Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Fatwa
Cari Fatwa

Berniat Puasa Qadhâ' Tapi Kemudian Makan, Minum, dan Berjimak dengan Suami Karena Lupa

Pertanyaan

Suatu ketika, sebelum tidur malam, saya berniat akan berpuasa qadhâ' esok hari. Tapi keesokan harinya, saya benar-benar lupa, sehingga saya makan, minum, dan berjimak dengan suami saya. Saya baru ingat puasa kira-kira satu jam sebelum Maghrib, lalu saya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa hingga waktu berbuka. Apakah puasa saya sah?

Jawaban

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Puasa qadhâ' merupakan puasa wajib yang niatnya harus dimulai sejak malam hari, berdasarkan hadits: "Barang siapa yang tidak meniatkan puasa pada malam hari maka tiada puasa baginya." [HR. An-Nasâ'i]. Karena itu, selama Anda memang telah meniatkan puasa pada malam hari, berarti puasa Anda sah—Insyâ'allâh. Tidak ada masalah Anda melakukan hal-hal yang membatalkan puasa itu jika memang Anda lupa. Karena pendapat yang kuat menyatakan bahwa orang yang berpuasa, lalu makan atau minum karena lupa, puasanya tetap sah, berbeda dengan pendapat Imam Malik—Semoga Allah merahmatinya.

Dan tidak ada bedanya dalam hal ini, apakah Anda melakukan hal-hal yang membatalkan puasa itu sedikit atau banyak, selama benar-benar tidak disengaja.

Imam An-Nawawi—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Jika seseorang makan, minum, muntah dengan sengaja, memasukkan obat ke dalam hidungnya, berjimak, atau melakukan perbuatan-perbuatan lainnya yang membatalkan puasa karena lupa, maka puasanya tidak batal menurut kami, baik hal itu banyak maupun sedikit. Inilah pendapat yang kuat dan di-nas-kan dalam mazhab kita (Asy-Syafi`i), sekaligus pendapat yang dipastikan oleh penulis (kitab Al-Muhadzdzab), jumhur ulama Irak, dan lain-lain."

Sementara itu, pendapat yang masyhur dalam mazhab Hambali menyatakan bahwa orang yang melakukan jimak karena lupa, puasanya menjadi batal, dan ia harus meng-qadhâ' serta membayar kafarat. Namun pendapat yang benar adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, bahwa hal itu bukan pembatal puasa.

Dalam kitab Ar-Raudh Al-Murbi` bersama Hâsyiyah (catatan tambahan)-nya karya Ibnu Qâsim disebutkan: "Siapa yang melakukan jimak di siang hari bulan Ramadhân, meskipun ia lupa, atau tidak tahu hukumnya, atau terpaksa melakukannya, wajib meng-qadhâ' puasa itu dan membayar kafarat, baik ketika itu maninya keluar maupun tidak. Karena Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—tidak bertanya lebih lanjut (kepada seorang shahabat yang melakukan jimak di siang hari Ramadhân). Pendapat lain mengatakan bahwa tidak ada qadhâ' dan kafarat dalam kasus seperti ini. Ini merupakan mazhab Abu Hanifah dan Syafi`i. An-Nawawi berkata: 'Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, sekaligus merupakan pendapat yang shahîh (benar) di antara berbagai pandangan mereka. Karena terdapat sebuah hadits shahîh yang menyebutkan bahwa orang yang makan karena lupa, puasanya tidak batal, dan jimak semakna dengan makan (dalam hal ini). Adapun hadits-hadits (yang menunjukkan batalnya puasa karena jimak) adalah terkait seorang yang sengaja melakukannya, karena dalam hadits itu, si pelaku berkata: 'Calakalah saya'. Perkataan semacam ini tidak mungkin muncul kecuali dari orang yang sengaja melakukan jimak, karena orang yang melakukan sesuatu karena terlupa tidaklah berdosa menurut ijmâ' (kesepakatan ulama)."

Dengan demikian, Anda dapat mengetahui bahwa puasa Anda sah—Insyâ'allâh, dan Anda tidak wajib meng-qadhâ'-nya. Tetapi jika Anda meng-qadhâ'-nya sebagai bentuk kehati-hatian dan keinginan keluar dari perbedaan pendapat para ulama maka itu pun tidak mengapa. Adapun kafarat, jelas tidak wajib bagi Anda, karena hari Anda melakukan puasa qadhâ' itu jelas bukan di bulan Ramadhân, sehingga membatalkan puasa ketika itu tidak mengharuskan kafarat, meskipun secara sengaja.

Ibnu Rusyd berkata, "Jumhur ulama telah sepakat bahwa orang yang sengaja membatalkan qadhâ' puasa Ramadhân tidak wajib membayar kafarat, karena hari qadhâ' itu tidak memiliki kehormatan yang sama dengan waktu pelaksanaan puasa aslinya, yaitu bulan Ramadhân."

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait