Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Puasa

Sepuluh Hari Terakhir Ramadhân dan Doa

Sepuluh Hari Terakhir Ramadhân dan Doa

Oleh: Ibrâhim bin Muhammad Al-Haqîl

Segala puji bagi Allah. Kita memuji, meminta tolong dan ampunan kepada-Nya. Kita juga berlindung dengan-Nya dari keburukan diri kita dan dari keburukan amal kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkan-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya. Kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, dan kita bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Ketika suatu kebutuhan menghampiri seseorang, maka ia akan mendatangi siapa yang dapat memenuhinya. Kebutuhan manusia tidak ada batasnya. Untuk memenuhi kebutuhannya, kadang sebagian orang mendatangi manusia lainnya. Adakalanya permohonan mereka dipenuhi, dan adakalanya ditolak. Atau adakalanya orang yang didatanginya itu tidak mampu mememnuhi kebutuhannya.

Namun, manusia lupa untuk meminta kepada Dzat yang mampu memenuhi segala kebutuhan. Bahkan tidak satupun kebutuhan dapat terpenuhi tanpa seizin-Nya. Segala sesuatu tunduk kepada-Nya. Dia tidak membutuhkan satu makhlukpun. Namun sebaliknya, seluruh makhluk membutuhkan-Nya. Seluruh pengaduan dibawa kepada-Nya. Dia adalah muara seluruh bisikan pengaduan. Perbendaharaan-Nya penuh, tidak berkurang dengan memberi. Dia berfirman kepada hamba-hamba-Nya (yang artinya): "Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, 'Kun (jadilah)', maka jadilah ia." [QS. An-Nahl: 40]. Seluruh perbendaharaan ada pada-Nya. Segala kerajaan ada di tangan-Nya. Dia berfirman (yang artinya):

"Maha suci Allah yang di tangan-Nya segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." [QS. Al-Mulk: 1];

"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah perbendaharaannya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu." [QS. Al-Hijr: 21]

Dia menyeru hamba-hamba-Nya dalam sebuah Hadits Qudsi, "Wahai hamba-hamba-Ku, seandainya yang pertama dari kalian sampai yang terakhir dari kalian, manusia dan jin berdiri di suatu padang dan meminta kepada-Ku, lalu Aku memberi setiap orang permintaannya, niscaya yang demikian itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali seperti jarum jika dimasukkan ke dalam laut." [HR. Muslim]

Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga berfirman (yang artinya): "Hai manusia, kalianlah yang membutuhkan Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji." [QS. Fâthir: 15]

Perbendaharaan Allah—Subhânahu wata`âlâ—tidak pernah berkurang dan habis karena banyaknya Dia memberi. Dan Dia memberi dalam jumlah yang sangat banyak. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal." [QS. An-Nahl: 96]

Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tangan Allah penuh, tidak berkurang dengan memberi, selalu memberi setiap malam dan siang. Tidakkah kalian memperhatikan apa yang telah diberikan Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi? Sesungguhnya semua itu tidak mengurangi apa yang ada di tangan-Nya. `Arsy-Nya berada di atas air, dan di tangan-Nya terdapat timbangan, Dia rendahkan dan Dia tinggikan." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Inilah kekayaan Allah—Subhânahu wata`âlâ—dan inilah pemberian-Nya. Inilah perbendaharaan-Nya. Dia memberikan karunia yang banyak, dan berderma pada bulan yang agung ini. Namun, manakah orang-orang yang meminta kepada-Nya? Manakah orang-orang yang memalingkan kebutuhan mereka dari makhluk kepada Sang Pencipta? Manakah orang-orang yang mengetuk pintu-pintu makhluk, dan pintu itu tidak dibukakan untuk mereka? Manakah orang-orang yang meminta kepada makhluk, dan permintaannya ditolak? Mana? Di depan Anda, pintu-pintu Sang Pencipta selalu terbuka. Dia mencintai orang-orang yang meminta kepada-Nya. Kenapa Anda tidak meminta kepada-Nya?

