Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Iman
  5. Takdir dan Ilmu Allah

Percayalah, Sungguh Saya Akan Mati!

Percayalah, Sungguh Saya Akan Mati!

Ia tumbuh di dalam rumah tangga berantakan, tiada cinta, kelembutan dan kasih sayang yang mengikatnya. Si bapak berhati kasar, cepat marah dan pelit kepada istri dan anak-anaknya. Kemudian bapak ini meninggalkan keluarganya tanpa perhatian, dan ibu pun harus bertanggung jawab mengurus keluarga. Ia harus keluar rumah berdagang demi mencari harta guna mencukupi kebutuhan keluarganya. Keadaan si bapak yang melalaikan tanggungjawabnya dan sibuknya ibu yang harus keluar untuk mencari rezeki mengakibatkan anak-anak berprilaku menyimpang. Mereka terjerumus ke dalam pergaulan buruk yang tidak memberi apapun kepada mereka selain merayu para perempuan, mencari kehinaan di dalam kamar-kamar gelap dan tenggelam di dalam keharaman. Kawan-kawannya mengajaknya untuk melakukan kerusakan dan pergi ke luar negeri, karena di sana ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan dengan harga murah.

Si anak yang celaka inipun berusaha menekan ibunya yang malang dan lemah. Ia meyakinkan ibunya bahwa ia akan pergi ke luar negeri sana, supaya ia bebas dari tugas wajib militer. Akhirnya hati sang ibu pun iba dan luluh. Adakah hati yang lebih lembut dari hati ibu?

Ia berdusta kepada ibunya dan sang ibu pun percaya, kemudian ia berangkat ke luar negeri bersama kawan-kawan buruknya. Di sana ia menemukan semua kenikmatan haram yang diangan-angankannya. Lama ia di luar negeri, ia menikah dengan salas seorang pelacur dan melahirkan seorang anak perempuan. Akan tetapi segala sesuatu mesti berakhir. Harta yang dimilikinya habis, sementara ibunya tetap mengirimkan uang kepadanya sampai terpaksa harus berhutang demi mengirimkan uang kepada anaknya. Akan tetapi sang ibu pun tak sanggup lagi mengirim uang, ia tak mampu mengirim sepeserpun untuk anaknya. Ketika jalan semakin sempit, ia terpaksa pulang ke tanah airnya. Di sana ia diminta oleh ibunya untuk menikah dengan seorang perempuan di kampungnya, sementara sang ibu tidak tahu kalau anaknya sudah menikah dengan seorang perempuan lacur.

Akan tetapi anak itu menuruti ibunya dan menikah dengan perempuan pilihan ibunya. Ia menikahinya untuk menipu dan mengelabui ibunya yang malang ini. Tidak lama setelah itu ia meninggalkan istri barunya di saat-saat "bulan madu" sebagaimana yang mereka istilahkan. Ia kembali ke dalam kehidupan rusak dan hina yang darinya ia datang. Karena orang seperti dia tidak bisa hidup di dalam udara yang bersih dan matahari yang terang. Bahkan hidup ini tak kan indah bagi mereka kecuali di dalam kubangan kotor.

Namun ia tak menghiraukan permohonan ibunya supaya tidak kembali lagi keluar negeri dan menetap di kampungnya. Ia bahkan meyakinkan ibunya bahwa ia telah menikah di sana dan tenggelam dalam kehinaan. Akhirnya sang ibu pun memutuskan untuk memboikotnya, ia tak lagi mau mendengar anaknya setiap kali si anak menelpon minta uang. Sang ibu tak lagi mempercayai segala alasan-alasan palsu anaknya.

Belum setahun si anak pun mengidap penyakit Aids dan tergeletak di atas kasur kematian menderita rasa sakit yang begitu berat, terasa dipotong-potong padahal ia masih hidup. Lalu ia menelpon ibunya dan berbicara kepadanya dengan suara lemah terbata-bata: "Ibu, saya sungguh akan mati percayalah pada saya. kemarilah, biar saya dapat melihat ibu sebelum saya meninggal." Akan tetapi, siapakah yang akan percaya kepada orang pendusta? Sang ibu pun menjawab: "Kamu bohong seperti biasanya, aku tak akan mempercayaimu."

Beberapa hari setelah percakapan itu, kementrian luar negeri tempat anaknya itu menelpon sang ibu yang malang, memberitahukan agar ia menerima mayat anaknya yang akan dikirim dari luar negeri.

Setiap jalan ada akhirnya. Jalan kebaikan akhirnya pun baik, kebahagiaan dunia dan Akhirat. Sementara jalan keburukan akhirnya pun buruk, kesengsaraan di dunia dan Akhirat. Sebagaimana engkau berbuat, begitu pula engkau dibalas.

Artikel Terkait