kita tidak akan lupa kisah Khalîlur Rahmân, Nabi Ibrahim—`Alaihis salâm—yang rela menyerahkan badannya dilahap api, serta bersedia menyembelih putranya sebagai kurban. Ini merupakan kesabaran yang tiada bandingannya dalam sejarah manusia. Seorang bapak yang penyayang harus mempersembahkan anaknya untuk disembelih, padahal ia sekian lama tidak memiliki anak. Namun ia bersabar menjalankan perintah Allah. Kemudian lihatlah pula sikap sang anak yang sangat berbakti itu. Seorang remaja yang sangat patuh, Isma'il—`Alaihis salâm—yang hidup dalam didikan ketaatan kepada Allah. Jawaban yang keluar dari mulutnya (ketika diminta untuk disembelih) diabadikan dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ— (yang artinya): "Ia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyâallâh engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." [QS. Ash-Shâffât: 102]

Kedua: Sabar dalam meninggalkan maksiat.

Yang harus disadari adalah bahwa dosa dan maksiat itu berbahaya. Tidak diragukan lagi, bahwa bahaya dosa terhadap hati laksana bahaya racun terhadap badan. Bukankah keburukan dan penyakit yang ada di dunia dan Akhirat sebabnya adalah dosa? Apakah yang menyebabkan dikeluarkannya bapak ibu kita (Adam dan Hawa) dari Surga yang merupakan rumah kehidupan penuh nikmat, keceriaan, dan kebahagiaan, lalu di tempatkan di negeri penuh penyakit, kesedihan, dan malapetaka bernama dunia ini? Apa juga yang telah menyebabkan Iblis dikeluarkan dan diusir dari kerajaan langit, sekaligus dilaknat serta diburukkan rupa lahir dan batinnya?

Apakah yang telah menyebabkan seluruh penduduk dunia ditenggelamkan dengan banjir yang sampai menutupi puncak gunung? Apakah yang menyebabkan datangnya angin panas terhadap bangsa 'Âd hingga mereka tewas di tempat seperti pohon-pohon kurma yang meranggas? Angin panas itu meluluhlantakkan semua yang dilewatinya, mulai dari rumah-rumah, tanaman, hingga binatang ternak, sehingga mereka menjadi pelajaran bagi umat-umat setelah mereka sampai hari Kiamat.

Apakah yang menyebabkan dikirimnya suara menggelegar kepada bangsa Tsamud, sehingga meremukkan jantung dan rongga tubuh mereka, lalu tewas seketika? Apakah yang menyebabkan diangkatnya negeri kaum Sodom hingga para Malaikat mendengar gonggongan anjing mereka, lalu negeri itu dibalikkan sehingga bagian atasnya menjadi bagian bawahnya hingga mereka semua tewas? Setelah itu diikuti pula dengan bebatuan dari langit yang dihujankan ke atas tubuh mereka? Allah benar-benar mengumpulkan untuk mereka semua bentuk hukuman yang tidak pernah dikumpulkan sekaligus untuk umat lain. Dan tidaklah hukuman seperti itu jauh dari orang-orang yang zalim. [Al-Jawâb Al-Kâfi, Ibnul Qayyim]

Bukankah penyebab semua hukuman itu adalah maksiat (dosa)? Andai saja manusia mengetahui betapa besar kerugian yang akan mereka derita ketika hendak melakukan maksiat mendurhakai Allah. Oleh karena itu, betapa kita sangat membutuhkan kesabaran dalam meninggalkan dosa dan maksiat.

Sebagaimana maksiat menjadi sebab segala malapetaka dan kesengsaraan, kesabaran pun merupakan sebab segala kemenangan dan kesuksesan. Sabar itulah yang dimiliki oleh orang-orang yang mencintai Allah dan mengetahui keagungan-Nya. Kesabaran itu pulalah bekal para pemuda yang diseru oleh rayuan syahwat, digoda dengan berbagai kemungkaran yang membisikkan di telinga mereka: "Kemarilah (berbuat maksiat)!" Namun mereka selalu menyuarakan firman Allah yang menceritakan perkataan Nabi Yusuf saat dirayu Zulaikha (yang artinya): "Aku berlindung kepada Allah (dari berbuat maksiat), sesungguhnya Tuhanku telah memperlakukan Aku dengan baik'. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung." [QS. Yûsuf: 23]

Mereka adalah pemuda yang mengetahui keagungan Tuhan mereka, serta menyadari besarnya nikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka, sehingga mereka merasa malu dilihat oleh Allah dalam keadaan berbuat maksiat.