Hikmah Doa

Setiap mukmin mengetahui bahwa yang bisa memberi manfaat dan kemudharatan hanya Allah—Subhânahu wata`âlâ—semata. Dia memberi siapa yang dikehendaki-Nya, dan tidak memberi siapa yang dikehendaki-Nya. Dia memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan jalan yang tidak disangka-sangka. Perbendaharaan segala sesuatu ada di tangan-Nya. Jika Dia ingin memberi suatu manfaat kepada seorang hamba, maka tidak ada yang bisa memudharatkannya, meskipun seluruh penduduk bumi berkongsi melakukan itu. Dan jika Dia menginginkan kemudharatan untuk seorang hamba, maka penduduk bumi tidak akan bisa memberinya manfaat. Tidak ada seorang mukmin pun, kecuali ia meyakini hal ini. Karena tidaklah termasuk orang yang beriman siapa yang pada dirinya terdapat sedikit keraguan tentang hal ini. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan untukmu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Yûnus: 107]

Ya, demi Allah, tidak ada yang bisa memberi manfaat dan mudharat selain Allah—Subhânahu wata`âlâ. Hal itu juga dijelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):

· "Dan bila kalian ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kalian meminta pertolongan." [QS. An-Nahl: 53];

· "Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian mohonkan kecuali Dia." [QS. Al-Isrâ': 67]. Artinya, jatuh dan lenyaplah seluruh sesembahan, dan tidak ada yang tinggal selain Allah—Subhânahu wata`âlâ. "Hilanglah siapa yang kalian mohonkan kecuali Dia."

· "Katakanlah, 'Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu." [QS. Al-Fath: 11]

Tidak ada yang mendengar doa orang yang dilamun gelombang laut selain Allah. Tidak ada yang mendengar doa orang yang bersujud dalam kesepian selain Dia. Tidak ada yang mendengar rintihan orang yang ketakutan dan dizalimi, serta kesedihan yang berkecamuk dalam hatinya, dan suaranya yang tertahan di tenggorokan selain Allah. Tidak ada yang melihat ratapan seorang hamba yang khusuk dalam kesendiriannya di tengah gulita malam selain Dia. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan jika engkau mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai nama-nama yang baik." [QS. Thâhâ: 7-8]

Dia marah jika tidak diminta dan senang jika sering diminta dan dimohon dengan sungguh oleh hamba-Nya. Dia menyukai doa orang yang membutuhkan jika ia berdoa, dan menghilangkan kesulitan orang yang sedang kesulitan jika ia memohon kepada-Nya. Mengenai hal ini Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah bersama Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kalian mengingat(Nya)." [QS. An-Naml: 62]

Diriwayatkan dari Abû Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Rabb kita—Tabâraka wata`âlâ—turun setiap malam ke langit dunia, ketika tinggal sepertiga malam terakhir sembari berfirman (yang artinya): 'Siapa yang berdoa kepada-Ku, sehinnga Aku mengabulkannya? Siapa yang meminta kepada-Ku, sehingga Aku memberinya? Siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, sehinnga Aku mengampuninya?" [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Allâhu akbar! Ini adalah sebuah karunia besar dan pahala berlimpah dari Rabb Yang Maha Pengasih. Setelah ini, masih patutkah manusia meminta kepada selain-Nya? Masih patutkan manusia berlindung kepada selain-Nya? Masih layakkah manusia meminta kebutuhan mereka kepada selain-Nya? Apakah mereka meminta kepada sesama hamba seperti mereka, dan mengabaikan Sang Pencipta mereka? Apakah mereka mendatangi makhluk yang lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa, dan berpaling dari Allah Yang Maha Kuat, Maha Perkasa, lagi Maha Kuasa? Ini adalah sesuatu yang tidak patut bagi seorang yang mengaku hamba Allalh—Subhânahu wata`âlâ. Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Barang siapa yang ditimpa kebutuhan, kemudian ia mengadukannya kepada manusia, maka kebutuhannya itu tidak akan terpenuhi. Dan barang siapa yang ditimpa kebutuhan, lalu ia mengadukannya kepada Allah, maka hampir-hampir Allah mengaruniakan kepadanya rezeki yang disegerakan atau pun yang ditunda." [HR. Abû Dâwud dan At-Tirmidzi. Menurut At-Tirmidzi: shahîh]

Keutamaan Doa

Sesungguhnya doa termasuk ibadah yang paling agung. Bahkan doa adalah ibadah itu sendiri sabagaimana disebutkan dalam sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Karena di dalam doa terdapat kerendahan meminta dan membutuhkan kepada Allah, kepasrahan di hadapan-Nya, dan sesuatu yang menunjukkan hakikat penghambaan kepada-Nya. Maka dari itu doa termasuk salah satu perkara yang paling mulia di sisi Allah—Subhânahu wata`âlâ—sebagaimana disabdakan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah dari pada doa." [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah. Menurut At-Tirmidzi: hasan]

Jika seorang hamba berdoa kepada Rabbnya, maka Rabb lebih dekat kepadanya dari pada dirinya sendiri. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." [QS. Al-Baqarah: 186]

