Islam Web

  1. Fatwa
  2. PUASA
  3. Qadha Puasa
  4. Hukum Qadha Puasa
Cari Fatwa

Seseorang yang sembuh dari penyakit luka pada lambung setelah dua puluh tahun, apakah ia wajib meng-gadha puasanya selama dua puluh tahun tersebut?

Pertanyaan

Saya pernah menderita penyakit luka pada lambung sehingga saya tidak bisa puasa selama dua puluh tahun. Setelah itu sebagian luka tersebut sudah mulai membaik dan—Alhamdulillâh—saya sudah mulai berpuasa lagi. Namun saya merasa sedih karena tidak dapat berpuasa selama dua puluh tahun. Lantas apa yang harus saya lakukan untuk menggantinya?

Jawaban

Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan shahabat beliau.

Tidak berpuasa Ramadhan selama sakit sebagaimana yang Saudari lakukan itu tidaklah mengapa, sebab Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah berfirman (yang artinya): "Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." [QS.Al-Baqarah: 185]

Adapun permasalahan menggadha puasa setelah sembuh dari penyakit tersebut dan Saudari sanggup untuk meng-gadha seluruh puasa yang telah ditinggalkan—walaupun secara terpisah—serta dokter telah memberitahukan bahwa puasa tidak akan berdampak bagi kesehatan Saudari maka dalam kondisi ini Saudari wajib untuk meng-ghadha seluruh puasa tersebut, sedangkan membayar kafarat sebagai pengganti puasa tidak bisa menggugurkan kewajiban meng-gadha puasa ini, sebagaimana firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu." Jadi hitunglah berapa hari Saudari berpuasa dan berapa hari yang telah Saudari tinggalkan selama dua puluh tahun tersebut.

Namun apabila dokter menyatakan bahwa puasa akan berdampak negatif terhadap kesehatan Saudari atau setelah Saudari mencoba untuk berpuasa ternyata sangat sulit dilakukan dan kondisi ini tidak bisa diharapkan untuk sembuh, maka dalam kondisi ini Saudari tidak diwajibkan untuk meng-gadha-nya, tapi diwajibkan mengeluarkan fidyah sebagai pengganti puasa sebanyak hari-hari yang telah Saudari tinggalkan. Sebagaimana firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin." [QS. Al-Baqarah: 184]

Ibnu Abbâs—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Ayat ini turun sebagai rukhshah (keringanan) bagi lelaki dan perempuan yang sudah tua renta dan tidak bisa berpuasa lagi maka mereka wajib memberi makan satu orang miskin sebagai pengganti satu hari berpuasa." [HR. Al-Bukhâri]

Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas juga bahwasanya ia berkata, "Tidak diberikan keringanan ini kecuali bagi orang yang tidak sanggup lagi berpuasa atau orang sakit yang tidak bisa diharapkan untuk sembuh lagi." [HR. An-Nasâ`i]

Jumlah makanan (satu mud) setiap harinya yaitu sekitar 750 gram.

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait

Cari Fatwa

Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan

Today's most read