Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. MENSUCIKAN JIWA
  4. Sifat Tercela

Ghîbah (Menggunjing)

Ghîbah (Menggunjing)

Definisi Ghîbah:

Sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tahukan kalian apa itu ghîbah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Beliau bersabda, "(Ghîbah adalah) engkau membicarakan sesuatu tentang diri saudaramu terkait apa yang tidak ia sukai (untuk disebut)." Beliau ditanya, "Bagaimana kalau yang aku bicarakan itu memang ada pada dirinya?" Beliau bersabda, "Jika yang engkau bicarakan itu memang ada pada dirinya berarti engkau telah berbuat ghîbah (menggunjingnya). Dan jika yang engkau bicarakan itu tidak ada pada dirinya berarti engkau telah memfitnahnya." [HR. Abû Dâwûd].

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan janganlah kalian saling meng-ghîbah satu sama lain. Maukah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik memakannya, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Hujurât: 12]

Maksud ayat yang mulia ini adalah: janganlah kalian saling menggunjing dan membicarakan kejelekan di belakang. Kemudian Allah—Subhânahu wata`âlâ—memberikan sebuah perumpamaan tentang ghîbah: "Maukah seseorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati?" Artinya, menyebut keburukan saudara di belakangnya sama dengan memakan dagingnya ketika ia sudah mati, karena ia tidak mengetahui apa yang engkau lakukan itu. "Maka tentulah kalian merasa jijik memakannya." Artinya, sebagaimana engkau merasa jijik memakan daging mayat, maka jijiklah (jauhilah) menyebut keburukan saudaramu. Perumpamaan ini mengisyaratkan bahwa kehormatan manusia bagaikan dagingnya, dan ghîbah tergolong dosa besar.

o Sebuah hadits diriwayatkan dari 'Aisyah—Semoga Allah meridhainya, ia berkata, "Aku pernah berkata di hadapan NabiShallallâhu `alaihi wasallam, 'Cukuplah bagimu Shafiyyah itu orangnya begini dan begini' ('Aisyah menyebut keburukan). Sebagian perawi hadits ini mengatakan bahwa maksud 'Aisyah: Shafiyyah itu orangnya pendek. Lalu Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Engkau telah mengatakan sebuah perkataan yang jika dicelupkan ke dalam air laut niscaya akan mencemarinya."

o 'Aisyah berkata, "Aku juga pernah meniru gaya seseorang di hadapan beliau, lalu beliau bersabda, "Aku tidak suka engkau menirukan gaya seseorang kepadaku, walaupun aku diberi ini dan itu (segala sesuatu yang mahal dan berharga)." [HR. At-Tirmîdzi]. Hadits ini merupakan salah satu peringatan yang sangat keras melarang perbuatan ghîbah.

o Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Setiap muslim bagi muslim yang lain adalah haram (ditumpahkan) darahnya, haram (dinodai) kehormatannya, dan haram (dirampas) hartanya." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

o Diriwayatkan dari Abu Bakar—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda dalam khutbah beliau pada hari Nahr, di Mina, ketika Haji Wadâ`, "Sesungguhnya darah dan kehormatan kalian adalah haram bagi kalian (menumpahkan dan menodainya), sebagaimana haramnya (menodai kehormatan) hari (Arafah) kalian ini, di bulan (suci) kalian ini (bulan haji), dan di tanah (suci) kalian ini (Mekah). Saksikanlah bahwa aku telah sampaikan hal ini." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

o Ali ibnu Al-Husain berkata, "Jauhilah oleh kalian ghîbah, karena ia adalah lauk makanan anjing."

Kesimpulannya, ghîbah adalah membicarakan keburukan/ kekurangan orang lain di belakangnya, dan ia tidak ia suka jika pembicaraan itu didengarnya. Baik keburukannya itu berupa cacat pada fisiknya, maupun pada nasabnya, akhlaknya, atau pakaiannya.

Ghîbah yang paling buruk adalah ghîbah orang-orang yang pura-pura zuhud dan suka riya' (pamer). Misalnya, jika di hadapannya dibicarakan tentang seseorang, ia lantas berkata: "Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan kita suka menjilat kepada penguasa dan rakus mencari harta dunia." Atau ketika disebut tentang seseorang, ia mengatakan, "Kita berlindung kepada Allah dari rasa tidak tahu malu." Atau: "Kita memohon keselamatan kepada Allah (dari perilaku orang itu)."