Ibnu Katsir—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Allah menyebutkan ayat yang mendorong untuk berdoa ini di antara ayat-ayat yang berbicara tentang hukum puasa. Hal itu mengisyaratkan supaya kita bersungguh-sungguh dalam berdoa ketika menyempurnakan jumlah hari yang ditetapkan (akhir Ramadhân). Bahkan setiap kali berbuka, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah dari Abdullah bin `Amr—Semoga Allah meridhainya—bahwa RasulullahShallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, 'Sesungguhnya orang yang berpuasa, ketika berbuka memiliki doa yang tidak akan ditolak." [HR. Ibnu Mâjah]

Doa ketika berbuka tidak ditolak; doa di sepertiga malam terakhir dikabulkan; malam yang lebih baik dari seribu bulan, dan doa di dalamnya lebih baik dari pada doa dalam seribu bulan, alangkah besarnya karunia Allah ini! Alangkah besarnya pemberian ini, pada malam yang jumlahnya terbilang ini! Maka siapakah yang mau mengendalikan nafsu dan syahwatnya, memperbanyak kebaikan, berlomba-lomba dalam ketaatan, dan memperbanyak ketundukan dan doa kepada Allah?

Malam-malam Doa

Kita berada pada malam-malam yang mulia, malam-malam yang di dalamnya terdapat anugerah yang besar, rahmat yang melimpah, dosa-dosa diampuni, dan derajat ditinggikan.

Apakah masuk akal, jika malam-malam seperti itu kita habiskan di tempat-tempat kebodohan dan kepalsuan, sedangkan Rabb semesta alam turun untuk memenuhi segala kebutuhan? Dia melihat orang-orang yang shalat dengan penuh kerendahan dan khusuk di mihrab mereka, meminta ampun, memohon, dan berdoa dengan ikhlas. Mereka gigih dalam meminta dan mengulang-ulangi doa mereka, "Wahai Rabb kami, Wahai Rabb kami." Hati mereka lunak karena mendengarkan Al-Quran. Kerinduan pada pertemuan dengan Sang Raja Yang Maha Mengetahui terhujam ke dalam jiwa mereka. Air mata mereka menetes karena takut kepada-Nya. Apakah mereka ini lebih dekat kepada rahmat Allah dan lebih pantas menerima pemberian-Nya, ataukah mereka yang menghabiskan malamnya dengan perkara yang diharamkan-Nya, dan lalai dari berdoa dan memohon kepada-Nya? Alangkah meruginya mereka di musim keberuntungan ini. Dan alangkah buruknya apa yang mereka perbuat. Betapa lemahnya tekad mereka, dan betapa hina jiwa mereka. Mereka tidak bisa bersabar hanya selama beberapa malam saja.

Berinvestasi di Musim Keberuntungan

Ini adalah musim keberuntungan. Pada malamnya segala kebutuhan akan dipenuhi. Saudaraku, gantungkanlah kebutuhan Anda kepada Allah Yang Maha Agung. Doa termasuk ibadah yang paling agung dan paling mulia. Allah tidak akan mengecewakan siapa yang berdoa kepada-Nya. Dia berfirman (yang artinya):

"Dan Rabb kalian berfirman (yang artinya): 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian." [QS. Ghâfir: 60];

"Berdoalah kepada Rabb kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." [QS. Al-A`râf: 55-56]

Hubungan Antara Puasa dan Doa

Dalam Surat Al-Baqarah Allah—Subhânahu wata`âlâ—menyebutkan ayat-ayat tentang puasa. Lalu setelahnya diikuti oleh ayat tentang doa, yaitu firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi (perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." [QS. Al-Baqarah: 186]

Sebagian ulama tafsir berkata, "Ayat ini mengisyaratkan (beberapa hal): keterkabulan doa orang yang berpuasa lebih besar, bulan Ramadhân adalah bulan yang di dalamnya doa-doa dikabulkan, dan pensyariatan doa di penghujung hari-hari Ramadhân. (Ibnu `Âsyûr, At-Tahrîr wat Tanwîr).

