Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Muslim Idial

Keberanian

Keberanian

Definisi keberanian menurut sebagian orang adalah ketidaktakutan, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan, dan marabahaya, ketika membutuhkan hal itu, serta pendirian yang teguh ketika menghadapi hal-hal yang menakutkan, dengan menganggap ringan kematian. Ibnu Hazm—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Keberanian adalah mengerahkan potensi diri demi membela agama, istri, tetangga yang dianiaya, orang yang dizalimi, orang yang dizalimi harta dan kehormatannya, serta dalam seluruh jalan kebenaran, baik orang yang menentangnya banyak ataupun sedikit."

Dari sini kita mendapatkan bahwa keberanian yang terpuji adalah sikap berani dalam menghadapi bahaya, dengan harapan dapat mewujudkan kebaikan, atau mencegah keburukan. Berdasarkan hal ini, maka sikap berani tanpa berpikir terlebih dahulu adalah sebuah kegilaan. Sementara sikap berani dalam menghadapi perkara yang tidak membahayakan bukanlah keberanian, melainkan semangat dan keinginan yang kuat. Demikian juga sikap berani yang tujuannya bukan untuk mewujudkan kebaikan, atau mencegah keburukan, ia bukan termasuk keberanian yang terpuji, tetapi perbuatan nekat yang tercela.

Sarana Mengokohkan Keberanian

Secara umum, akhlak ada yang sifatnya fitrah, dan ada pula yang dapat diusahakan. Para ulama menyebutkan banyak sarana yang dapat digunakan untuk mendapatkan sifat berani, dan mengokohkannya di dalam jiwa. Di antara sarana tersebut adalah:

1. Latihan dengan cara praktik langsung, yaitu dengan melibatkan diri ke dalam kondisi-kondisi di mana seseorang tidak dapat selamat darinya kecuali dengan keberanian.

2. Ikhlas karena Allah—Subhânahu wata`âlâ, dan iman kepada qadha' dan qadar. Karena seorang yang ikhlas, yang tidak menginginkan apapun selain ridha dan pahala Allah, ia tidak akan peduli terhadap celaan orang lain, selama di dalam hal itu terdapat ridha Rabb semesta alam. Dan selama keimanan seorang hamba terhadap qadha' dan qadar kuat, ia akan menyadari bahwa semua makhluk tidak akan dapat mendatangkan bahaya ataupun manfaat sedikitpun, dan bahwa ubun-ubun mereka berada di tangan Allah. Ketika itu hatinya akan merasa tenang, dan tegar dalam menyuarakan perkataan, atau melakukan perbuatan yang bermanfaat dengan lantang.

3. Membaca kisah-kisah hidup orang-orang pemberani untuk mengikuti, dan berupaya mencontoh mereka.

4. Memberi hadiah kepada para pemberani berupa hadiah-hadiah materi, sanjungan, dan pujian. Hal ini merupakan sarana paling utama dalam mendidik keberanian secara umum, apalagi dalam upaya menanamkan akhlak-akhlak terpuji.

Pendidikan Islam Menanamkan dan Mengokohkan Keberanian

Jika kita melihat kepada ayat-ayat Al-Quran, dan metode-metode Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, kita akan mendapatkan bahwa pendidikan Islam—selama dipegang teguh—telah melahirkan pahlawan-pahlawan pemberani yang selalu maju dengan gagah berani, dan tidak pengecut, menceburkan diri ke dalam bahaya dengan penuh ketangguhan, dan kemantapan hati. Lihatlah bagaimana Al-Quran menyeru umat untuk bersikap berani. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah." [QS. Al-Anfâl: 45];

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kalian membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang, atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya adalah neraka Jahannam. Dan Amat buruklah tempat kembalinya." [QS. Al-Anfâl: 15-16];

"Janganlah kalian berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kalian menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), seperti kalian, tetapi kalian mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." [QS. An-Nisâ': 104]

Dan banyak lagi ayat-ayat lainnya yang jika seorang muslim hidup di bawah naungannya niscaya hatinya akan menjadi berani dan teguh.

