Islam Web

  1. Fatwa
  2. PUASA
  3. Golongan Yang Diberikan Keringanan Untuk Tidak Berpuasa
  4. Musafir
Cari Fatwa

Sekedar Berniat Musafir Tidak Membolehkan Berbuka Puasa

Pertanyaan

Apa hukum orang yang berbuka puasa pada bulan Ramadhân karena akan mengadakan suatu perjalanannamun ia belum berangkat? Apakah ia harus membayar kafarat ataukah qadhâ'? Atau apa yang harus ia lakukan?

Jawaban

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—memberikan rukhshah (keringanan) kepada orang yang mengadakan perjalanan untuk berbuka puasa dalam perjalanan dan meng-qadhâ'-nya pada hari-hari yang lain, sebagai bentuk kebaikan Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—dan keringanan dari-Nya. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Karena itu, barang siapa di antara kalian yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu (Ramadhân), hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut, dan barang siapa yang sakit atau sedang berada dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain." [QS. Al-Baqarah: 185]

Seseorang tidak dikatakan musafir (berada dalam perjalanan) kecuali jika ia berniat melakukan perjalanan dan sudah mulai melakukan perjalanan. Adapun sekedar berniat dan bertekad untuk melakukan perjalanan belumlah dapat membuatnya menerima keringanan yang dikaitkan dengan adanya perjalanan. Orang yang sedang bermukim di kampungnya tidak boleh berbuka dan meng-qashar (meringkas) shalat. Sementara orang yang hendak musafir dan belum memulai perjalanannya masih berstatus sama dengan orang yang bermukim. Ia harus melakukan shalat dan puasanya secara lengkap, tidak boleh berbuka (membatalkan puasanya).

Barang siapa yang berbuka di rumah sebelum mengadakan perjalanan dengan alasan bahwa ia sudah berniat musafir maka ia wajib meng-qadhâ' puasanya dan tidak wajib membayar kafarat.

Semestinya, ia berkewajiban bertanya lebih dahulu kepada para ulama dalam masalah itu, berdasarkan firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kalian tidak mengetahui." [QS. An-Nahl: 43]

Berdasarkan itu, ia wajib bertobat kepada Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—dan beristighfar (meminta ampun), karena telah mengerjakan perbuatan yang tidak diperbolehkan dan tidak berusaha bertanya lebih dahulu.

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait

Cari Fatwa

Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan

Today's most read