Ini menjadi sangat keji karena orang yang berkata demikian menggabungkan antara mencela orang dengan memuji dirinya sendiri. Terkadang ketika seseorang dibicarakan di hadapannya, ia berkata, "Kasihan sekail orang itu, ia telah terpuruk ke dalam maksiat yang besar. Semoga Allah mengampuni kita dan mengampuninya." Ia pura-pura berdoa seraya menyembunyikan maksudnya.

Ketahuilah, bahwa orang yang ikut menyimak ghîbah berarti telah turut serta di dalamnya. Ia tidak akan luput dari dosa mendengarkan ghîbah itu kecuali bila ia mengingkarinya dengan lisannya. Kalau ia takut, minimal ia mengingkari dengan hatinya. Bila ia mampu meninggalkan majelis ghîbah itu atau memalingkan obrolan ke arah lain, ia harus melakukan hal itu.

Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Ghîbah:

1. Mengobati kemarahan. Artinya, saat terjadi hal-hal yang menyebabkan seseorang marah kepada orang lain, maka setiap kali marahnya bergejolak, ia akan merasa lebih terobati bila meng-ghîbah orang yang menjadi objek amarahnya itu.

2. Basa-basi dan keinginan menyenangkan teman. Ketika teman-temannya sedang tertawa riang membicarakan aib orang lain, seseorang biasanya berpikir bahwa kalau ia mengingkari atau memotong pembicaraan mereka pasti mereka akan merasa tersinggung dan menjauh darinya. Akhirnya, ia pun turut mendukung pembicaraan teman-temannya. Ia mengira bahwa hal itu termasuk bentuk kesetiakawanan.

3. Keinginan mengangkat diri dengan memperburuk citra orang lain. Seseorang misalnya berkata, "Si fulan itu bodoh", "Pemahamannya salah", atau semisalnya. Tujuannya adalah supaya dengan hal itu ia dapat membuktikan kelebihan dirinya dan memperlihatkan kepada orang lain bahwa ia lebih tahu dari orang itu. Demikian juga misalnya ketika ada perasaan iri terhadap pujian, cinta, dan penghormatan orang banyak terhadap seseorang. Ia kemudian mencela orang itu supaya pujian dan cinta itu hilang.

4. Melucu dan bermain-main. Artinya, menyebut atau menirukan kekurangan orang lain agar para pendengar tertawa. Bahkan sebagian orang menjadikan aktivitas ini sebagai sumber mata pencarian.

Obat Ghîbah

Hendaklah orang yang berbuat ghîbah menyadari bahwa dengan melakukan perbuatan ini, ia terancam murka Allah—Subhânahu wata`âlâ, kebaikan-kebaikannya akan berpindah kepada orang yang ia ghîbah, dan kalau ia tidak memiliki kebaikan, maka keburukan orang yang ia ghîbah itu akan dipikulkan kepadanya. Barang siapa yang mengingat hal ini niscaya tidak akan melepas lidahnya bebas melontarkan gunjingan.

Jika seseorang terpancing untuk melakukan ghîbah, yang harus ia lakukan adalah mengintrospeksi aib dan kekurangan dirinya sendiri, kemudian menyibukkan diri untuk memperbaiki kekurangan itu. Ia harus merasa malu mencela orang lain sementara ia sendiri penuh aib. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah syair:

Jika engkau mencela orang dengan aib yang ada pada dirimu,

Maka bagaimana mungkin seorang yang lebih cacat mencela orang lain?

Jika engkau mencela orang dengan aib yang tidak ada pada mereka,

Maka sesungguhnya hal itu adalah dosa besar di sisi Allah dan manusia.

Karena itu, hendaklah seseorang memperhatikan penyebab ghîbah ini dan berusaha mencegahnya. Karena mengobati penyakit adalah dengan cara mencegah penyebabnya.

Kaffârah (Denda) Ghîbah

Ketahuilah, bahwa seseorang yang berbuat ghîbah telah melakukan dua pelanggaran. Pertama, pelanggaran terhadap hak Allah, karena telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah. Kaffârah-nya adalah bertobat dan menyesali perbuatan itu. Kedua, pelanggaran terhadap kehormatan manusia. Jika ghîbah ini telah sampai ke telinga orang yang di-ghîbah maka ia harus meminta maaf kepada orang yang bersangkutan dan menyatakan penyesalan terhadap perbuatan itu. Jika ghîbah itu belum sampai kepadanya, maka sebagai ganti meminta maaf itu adalah memintakan ampunan baginya dan memuji kebaikannya di hadapan orang tempat ia pernah meng-ghîbah-nya, guna membersihkan hati mereka.

Artikel Terkait