Adapun Sunnah Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, ia adalah bukti yang paling baik bagi makna keberanian yang kami maksudkan. Cukuplah bahwa generasi yang dididik oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—telah memperoleh sifat keberanian yang melampaui seluruh pemberani.

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—adalah teladan mereka dalam sifat yang agung ini. Diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia berkata, "Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—adalah orang yang paling baik, orang yang paling berani, dan orang yang paling pemurah. Seluruh penduduk Madinah pernah merasa ketakutan (oleh sebuah suara), dan beliaulah yang mendahului mereka semua di atas kuda (menuju tempat suara)."

Beliau sering menghadapi kondisi-kondisi genting, dan perkara-perkara besar, dan beliau sama sekali tidak merasa gentar, dan shahabat-shahabat beliau juga tidak merasa lemah. Kita saksikan beliau dalam Perang Uhud, ketika orang-orang di sekitar beliau bercerai-berai, dan beliau menjadi sasaran anak panah dan pedang-pedang kaum musyrikin, walau demikian, beliau justru menampilkan diri, dan berteriak lantang menyeru kaum muslimin, meski hal ini sangat berbahaya bagi diri beliau. Tetapi beliau adalah sosok pemberani, tetap maju tanpa peduli. Seperti itu juga yang beliau lakukan pada saat Perang Hunain, ketika kaum muslimin mundur pada permulaan perang. Beliau pun berteriak lantang memanggil kaum muslimin hingga mereka (yang mundur) berbalik menuju beliau, sampai akhirnya kaum muslimin menang. Cukuplah sebagai bukti keberanian beliau, perkataan shahabat beliau, Al-Barâ'—Semoga Allah meridhainya, "Demi Allah, ketika perang berkecamuk dengan dahsyat, kami berlindung di belakang beliau (NabiShallallâhu `alaihi wasallam). Sungguh para pemberani di antara kami adalah mereka yang (berani) menyejajarkan diri dengan beliau."

Para shahabat pun meneladani beliau dalam hal ini. Lihatlah seorang Abu Bakar—Semoga Allah meridhainya, manusia paling berani dalam umat ini setelah Nabinya. Ali ibnu Abi Thâlib—Semoga Allah meridhainya—berkata tentangnya ketika ia bertanya kepada orang-orang, "Siapakah manusia yang paling berani?" Mereka menjawab, "Anda." Maka Ali berkata, "Memang bahwa tak seorangpun yang melawanku bergulat melainkan aku dapat mengalahkannya, kecuali Abu Bakar." Sungguh pernyataan ini merupakan kesaksian dari kesatria umat ini, Ali ibnu Abi Thâlib—Semoga Allah meridhainya—kepada shiddîq umat ini, Abu Bakar—Semoga Allah meridhainya, bahwa dialah manusia paling berani. Bukti yang menunjukkan keberanian Ash-Shiddîq juga adalah ketegaran dan keteguhannya ketika Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—wafat. Demikian pula tekadnya yang kuat untuk memerangi orang-orang murtad, dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat, serta peristiwa-peristiwa besar lainnya yang menunjukkan keberaniannya.

Demikian pula dengan shahabat-shahabat Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—yang lainnya. Ali ibnu Abi Thâlib—Semoga Allah meridhainya—pernah ditanya, "Jika kuda-kuda perang mundur, maka di manakah kami menemukan Anda?" Ali menjawab, "Di tempat kalian meninggalkan aku." Karena keberaniannya yang luar biasa, ia tetap bergeming di tempatnya, dan tidak akan mundur. Dia juga berkata, "Demi Dzat yang jiwa Abu Thâlib berada ditangan-Nya, sungguh seribu sabetan pedang lebih ringan bagiku daripada mati di atas kasur." Sebagian orang Arab berkata, "Tak sekalipun kami bertemu dengan pasukan perang yang di dalamnya ada Ali, melainkan kami saling berwasiat satu sama lain."