Adapun jika suatu saat kaki mereka terpeleset ke dalam kubangan maksiat sehingga pakaian mereka terkena noda, dengan cepat mereka menarik pakaian itu, lalu membersihkannya dengan air mata tobat dan penyesalan. Mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah menegaskan di dalam Kitab-Nya bahwa di antara sifat orang yang bertakwa adalah mereka mungkin saja terjerumus melakukan perbuatan buruk, akan tetapi perbedaan antara mereka dengan orang durjana adalah apabila kaki mereka terpeleset ke dalam maksiat, mereka segera mengingat Allah, kemudian segera beristighfar, bertobat, dan kembali kepada-Nya, mengharapkan ampunan-Nya dengan suara tangis keinsafan. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan bersegeralah kalian menuju ampunan dari Tuhan kalian dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri (melakukan dosa besar), mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui." [QS. Âli `Imrân: 133-135]

Akan tetapi kita ingin berbicara melalui realita kehidupan yang kita jalani, bukan dari menara yang tinggi. Realita yang kita jalani zaman sekarang mengharuskan kita untuk mengakui bahwa kemungkaran sangat banyak dan syahwat merajalela. Seorang pemuda, kemana pun ia pergi, akan menemukan dengan mudah segala macam godaan menggiurkan di hadapannya. Tidakkah Anda sepakat dengan saya dalam hal ini?

Oleh karena itu, Nabi kita, Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—telah memberitakan bahwa akan datang setelah beliau suatu zaman yang menuntut kesabaran ekstra. Beliau mengetahui bahwa berbagai syahwat dan segala yang memperdaya manusia akan terjadi pada zaman itu. Sehingga pahala dan ganjaran bagi orang-orang yang bersabar pada zaman itu pun dilipatgandakan. Beliau bersabda, "Sesungguhnya setelah kalian kelak akan datang masa-masa yang menuntut kesabaran. Orang yang berpegang teguh pada masa itu dengan ajaran yang kalian jalani sekarang akan mendapatkan pahala lima puluh orang dari kalian." Para shahabat ketika itu bertanya, "Wahai Nabi Allah! Maksudnya pahala lima puluh orang dari mereka?!" Beliau menjawab, "Yang benar adalah pahala lima puluh orang dari kalian!"

Tidakkah pahala yang besar ini sanggup memanggil kita untuk bersabar dalam kehidupan yang fana ini, agar kita berhasil mencapai kenikmatan yang abadi?

Kemudian ketahuilah.

"Sesungguhnya jika engkau lebih memilih syahwat, hidup berfoya-foya, berleha-leha, dan bermain-main, semua itu akan meninggalkanmu dengan cepat. Kemudian perbuatan seperti itu akan membuatmu harus menderita rasa sakit yang lebih sulit dan lebih lama daripada beratnya sabar meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan Allah, sabar dalam menaati-Nya, dan sabar dalam melawan hawa nafsu kerena-Nya." [Al-Fawâ'id, Ibnul Qayyim]

Imbalan-imbalan untuk Orang yang Bersabar

Wahai para pemuda yang bersabar dalam menaati Allah. Wahai orang yang dirayu oleh maksiat namun selalu menjawab, "Sesungguhnya aku takut kepada Allah". Sekarang saya tidak tahu pahala yang mana yang harus saya sampaikan kepada Anda. Karena Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." [QS. Az-Zumar: 10]

Di antara imbalan untuk pemilik kesabaran adalah:

· Mahabbatullah (Dicintai Oleh Allah).

Apa yang engkau rasakan, wahai pemuda, jika engkau mengetahui bahwa Abu Bakar—Semoga Allah meridhainya—mencintaimu? Akan seperti apa kebahagiaanmu jika engkau mengetahui bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—mencintaimu? Bahkan, bagaimana perasaanmu jika engkau tahu bahwa Allah—Subhânahu wata`âlâ—Sang Maharaja juga mencintaimu? Tidakkah engkau pernah mendengar firman-Nya (yang artinya): "Dan Allah mencintai orang-orang yang bersabar."