Allah—Subhânahu wata`âlâ—akan marah jika tidak diminta. Hal itu sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan marah kepadanya." [HR. Ahmad dan At-Tirmidzi]

Allah Maha Kaya lagi Maha Pemurah

Betapun manusia meminta, Allah—Subhânahu wata`âlâ—akan memberikan lebih kepadanya. Sebuah hadits diriwayatkan dari Abû Sa`îd—Semoga Allah meridhainya—bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang di dalamnya tidak terdapat dosa dan pemutusan silaturrahmi, melainkan Allah memberinya dengan doa itu salah satu dari yang tiga: bisa jadi disegerakan pengabulan doanya; bisa jadi doa itu disimpan untuknya di akhirat, dan bisa jadi juga, dijauhkan darinya keburukan yang sebanding dengannya." Para shahabat berkata, "Jika kami memperbanyak doa?" Lalu Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "(Pemberian) Allah lebih banyak." [HR. Ahmad]

Doa juga dapat menolak qadha (ketetapan takdir). Hal itu sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Tidak ada yang bisa menolak qadha (ketetapan akdir) kecuali doa. Dan tidak ada yang menambah umur kecuali kebaikan." [HR. At-Tirmidzi dan Al-Hâkim. Menurut At-Tirmidzi: hasan, dan menurut Al-Hâkim: shahîh]

Dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Doa bermanfaat terhadap sesuatu yang sudah terjadi dan terhadap sesuatu yang belum terjadi. Maka hendaklah kalian berdoa, wahai hamba Allah." [HR. Ahmad dan Al-Hakim]. Allah—Subhânahu wata`âlâ—lebih banyak mengabulkan, dan lebih banyak pemberian-Nya.

Kerendahan Diri di Hadapan Allah Saat Berdoa

Di dalam doa terdapat kerendahan dan ketundukan kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ, pasrah dan tak berdaya di hadapan-Nya. Ibnu Rajab—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Sebagian orang yang takut (pada Allah), ketika malam hari mereka duduk dengan tenang sambil menundukkan kepala dan mengulurkan tangan seperti orang yang meminta. Ini termasuk sifat kehinaan yang paling tinggi dan menampakkan kemiskinan dan kefakiran. Hal ini juga menunjukkan kefakiran hati dan kepasrahannya dalam berdoa kepada Allah—`Azza wajalla, merasakan kepayahan, dan kebutuhan yang besar. Besarnya keterkabulan doa tergantung pada besarnya kepasrahan dan kepayahan seseorang. Al-Awzâ`i berkata, 'Dikatakan, sebaik-baik doa adalah meminta dengan sungguh-sungguh kepada Allah, dan memohon dengan merendahkan diri kepada-Nya." (Al-Khusyû` Fish Shalâh).

Berprasangka Baik kepada Allah

Allah—Subhânahu wata`âlâ—memberi hamba sesuai persangkaannya. Seandainya ia berperasangka bahwa Rabbnya Maha Pemurah, Maha Pemberi dan meyakini bahwa Dia tidak mengecewakan siapa yang berdoa dan berharap kepada-Nya, di samping berpegang dengan adab doa, niscaya Allah akan memberinya semua yang ia minta, berikut tambahannya. Sedangkan siapa yang berperasangka sebaliknya, maka sungguh buruk apa yang ia sangkakan. Allah—Subhânahu wata`âlâberfirman dalam sebuah Hadits Qudsi, "Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Doa di Waktu Lapang

Jika seorang hamba memperbanyak doa di saat kondisinya lapang, maka di samping ia akan mendapatkan kebaikan yang disegerakan dan yang ditunda, doanya pun lebih layak untuk dikabulkan, dibandingkan dengan doa di kala sempit dari seorang hamba yang tidak pernah berdoa kecuali dalam keadaan sempit.

Diriwayatkan dari Abû Hurairah—Semoga Allah meridhainya—dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—beliau bersabda, "Barang siapa yang ingin Allah mengabulkan doanya di kala sulit, hendaklah ia memperbanyak doa di kala lapang." [HR. At-Tirmidzi dan Al-Hâkim. Menurut At-Tirmidzi: hasan, dan menurut Al-Hâkim: shahîh]

Meskipun Allah—Subhânahu wata`âlâ—menciptakan, memberi rezeki, dan mencurahkan nikmat kepada para hamba-Nya, dan Dia tidak membutuhkan mereka, namun demikian, Dia malu mengecewakan mereka, jika mereka itu berdoa. Ini adalah puncak sifat pemurah. Allah—Subhânahu wata`âlâ—adalah Dzat Yang Maha Pemurah.