Lihatlah Al-Barâ' ibnu Mâlik—Semoga Allah meridhainya—saking kuat keberanianya, ia mampu membunuh seratus orang pemberani dalam sebuah perang laga. Juga di antara bentuk keberaniannya yang paling menakjubkan adalah apa yang ia lakukan dalam Perang Yamâmah, ketika tentara kaum muslimin bergerak ke sana untuk memerangi orang-orang musyrik. Kaum muslimin mendesak mereka hingga mereka mundur ke sebuah kebun yang di dalamnya terdapat Musailamah Al-Kadzdzâb. Musuh pun membentengi diri di dalamnya. Lalu Al-Barâ' berkata, "Wahai kaum muslimin, lemparkan aku ke atas mereka." Maka kaum muslimin mengangkatnya. Sampai ketika ia tiba di puncak tembok, ia meloncat menyerang mereka, hingga Allah memenangkan kaum muslimin. Pada hari itu, Al-Barâ' mendapatkan delapan puluh lebih luka di tubuhnya. Semoga Allah meridhai Al-Barâ' atas keberaniannya.

Demikian juga dengan Pedang Allah, Khâlid ibnu Al-Walîd—Semoga Allah meridhainya, salah seorang lelaki yang paling pemberani. Saking pemberaninya ia pernah menyerang dan menculik seorang pemimpin pasukan musuh di hadapan bala tentaranya sendiri. Hal ini terjadi pada Perang `Ain At-Tamr, di mana yang memimpin pasukan Nashrani Arab ketika itu adalah `Aqqah ibnu Abi `Aqqah. Khâlid menunjuk langsung beberapa orang pelindung dari dua sisinya dan berkata kepada mereka, "Lindungi aku dari pasukannya, aku akan menyerang ia (`Aqqah)." Ketika `Aqqah sedang sibuk meluruskan barisan pasukannya, tiba-tiba Khâlid melesat maju bersama sepuluh tentaranya ke arah `Aqqah, kemudian menyambarnya, dan menentengnya bagai kilat, dan membawanya sebagai tahanan ke barisan kaum muslimin. Darah-darah kaum Nashrani membeku di leher mereka ketika melihat pemandangan yang sangat menakutkan itu. Merekapun tak sanggup bertarung dan lari tunggang-langgang, sehingga kaum muslimin pun mengejar, membunuh, dan menahan mereka. Bagaimana menurut Anda keberanian seperti ini?

Perbedaan Antara Keberanian dan Kenekatan

Perbedaan antara keberanian dan kenekatan adalah bahwa keberanian bersumber dari hati, yaitu kemantapan, dan ketegaran hati ketika menghadapi hal-hal yang menakutkan. Ia adalah akhlak yang terlahir dari kesabaran, dan berbaik sangka terhadap Allah. Adapun kenekatan adalah perbuatan yang terlahir dari minimnya perhatian, dan tidak adanya pandangan terhadap akibat yang akan terjadi, serta dilakukan karena dorongan emosi, tanpa berpikir terlebih dahulu, dan tanpa pertimbangan.

Perkataan Ulama tentang Keberanian

Adz-Dzahabi—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Tidak layak memimpin pasukan kecuali seorang lelaki yang memiliki ketangguhan, keahlian perang, keberanian, kemantapan hati, jiwa yang teguh, hati yang tegas, dan kekuatan yang sejati. Dia adalah orang yang berpengalaman dalam peperangan, terbiasa berlaga dengan jawara perang, bertarung dengan lawan sepadan, mengalahkan para perwira perang, mengetahui kesempatan-kesempatan yang tepat, ahli dalam menyusun jantung pertahanan, sayap kanan, dan sayap kiri pasukan. Jika seorang pemimpin pasukan seperti itu, dan semua prajurit mengikuti perintahnya, maka seolah-olah mereka semua seperti pemimpin itu."

Dikatakan bahwa, "Seorang pemberani disukai bahkan oleh musuhnya, sementara seorang pengecut dibenci bahkan oleh ibunya."

Ahli hikmah berkata, "Sumber kebaikan seluruhnya adalah pada ketegaran hati. Darinyalah terlahir seluruh sifat-sifat keutamaan. Ia adalah ketegaran dan kekuatan yang sesuai dengan keadilan dan ilmu. Keberanian adalah naluri yang dilingkupi oleh perasangkan baik terhadap Allah—Subhânahu wata`âlâ."

Artikel Terkait