Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. RAMADHAN
  3. Artikel Lainnya

Keutamaan Shalat Tarawih Berjamaah

Keutamaan Shalat Tarawih Berjamaah

Diriwayatkan dari Abu Dzarr—Semoga Allah meridhainya—ia berkata, "Kami pernah berpuasa bersama Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, sementara beliau tidak pernah shalat malam bersama kami di bulan (Ramadhan) itu sampai tersisa tujuh hari. Lalu beliau shalat bersama kami sampai lewat sepertiga malam. Ketika hari keenam (sisa bulan Ramadhan; hitungan mundur) beliau tidak shalat malam berjamaah dengan kami. Ketika hari kelima, beliau shalat dengan kami sampai lewat pertengahan malam. Lalu aku bertanya kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, mengapa Anda tidak menyunnahkan kami untuk mendirikan shalat (sepenuh) malam ini?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imam sampai imam beranjak pergi, maka dicatatlah baginya bahwa ia telah mendirikan sepenuh malam.' Abu Dzar melanjutkan, 'Ketika malam keempat, beliau tidak shalat bersama kami, ketika malam ketiga beliau mengumpukan seluruh keluarga, istri-istrinya dan orang-orang lalu shalat bersama kami hingga kami khawatir tidak akan mendapatkan falâh. Saya bertaya kepadanya, 'Apa yang Anda maksud dengan falâh?' ia menjawab, 'Makan sahur.' Kemudian beliau tidak shalat malam bersama kami pada sisa-sisa hari bulan itu." [HR. Abû Dâwûd, At-Tirmîdzi, An-Nasâ'i, Ibnu Mâjah dan Ahmad. Menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbân: Shahih]

Kandungan dan Hukum

Pertama: Disunnatkannya shalat Tarawih, dan Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah melakukannya (secara berjamaah) kemudian meninggalkannya, karena khawatir diwajibkan bagi kaum muslimin.

Kedua: Disunnahkannya shalat Tarawih bagi kaum perempuan, berjamaah bersama kaum muslimin di masjid, karena Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—mengumpulkan keluarga, istri-istri beliau dan orang-orang untuk shalat berjamaah dengan mereka.

Ketiga: Bahwa orang yang shalat bersama imam, sampai sang imam selesai dari shalatnya, maka dicatatlah baginya bahwa ia telah mendirikan sepenuh malam ia shalat bersama imamnya itu. Maka seyogyanya setiap muslim tidak lalai dalam kebaikan yang besar ini, dan hendaklah ia bersemangat untuk menyempurnakan shalat Tarawih bersama kaum muslimin pada setiap malam Ramadhan. Imam Ahmad—Semoga Allah merahmatinya—pernah ditanya, "Manakah yang Anda sukai, seseorang yang shalat berjamaah bersama orang-orang ataukah shalat sendiri? Beliau menjawab, "Shalat bersama orang-orang untuk menghidupkan sunnah." Beliau berkata, "Aku menyukai mereka shalat (malam) bersama imam dan berwitir." [dari buku Al-Mugni: 457/1]

Keempat: Yang disunnatkan dalam shalat Tarawih adalah, dishalatkan pada awal malam sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan para shahabat beliau. Imam Ahmad—Semoga Allah merahmatinya—pernah ditanya, "Apakah shalat Tarawih diakhirkan sampai akhir malam?" Beliau menjawab, "Tidak, sunnat kaum muslimin lebih aku sukai." [dari buku Al-Mugni: 457/1]. Syaikh Ibnu Bâz—Semoga Allah merahmatinya—pernah ditanya, "Bagaimana kalau mereka sepakat mengakhirkan shalat witir sampai akhir malam?" Beliau menjawab, "Shalat mereka bersama orang-orang di awal malam lebih utama."

Kelima: Jika seseorang memiliki semangat dan kekuatan untuk beribadah, lalu ia menyempurnakan shalatnya bersama kaum muslimin di awal malam, kemudian ia shalat sendiri pada akhir malam dengan jumalah rakaat yang ia kehendaki, maka ia telah menggabungkan antara dua kebaikan: shalat bersama imam sampai selesai, dan sebaik-baik shalat adalah shalat di akhir malam.

Artikel Terkait