Diriwayatkan dari Salmân—Semoga Allah meridhainya—bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sesungguhnya Allah Pemalu lagi Pemurah, malu jika seorang hamba mengangkat kedua tangan (meminta) kepada-Nya, lalu kembali dalam keadaan kosong." [HR. Abû Dâwûd dan At-Tirmidzi. Menurut At-Tirmidzi: hasan]

Keshalihan, Bukan Kekuatan

Barangkali ada orang yang tidak dihargai oleh sesamanya, karena kefakiran dan kerendahannya, akan tetapi ia mulia di sisi Allah—Subhânahu wata`âlâ, permintaannya selalu dikabulkan, dan doanya tidak pernah ditolak. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Betapa banyak seorang yang kusut lagi selalu ditolak di depan pintu, jika ia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mewujudkan (sumpahnya)nya itu." [HR. Muslim]

Jangan Tergesa-gesa

Adalah sesuatu yang salah, kita meninggalkan doa, karena mengira doa kita tidak akan dikabulkan. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Dikabulkan doa bagi salah seorang dari kalian selama ia tidak tergesa-gesa, sehingga mengatakan, 'Aku telah berdoa namun tidak dikabulkan untukku." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Mu'arriq Al-`Ijli berkata, "Aku sama sekali tidak marah, ketika aku telah memohon sesuatu kepada Allah selama dua puluh tahun, namun Dia tidak menolongku di dalamnya. Dan aku tidak pernah bosan berdoa." (Nuzhatul Fudhâlâ').

Para Salafush shâlih suka memanjangkan doa. Mâlik berkata, "Kadang `Âmir bin Abdullah bin Az-Zubair di waktu malam keluar, lalu ia teringat suatu doa, maka ia akan senantiasa berdoa sampai pagi." (Nuzhatul Fudhâlâ').

Suatu ketika Musa bin Ja`far bin Muhammad masuk ke dalam Masjid Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—di awal malam. Terdengar ia mengatakan dalam sujudnya, "Dosa yang ada padaku besar, maka baguskanlah kemaafan-Mu, wahai Dzat yang memiliki taqwa dan ampunan." Dia terus mengulanginya sampai pagi. (Nuzhatul Fudhâlâ').

Pilhan Kata dalam Doa

Saudaraku, sepatutnya Anda mengikuti jejak para nabi dalam berdoa. Suatu ketika Imam Mâlik ditanya tentang seorang yang bedoa dengan menggunakan kata "Ya sayyidi" (Wahai Tuanku). Mâlik berkata, "Aku menyukai doa para nabi, "Rabbanâ, rabbanâ" (Wahai Rabbku, wahai Rabbku). (Nuzhatul Fudhâlâ').

Hari-Hari Doa

Ini adalah sebagian ungkapan yang dikatakan tentang doa. Saat ini kita berada dalam hari-hari doa. Meskipun pada hakikatnya doa bisa dilakukan setiap waktu, akan tetapi pada hari-hari ini ia menjadi lebih istimewa, karena keistimewaan waktu dan banyaknya qiyâmullail. Maka bersungguh-sungguhlah berdoa pada hari-hari yang mulia ini. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—mengencangkan ikat pinggang beliau pada hari-hari seperti ini, mendirikan shalat pada malamnya, dan membangunkan keluarga beliau. Beliau menghabiskan hari-hari ini untuk ketaatan kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ. Karena di dalamnya terdapat malam lailatul qadr. Bukanlah suatu yang aneh dan berlebihan jika ada seorang hamba menghidupkan seluruh malamnya dalam setahun penuh hanya untuk mendapatknnya. Karena ia memiliki kemuliaan dan keutamaan yang besar. Lantas, tidakkah ia bersabar hanya untuk malam yang jumlahnya terbilang ini?

Saudaraku, giatlah memanfaatkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân ini. Tunjukkanlah kepada Allah kebaikan dari diri Anda. Barangkali seorang hamba harus melawan dirinya sendiri selama beberapa hari ini, agar Allah menerima amalnya, dan menetapkan untuknya kebahagiaan yang tidak ada kesengsaraan sesudahnya. Hari-hari ini sama-sama dilalui oleh orang-orang yang bersungguh-sungguh dan yang lalai. Namun amal mereka berbeda, sebagaimana apa yang ditulis di dalam catatan-catatan amal mereka juga berbeda. Maka jangan sampai syetan menipu Anda, sehingga hari-hari ini berlalu sia-sia seperti hari-hari yang telah lalu.

Kita memohon kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—agar melimpahkan ampunan dan rahmat-Nya kepada kita, serta menuntun kita untuk melakukan ketaatan kepada-Nya. Dan juga, agar Dia menjadikan surga sebagai tempat kita, serta menerima kita di barisan hamba-hamba-Nya yang shalih. Walhamdulillâhi rabbil `âlamîn. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh shahabat beliau.

Artikel Terkait