Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Fatwa
Cari Fatwa

Hukum Perempuan Berbuka Karena Ragu Apakah Sudah Suci Sebelum Subuh atau Belum

Pertanyaan

Ada seorang gadis yang memiliki masa normal haid 10 hari. Pada suatu bulan Ramadhân, ketika memasuki hari kesembilan haidnya, ia pun tidak berpuasa, karena ia meresa bahwa masa masa haidnya belum habis. Tapi pada siang harinya, ia melihat dirinya telah suci, dan ia tidak tahu apakah ia suci sebelum Subuh atau setelahnya. Apakah ia harus meng-qadha' puasa hari itu saja atau harus berpuasa dua bulan berturut-turut?

Jawaban

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Perempuan yang telah suci dari haid tetapi merasa ragu apakah ia suci sebelum Subuh atau setelahnya ini, diharuskan berpuasa pada hari ia suci tersebut, kemudian diwajibkan meng-qadha' puasa hari itu, kelak setelah Ramadhân. Tetapi jika ia tidak berpuasa pada hari itu, ia juga tidak perlu membayar kafarat.

Ad-Dasûqi dari mazhab Maliki berkata, "Artinya, jika setelah Subuh seorang perempuan merasa ragu apakah ia telah suci sebelum Subuh (terbit fajar) atau setelahnya, ia harus berpuasa, karena ada kemungkinan ia telah suci sebelum Subuh. Ia juga harus meng-qadhâ' puasa itu, karena ada kemungkinan ia suci setelah Subuh. Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmû` berkata: 'Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa ia tidak wajib membayar kafarat jika tidak berpuasa pada hari itu, dan puasanya tersebut tidak sama dengan puasa pada di hari syak, karena jelasnya bukti-bukti di dalamnya." [Hâsyiyah `alâ Syarhid Dardîr li Mukhtashari Khalîl]

Oleh karenanya, kewajiban perempuan tersebut sekarang adalah meng-qadhâ' puasanya di hari ketika ia telah suci dari haid itu. Ia tidak perlu berpuasa dua bulan, tidak juga membayar kafarat lainnya. Sebagaimana ia tidak perlu meng-qadhâ' shalat apa pun selain shalat-shalat yang terbukti bahwa ia telah suci sebelum waktu shalat itu habis. Karena waktu sucinya itu secara syar`i dihitung semenjak ia mengetahui kesuciannya tersebut, bukan sebelumnya.

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait