Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. RAMADHAN
  3. Hukum Puasa

Tanda Masuk Dan Berakhirnya Bulan Ramadhan

Tanda Masuk Dan Berakhirnya Bulan Ramadhan

Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar—Semoga Allah meridhai keduanya—bahwasanya Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—pernah menyebut bulan Ramadhan lalu beliau bersabda, "Janganlah kalian berpuasa hingga melihat bulan, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya, dan jika kalian terhalangi awan maka sempurnakanlah bilangan bulan tersebut." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Dan di dalam riwayat Al-Bukhâri, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Apabila kalian melihatnya (bulan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah. Jika ada mendung menutupi kalian maka sempurnakanlah bilangan bulannya."

Tafsiran Hadits:

Kata-kata "Faqdurû lahu" yang terdapat di dalam hadits artinya adalah sempunakanlah bilangannya. Dan bilangan bulan berjumlah 30 hari. Jadi maksudnya adalah menyempurnakan jumlah bilangan bulan tersebut. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Salaf dan Khalaf yang didasarkan kepada riwayat-riwayat lain. Di antaranya adalah: "Apabila kalian terhalangi awan maka sempurnakanlah menjadi 30 hari." Dan dalam riwayat lain: "Maka hitunglah menjadi 30 hari." Dan Dalam riwayat lain: "Sempurnakanlah bilangannya." Semua hadits ini terdapat di dalam kitab "Shahîh Muslim".

Dan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwasanya Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Apabila kalian melihatnya (bulan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah. Jika ada mendung menutupi kalian maka berpuasalah 30 hari."

Dan dalam riwayat lain disebutkan: "Berpuasalah kalian karena melihatnya (bulan) dan berbukalah kalian karena melihatnya (bulan). Apabila pandangan kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya'ban menjadi 30 hari."

Dan dalam riwayat lain: "Apabila pandangan kalian tersamar maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya'ban menjadi 30 hari." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Kemudian diriwayatkan pula dari Abdullah Ibnu Umar—Semoga Allah meridhai keduanya—bahwasanya Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Orang-orang berusaha melihat bulan, kemudian saya sampaikan kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bahwasanya saya melihatnya (hilal). Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa." [HR. Abu Dawud dan menurut Ibnu Hibbân dan Al-Hâkim: shahîh]

Beberapa pelajaran dan hukum dari hadits di atas:

1. Bahwasanya puasa di bulan Ramadhan tergantung kepada melihat bulan secara ru'yah syar`iyyah (Proses melihat bulan secara Syar`i). Namun apabila penglihatannya terhalang oleh awan, kabut atau asap dan selainnya maka wajib menyempurnakan bulan Sya`bân menjadi 30 hari.

2. Tidak boleh berpuasa pada hari akhir di bulan Sya`bân untuk kehati-hatian, walaupun bulan belum terlihat disebabkan oleh awan, kabut dan selainnya karena Rasulullah melarang hal tersebut di dalam sabdanya: "Jangan kalian berpuasa hingga melihat bulan." Sedangkan larangan ini berarti haram.

3. Apabila bulan telah terlihat melalui proses ru'yah syar`iyyah maka diwajibkan puasa, dan tidak boleh lagi melihat pendapat ahli hisab.

4. Di antara bentuk aplikasi dari kemudahan Syariat Islam adalah menetapkan ibadah puasa dan berbuka melalui proses ru'yah (melihat bulan) yang tidak perlu dipelajari, dan dilihat oleh orang-orang yang kuat daya penglihatannya. Apabila penetapannya melalui ilmu falak maka tentulah hal itu sangat sulit bagi kebanyakan kaum muslimin di berbagai daerah yang tidak ada pakar dalam bidang ilmu falak tersebut.

5. Bahwasanya ibadah puasa diwajibkan bagi penduduk suatu daerah yang telah melihat bulan. Namun bagi penduduk daerah lain yang belum melihat bulan maka mereka tidak diperintahkan berpuasa sebab puasa itu ditetapkan melalui proses ru'yah, dan terbitnya bulan juga berbeda-beda di setiap daerah.

6. Penentuan masuknya bulan Ramadhan bisa ditetapkan melalui persaksian satu orang yang adil, sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar. Sedangkan penentuan keluarnya bulan Ramadhan harus ditetapkan melalui persaksian dua orang yang adil, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat hadits yang lain.

7. Imam atau Khalifah bertanggung jawab mengumumkan puasa dan hari raya.

8. Barang siapa yang melihat bulan maka ia bertanggung jawab menyampaikan hal tersebut kepada Imam atau wakilnya.

9. Diwajibkan untuk mengikuti pemberitaan media masa saat ini tentang penentuan masuk dan keluarnya bulan Ramadhan jika pengumuman tersebut bersumber dari Imam atau wakilnya.

10. Dianjurkan kepada setiap kaum muslimin untuk berusaha melihat bulan pada malam 30 di bulan Sya`bân dan malam 30 di bulan Ramadhan untuk mengetahui masuk dan keluarnya bulan Ramadhan.

11. Apabila seorang wanita melihat bulan maka persaksiannya tersebut menjadi bahan perselisihan antara para ulama. Syaikh Ibnu Bâz—Semoga Allah merahmatinya—menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa persaksiannya tidak diterima sebab permasalahan ini khusus bagi laki-laki dan merekalah yang memberikan persaksian. Selain itu, kaum lelaki lebih mengetahui dari pada kaum wanita dalam bidang ini.

Artikel Terkait