Allah mencintaimu jika engkau bersabar dalam menaati-Nya. Bersabar untuk bangun dari tidurmu yang lelap, bangkit dari kasur dan selimut, dengan badan menggigil kedinginan, lalu engkau menyempurnakan wudhuk dan memenuhi panggilan-Nya. Allah mencintaimu, wahai pemuda yang rela memutuskan hubungan dengan pacarnya, untuk kemudian menapaki jalan yang diridhai oleh Allah—Subhânahu wata`âlâ.

· Hadiah dari Langit

Sekarang kalimat apa pun tidak mampu mengungkapkan pemandangan yang agung itu. Pemandangan tentang dirimu, wahai manusia yang bersabar karena cinta kepada Allah. Sekarang engkau meletakkan kakimu di Surga yang lebarnya seluas langit dan bumi, sehingga engkau lupa kepada segala kesengsaraan, musibah, kepenatan, dan kelelahan yang dahulu dirasakan, hanya dengan langkah pertama yang engkau injakkan di Surga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Saat itu, para Malaikat menyambutmu dari segala penjuru, karena engkau adalah tamu Allah. Sebagaimana digambarkan dalam firman-Nya (yang artinya): "(Yaitu) Surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shalih dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan anak cucu mereka, sedang Malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. (Sambil mengucapkan): 'Salâmun 'alaikum bima shabartum' (keselamatan untuk kalian berkat kesabaran kalian). Maka alangkah baiknya tempat kembali itu." [QS. Ar-Semoga Allah meridhainya`d: 23-24]

· Sabar Adalah Kebaikan bagi Orang-orang yang Memilikinya.

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Alangkah menakjubkannya keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya adalah baik baginya, dan hal itu tidak terjadi selain pada orang yang beriman. Apabila ia mendapat kebahagiaan lalu ia bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya. Dan apabila ia mendapat musibah lalu ia bersabar, itu juga menjadi kebaikan baginya."

Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga berfirman (yang artinya): "Akan tetapi jika kalian bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." [QS. An-Nahl: 126]

Bagaimana Mewujudkan Kesabaran?

Ada beberapa jalan yang dapat ditempuh oleh orang yang beriman dalam rangka mewujudkan akhak mulia dan ibadah agung bernama kesabaran ini. Di antaranya yang terpenting adalah:

· Memikirkan besarnya pahala dan ganjaran sabar. Yaitu dengan merenungkan betapa indahnya imbalan yang telah disiapkan oleh Allah—Subhânahu wata`âlâ—untuk orang-orang yang bersabar, baik imbalan itu di dunia maupun di Akhirat.

· Meminta tolong kepada Allah. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya?" [QS. An-Naml: 62]. Dialah Allah yang Mahakuasa mengaruniakan akhlak yang mulia itu untukmu. Maka berdoalah terus-menerus.

· Dan kira sangat baik jika para pemuda membaca biografi orang-orang yang terkenal dengan kesabaran mereka. Di samping juga berinteraksi dengan pemuda-pemuda zaman sekarang yang mampu berdiri teguh di atas ketaatan kepada Tuhan mereka, serta jauh dari perbautan maksiat. Dengan banyak melihat mereka, engkau akan merasakan keinginan untuk mencontoh mereka, dan akan berusaha mendapatkan bekal orang-orang yang bersabar itu.

"Jangan menganggap terlalu berat jalan yang mereka tempuh itu, karena Dzat Yang Maha Menolong, sangat berkuasa (menolongmu). Carilah orang-orang yang telah Allah beri nikmat mulia itu, dan mohonlah kepada Tuhanmu, karena Tuhanmu adalah Tuhan mereka juga. Betapa banyak harta Qarun yang ditemukan oleh orang fakir, dan betapa banyak keutamaan (kemuliaan) yang didapatkan oleh orang kecil." [Al-Mudhisy, Ibnul Jauzi]

"Maka (bersabarlah dengan) sabar yang baik, dan Allah sajalah tempat memohon pertolongan." [QS. Yûsuf: 18]

[Sumber: www.islammemo.cc]

Artikel Terkait